APAKAH TAKDIR ITU BENAR-BENAR ADA DALAM SEMESTA INI?

 


Seorang sahabat bertanya “Mau bertanya, apakah takdir itu ada? Jika ada, apa itu takdir? Dan bagaimana itu takdir?” Dengan takdirNYA yang terpilih kami menjawab.

Sahabatku… Sebagai semesta kita ini adalah bentukan energi yang bersifat kekal, tidak bisa dimusnahkan dan hanya bisa berubah bentuk. Jadi tidak benar juga kalau kita berkata takdir itu tidak ada.

Dari keberadaan diri kita dalam bentuk ini saja sudah menandakan kalau ada yang membentuk lautan energi dalam semesta ini menjadi kehidupan yang tidak pernah kita pilih, serta mengatur segala sistemnya.

Sentuhlah dada kita sahabatku… Kita bisa memilih bagaimana nasibnya jantung ini berdegup, tapi kita tidak pernah memilih takdirnya. Jantung ini akan terus berdetak sesuai takdirNYA. Tapi jelas dalam takdirNYA itu kita bisa memilih takdir apapun yang telah ditentukanNYA.

Kita bisa merusak jantung ini agar menjadi sakit atau kita juga bisa memelihara jantung ini agar menjadi sehat. Baik itu jantung yang sakit atau jantung yang sehat, keduanya sama-sama beroperasi sesuai dengan takdirNYA. Namun keduanya akan menjadi takdir yang masing-masing berbeda karena kita memilih membentuk nasib yang berbeda.

Jadi jangan khawatir… Tulisan ini tidak akan mengonyak keimanan seseorang akan takdir. Tulisan ini hanya akan membuat seseorang semakin cerdas sesuai kecerdasan awal dirinya yang terus bergerak berdasarkan takdirNYA. Karena takdir itu ada.

 

LALU APA ITU TAKDIR YANG ADA?

Takdir adalah pengaturan dalam pembentukan. Setiap bentuk yang terbentuk dari energi memiliki yang namanya pengaturan. Jadi, keniscayaan adalah takdir. Pengaturan semesta dan sistem operasi semesta adalah takdir.

Takdir itu adalah awal dari yang awal. Sementara awal tidak muncul dengan kata kebetulan. Pertama dari yang pertama itu adalah sebuah rancangan bukan kebetulan. Mari kita garis bawahi kata ‘rancangan’. Tentunya semesta ini juga merupakan rancangan.

Uniknya, setiap energi yang terbentuk menjadi ‘ada’ dalam alam semesta ini memiliki sistemnya sendiri-sendiri. Setiap material adalah kompleksitas molecular yang terancang teratur. Tidak perlu melaju jauh keluar angkasa, diri kita sendiri adalah kompleksitas sistem molecular itu.  

Contoh sederhananya adalah bagaimana udara yang kita hirup berubah menjadi oksigen lalu berubah menjadi bahan bakar energi dalam tubuh kita. Proses kompleks ini hanyalah salah satu sistem molecular canggih yang nyatanya tidak pernah kita atur sendiri. Kita hanya menggunakannya, lalu dari bagaimana kita menggunakannya, maka lahirlah alur sebab akibat, dan dari sebab akibat ini muncullah hasil.

Hasil dari takdir yang terpilih inilah yang sering kita sebut nasib. Sebagai energi semesta kita di takdirkan memiliki andil untuk membentuk nasib, yaitu memilih seluruh takdir (aturan semesta) yang ada untuk membawa hasil yang sesuai dengan kesadaran. Karenanya jangan sampai kita salah membentuk nasib karena kesadaran kita tidak paham bagaimana itu takdir.  

JADI BAGAIMANA ITU TAKDIR?

Sahabatku…

Setiap manusia memiliki pilihan dalam memilih takdir-takdir yang telah ditentukanNYA. Tidak salah saat seseorang berpikir kalau apapun yang terjadi dalam hidupnya adalah 100% takdir. Hanya saja HARUS dipahami kalau Dzat Maha Memberikan pilihan-pilihan, tetapi tidak memilihkan. Segalanya sudah bergulir sesuai hukum sebab akibat.

