MENJADI WASKITA



Salah satu pilar yang diajarkan dalam kewaskitaan adalah menjadi waspada dengan apa yang berlangsung di dalam diri dan di luar diri. Pertanyaannya; Mampukah kita menerapkan pilar kewaskitaan ini dalam hitungan yang singkat, atau kita harus melalui jalan yang panjang? Sederhananya, bagaimana MENJADI WASKITA DENGAN SINGKAT?

Sahabatku… Hitungan singkat selalu akan terjadi berdasarkan pilihan. Apa yang kita pilih detik ini selalu akan menentukan akhir yang nanti. Begitulah takdirnya dibentuk. Sudah menjadi takdirnya kalau kita bisa menentukan nasib kita sendiri, kalau kita mau.

Singkat atau lama hanyalah pilihan bagi yang mau memilih.

Hidup adalah masalah pilihan. Kita memilih pilihan setiap hari di setiap langkah hidup kita. Dari saat kita bangun, hingga saat kita kembali tidur. Setiap pilihan-pilihan yang kita pilih akan menuju ke banyak cabang pilihan-pilihan yang lain juga.

Apakah pilihan yang kita pilih ini adalah takdir? Bukan, takdir adalah kata yang terlepas dari pilihan. Segala macam pilihan manusia, baik dia sadari ataupun tidak disadari masuk ke dalam sistem hukum sebab akibat, dan hasil akhirnya adalah nasib.

Pagi ini Anda tidak berhati-hati saat memegang secangkir kopi panas, hingga kopi panas itu tumpah ke seluruh badan Anda. Hasilnya badan Anda pun terpaksa harus kepanasan dan melepuh, hasil dari rentetan kejadian ini bukan takdir melainkan nasib.

Sebab-akibat akan terus bergulir. Kalau kita mampu menyadari prosesnya, maka itulah menjadi waskita. Inilah yang menjadikan waskita itu bukan sebagai sebuah tingkatan. Melainkan keberadaan kesadaran diri yang mampu mengendalikan dirinya sendiri. Baik itu mengendalikan dirinya ke dalam dirinya sendiri atau mengendalikan dirinya ke luar dirinya.

Jasad, jiwa dan ruh yang menjadi komponen utuh diri kita saat ini bekerja di bawah kendali kesadaran. Apa yang dihasilkannya juga akan selalu menjadi kesadaran dan berdasarkan kesadaran.

Masalahnya, sudahkah kita mengenal keberadaan kesadaran diri yang berperan ini?  Kalau jawabannya adalah iya, maka kita sudah dekat dengan kewaskitaan.

Kewaskitaan tidak akan pernah hadir kalau diri masih belum bisa melihat betapa besar takdir yang digenggamnya sendiri. Itulah kenapa sebelum waskita seseorang harus mengenal diri.

Perjalanan mengenal diri sendiri tidak bisa berujung. Diri ini adalah semesta kecil yang sesak ilmu. Kematian jasad tidak akan menghabisi ilmuNYA yang sedang dibawa ini. Jadi baiknya, pilar-pilar kewaskitaan mulai sudah diterapkan sambil terus meng-khidmatkan mengenal diri.

Tidak sempurna tidak apa. Sering gagal tidak apa. Suka luput tidak apa. Begitulah adanya seorang pelajar. Tiada bisa sempurna dan tiada bisa berhenti belajar. Jadi biarkan saja sahabatku… Tidak pernah lulus tidak apa, asalkan bisa terus membersamai Sang Guru Sejati.

Jadi kewaskitaan seperti apa saja yang bisa kita terapkan di keseharian kita mulai sekarang?

Kami ingin membagi empat kewaskitaan penting dan sederhana yang bisa kita praktekkan tanpa terlalu bersusah payah. Apakah selain ke-empat ini masih banyak? Jawabannya adalah iya, seluruh partikel memang membawa takaran kewaskitaannya masing-masing.

.

PERTAMA : MULAI BERHATI-HATI SAAT PIKIRAN MEMBUAT HARAPAN

Kami yakin, sebagian kita pasti ada yang langsung menangkis ini dengan pernyataan “dengan harapan kita meraih cita-cita” iya betul, kalau kita berhasil merubahnya menjadi aksi nyata. Kalau kita hanya menyimpan harapan selalu sebagai harapan, tanpa sedikit pun aksi, maka bagaimana harapan itu bisa berwujud?

Kewaskitaan mengajarkan kita untuk tidak membuat angan-angan yang membiarkan permainan pikiran menguasai. Kewaskitaan mengajarkan kita untuk menjadi kuat dalam aksi nyata dan bukan menjadi kuat dalam berharap.

Bukan berarti harapan hal yang buruk. Tetapi harusnya diri menjadi tabu untuk selalu berharap tanpa beraksi. Jadi, hati-hati lah saat pikiran membuat harapan. Seimbangkan selalu harapan dengan aksi tepat.

Jangan menabung harapan. Tapi tabunglah aksi-aksi yang tepat. Begitulah berwaskita.

 

KEDUA : MULAI BERHATI-HATI SAAT EGO MENGUAT

Apa kira-kira ciri jelas kalau ego sudah menguat? Salah satu cirinya adalah, seseorang mulai fokus memikirkan kebaikan bagi dirinya untuk mulai menghiraukan keburukan yang dirasakan oleh yang di luar dirinya. Contoh ringan untuk ini sangat banyak. Sungguh malu kalau harus disebutkan satu persatu.

Sahabatku… Kewaskitaan mengajarkan kita untuk memantaskan diri menjadi rahmat bagi semesta alam. Dimana kita mulai diajak untuk mampu mewaspadai ego diri kita, untuk menjadi ego yang terbaik bagi yang diluar diri.