Disinilah letak kesalahan-kesalahan manusia memahami takdir suka terjadi. Kadang sesuatu itu terkesan seperti dipilihkan olehNYA. Tetapi kalau kita mau mencerna lebih dalam lagi untuk menelusuri sebab akibat yang berlangsung, maka akan tersadari kalau yang kita anggap dipilihkan itu sendiri terajadi akibat sebab-akibat yang kita pilih sendiri.

Contoh sederhananya begini, seorang pemabuk meninggal karena kecelakaan mobil. Apakah kondisi hidup dan akhir hidup seseorang ini adalah takdir? Jawabannya adalah iya, tapi bukan takdir yang tertulis. Tetapi takdir yang dia pilih sendiri. Seseorang ini memiliki pilihan untuk menjadi mabuk atau tidak mabuk.

Setiap pilihan akan melaju pada hasil. Manusia sudah dilengkapi dengan akal yang bisa berakal kalau digunakan. Kita memiliki jasad yang bisa beraksi kalau digunakan. Kita memiliki hati nurani dan naluri semesta kalau digunakan. Masalahnya, seluruh kelengkapan ini mau kita gunakan atau tidak mau kita gunakan bukan takdir, melainkan adalah nasib.

Jadi pahamilah, kalau setiap apapun yang kita pilih sudah menjadi takdir, tetapi tidak dengan pilihan kita. Artinya, sebagai manusia kita sudah memiliki kesadaran yang bertanggung jawab dengan apapun yang kita pilih. Karena setiap apapun yang kita pilih bukanlah ketentuan mutlak, namun takdir yang terpilih. Tentunya sebagai pilihan kita bisa memilihnya, bisa juga tidak memilihnya.

Setiap manusia memilih nasibnya sendiri dalam takdirNYA. Nasib adalah takdir pengaturan semesta. Dimana seorang dipersilahkan untuk memilih sebab dan membentuk akibat.

Hukum sebab akibat ini tidak pernah menyalahi keniscayaan yang ditakdirkanNYA. Jadi, sudahkah kita membentuk yang terbaik sesuai fungsi dan tujuan kehadiran kita dalam semesta ini?

Sudah berpuluh-puluh generasi menanyakan takdir dan berharap takdir menuliskan yang terbaik baginya. Padahal dia sendiri sudah menjadi pemilih takdir didalam takdirNYA. Lalu apa yang akan kita perdebatkan lagi setelah ini?

Tidak sahabatku… Kita tidak akan berdebat! Kita hanya akan membentuk kebaikan bagi diri dan bagi semesta. Kalau hasilnya tidak sempurna, itu tidak akan menjadi masalah besar. Kita ini hanyalah kesempurnaanNYA. Sebegitu apa adanya diriNYA membersamai diri yang sedang menyibak kesempurnaanNYA dalam setiap kebaikanNYA yang kita pilih.

Sahabatku… Kita adalah pemilih takdir semesta, maka itu siapkanlah kesadaran berakal yang mampu memilih nasib yang terbaik.

Semoga sampai disini bisa terpahami. Pelan-pelan saja memahaminya. Hilangkan ego untuk mampu memahami kalau Dzat Maha memang sudah menyempurnakan dan memberikan segalanya untuk manusia. Tidak ada ketidaksempurnaan. Segala ketidaksempurnaan kita hanyalah kesempurnaanNYA yang belumlah dipilih.

Kenapa belum dipilih? Banyak sebab akibat tentunya… Lagi-lagi semesta kadang bisa saja membentuk nasib yang salah. Hidup ini adalah porsi pelajaran yang berjenjang. Apakah Dzat Maha akan menghukum apabila kesalahan dalam pelajaran ini terlanjur kita lakukan?

Pikirkanlah… Bagaimana bisa Dzat Maha Yang Sudah menjadikan setiap inci pembentukan ini anugerah dari Sumber penciptaan sebagai hukuman? Hati-hati sahabatku… Jangan-jangan dogma dan doktrin yang kita terima telah menilai diriNYA salah. Ikutilah akal yang telah ditakdirkanNYA kepada kita.

Akhir kata sahabatku… Teruslah membentuk nasib terbaik bersamaNYA dalam takdirNYA…

 

Salam Semesta

Copyright 2020 © www.pesansemesta.com

Lebih baru Lebih lama