Jadi kalau Bumi ini ingin dijadikan tempat yang lebih baik, maka setiap penghuninya haruslah berwaskita terlebih dahulu. Sebuah kehati-hatian kecil untuk makna yang besar. Begitulah arti keterhubungan diri dengan segalanya. Bahkan ego tiap kita pun ternyata sangat berhubungan.

 

KETIGA : MULAI BERHATI-HATI SAAT DIRI MULAI BERLARI DARI DETIK INI

Berwaskita mengajarkan kita untuk menyadari kalau hidup adalah hari ini dan detik ini. Jam adalah mesin. Sementara waktu adalah energi yang berfluktuasi dalam ruang. Setiap atom memiliki waktu yang tidak pernah berlari ke depan atau ke belakang.

Itulah apa yang semesta ini ketahui tentang waktu hanyalah sekarang. Detik ini. Itulah yang bernilai. Masa lalu hanyalah memori yang telah ter-waktukan. Masa depan hanyalah permainan pikiran yang belum terwaktukan. Masa sekarang adalah energy yang bisa menjadi makna yang bermakna, atau bisa juga menjadi makna yang tidak bermakna.

Berwaskita mengajarkan kita untuk menjadi berharga dalam waktu. Karena waktu selalu membawa makna yang berfungsi.

Dalam dimensi mana pun beginilah adanya. Kemusnahan, kematian, kesudahan hanyalah nama lain dari sebuah makna yang berhenti berfungsi. Kalau kita bisa membiarkan makna yang kita toreh sebagai semesta terus berfungsi maka apakah kita mati?

Ini membingungkan memang, sebagai garis tengahnya, izinkan saja dahulu diri menemukan makna yang harus diselesaikannya dan biarkan makna itu berfungsi. Jadi sahabatku… Jagalah kesadaran untuk tidak berlari dari detik yang dimilikinya. Genggamlah itu sangat berharga. Berfungsilah di dalamnya dan jadilah makna semesta yang terus hidup.

 

KEEMPAT : BERHATI-HATI SAAT DIRI TERUS MENGELUH

Sahabatku… Mengeluh itu manis! Saat mengeluh kita seakan sadar betul dengan apa yang sedang dihadapi. Tapi justru sebaliknya. Justru saat keluhan terlontarkan, maka kita sedang melewati kesadararan kita untuk berwaskita.

Saat berwaskita seseorang akan selalu menghadapi segala sesuatu yang didepan matanya terjadi. Itulah kenapa saat berwaskita diri tidak akan mengumbar keluhan. Diri hanya akan berintrospeksi atas segala apa yang menimpa dirinya sendiri.

Dalam berwaskita diri akan mampu melihat dan mengambil manfaat dari tiap keadaan, bukan meratapinya. Meratapi keadaan hanya akan membuat keadaan bertambah runyam.

Kerunyaman akan menurunkan fungsi otak. Jadi jasad dan system operasi kita malah makin menjauh dari keadaan yang ingin dibentuknya. Akhirnya pikiran hanya mampu membuat harapan sebagai awal mula ketersesakan hidup.

Bukankah sesak, kalau kita hanya bisa hidup dalam harapan yang tidak bisa dibentuk nyata? Kembali lagi ke point pertama. Segalanya memang akan menjadi berhubungan. Itulah kewaskitaan, dengan berwaskita kita bisa menghubungkan sebab-akibat yang tipis untuk menyeimbangkannya.

Seimbang sendiri adalah angin kedamaian.

Kedamaian itu sendiri didapat dari kemampuan hasil menyeimbangkan diri yang di dalam dengan hidup yang di luar. Akhirnya terciptalah angin kedamaian yang sulit digoyahkan oleh tantangan-tantangan hidup yang memang harus dilampaui.

Jadi jangan berpikir kalau kedamaian itu sejenis angin sepoi-sepoi dipojokan taman yang indah. Tidak sahabatku…. Kedamaian itu adalah angin sepoi-sepoi ditengah topan badai gurun tandus. Namun tetap tenang dalam jati diri yang sadar. Tetap sejuk dalam kebersamaan yang manis.

Mulailah berwaskita sahabatku… Kami tidak bisa berkata kalau ini akan menjadi singkat. Tapi cukup mulailah dari dalam diri. Tanpa perlu ada pendiketaan apapun. Tanpa perlu ada pengakuan apapun selain mengakui kalau diri ini hadir disetiap kehidupan Sang Pencipta.

Satu bonus kalau mau LEBIH beruntung, coba awasi juga pengakuan yang terakhir ini. Karena iman tanpa pengawasan hanyalah kehampaan.

Akhir kata sahabatku… Waskita tidak akan berhenti sampai titik dimana seluruh partikel memang membawa takaran kewaskitaannya masing-masing. Berwaskita itu bukan sekedar mewaspadai gerakan makrokosmos. Tetapi menyusup masuk ke dalam mikrokosmos. Dengan menjadi waskita sama saja dengan terus mewaspadai gerakan energi.

Itulah kenapa dengan berwaskita kita secara sengaja membuka gerbang-gerbang kekuatan kesadaran semesta, yang mana apabila kekuatan kesadaran ini terolah dengan baik akan menjadikan diri kita selalu setingkat lebih baik dalam segala aspek dalam hidup ini. Bukan tidak mungkin kalau Bumi pun bisa kembali menjadi baik.

Jadi mulailah berwaskita sahabatku…

 

Salam Semesta

Copyright 2021 © www.PesanSemesta.com

Lebih baru Lebih lama