RASA CUKUP DAN KEMBALI KEPADA FITRAH



Sahabatku… tahukah kalau ada satu rasa yang tidak bisa dikejar, namun kalau didapat maka akan membuat diri menjadi kaya raya yang sesungguhnya.

Rasa apakah itu sebetulnya?

Jawabannya adalah rasa CUKUP. Iya, rasa cukup. Rasa yang tidak bisa dikejar, rasa yang tidak bisa ditukar, dan rasa yang tidak bisa dipaksa. Itulah rasa cukup.

Jujur saja rasa CUKUP ini adalah kekayaan yang tidak ternilai. Dengan rasa cukup, kegaduhan dunia tidak mengejar. Nafsu pun berdamai untuk tidak lagi menggerogoti. Dan dengan rasa cukup akhirnya kita pun bisa memakmurkan yang diluar diri tanpa pamrih dan selalu kosong harapan.

Jujur saja, kekayaan tidak bisa membeli rasa tanpa pamrih dan rasa kosong harapan. Saat memberi kemakmuran seseorang yang kaya bisa saja masih menyebut namanya, gelarnya, kepentingannya, atau sekedar terbersit masih berharap pahala dariNYA.

Tapi percayalah, saat diri Anda sudah cukup, maka segalanya memang sudahlah cukup. Sang Pembuat tidak lagi menjadi sekedar pemenuh, melainkan menjadi cinta yang membersamai. CintaNYA pun terasa selalu cukup. Tidak lagi ternodai dengan rengekan pahala, apalagi rengekan kemakmuran. Karena sekali lagi, segalanya memang sudahlah cukup.

Rasa cukup itu memanglah se-mahal itu, karenanya bentuklah rasa cukup.

Pertanyaannya detik ini adalah bagaimana caranya, bagaimana caranya membentuk rasa cukup?

Sahabatku… ratusan purnama sudah kita lalui, dan inilah hidup dengan pelajarannya. Selalu ada cara dan selalu ada kemampuan dari dalam diri yang bersungguh-sungguh.

Kebanyakan manusia selalu bersungguh-sungguh untuk menjadi kaya dan menang. Itu tidaklah buruk. Tapi kalau tidak disertai dengan kesungguhan untuk menjadi cukup, maka diri akan selalu menjadi miskin.

Sudah menjadi kodrat, kalau tidak ada manusia yang mau menjadi miskin dan tidak ada yang mau kalah. Cobalah tanyakan, kenapa?

Sahabatku… purnama kemenangan katanya sudah mendekat. Namun sebelumnya cobalah sejenak mencerna jawaban ini. Dari jawaban ini kita akan menemukan bagaimana caranya agar menjadi CUKUP.

 

Sahabatku…

Matahari itu sudah cukup untuk Bumi. Tapi kalau dirimu membangun tembok yang tinggi, maka matahari tidak akan lagi cukup bagimu. Artinya, jangan menghalangi dirimu dari fitrahmu sendiri.

Dahulu saat terlahir, kita tidak memiliki apa-apa, tapi kita sudah cukup, bukan? Tidak ada yang menilai kalau bayi yang baru terlahir itu miskin, bodoh, tanpa kedudukan, tanpa pencapaian, tanpa kemampuan, tanpa pahala apalagi kemenangan. 

Tidak ada. Seluruh bayi terlahir dengan fitrahnya manusia, yaitu cukup. Saat manusia mau kembali kepada fitrahnya, maka manusia akan selalu merasa cukup dengan dirinya.

Sahabatku… diri ini adalah awal dan akhir kecukupan semesta kalau diri ini tidak melihat keluar untuk mengambil penilaian orang lain, mengumpulkannya, lalu membangun tembok tinggi darinya untuk menghalanginya dari fitrah dirinya yang sudah cukup.

Manusia yang cukup adalah manusia yang mengingat kebaikan yang dibawanya sangat banyak. Sama seperti juga dia mengingat bahwa kebaikan yang akan diterimanya sangat banyak.

Manusia yang cukup tidak menilai kekurangannya dan tidak menggunakan kekurangannya sebagai alasan. Rasa cukupnya merong-rong lebih kuat dibanding rasa kurangnya. Tapi bukan berarti juga dirinya berhenti.

Dirinya tidak berhenti. Dirinya terus bergerak, merubah yang harusnya dirubah, membentuk yang harusnya dibentuk, menyebar yang harusnya disebar, menyampaikan yang harusnya disampaikan.

Manusia yang cukup tidak akan berhenti berproses. Karena dirinya percaya kalau dalam perubahan, dalam tiap bentukan, dalam apa yang tersebar, dalam apa yang tersampaikan ada cintaNYA dari awal dimulai sampai akhir yang ditutup.

Manusia yang cukup percaya bahwa cintaNYA tidak memiliki syarat apa-apa untuk diraih. CintaNYA sudah ada begitu apa adanya di setiap keberadaan apapun yang meliputi kesadarannya. Itulah kenapa manusia yang cukup selalu menjadikan Dzat Maha sebagai sumber kebaikan hidupnya, maka itu karenaNYA dia sudah merasa cukup.

Sahabatku… sebenarnya tugas kita bukan menunjuk keluar dan berkata “hal itu, hal itu dan hal itu akan membuat saya berbahagia” Tidak lagi sahabatku… Mulai sekarang tunjuklah diri kita sendiri dan ucapkanlah “Hari ini dan seterusnya diriku percaya dan menyakini bahwa pemilik diri inilah sumber segala rasa berbahagiaku. Cukuplah DIA bagiku”

Renungkanlah dan pelajarilah sahabatku… dan kebahagiaan murni akan senantiasa menyertai nafas kita bersama Sang Kekasih yang terus menerus membuat hati bergemataran.

Rumi pernah berkata “Ketahuilah, apapun yang menjadikanmu tergetar, itulah yang terbaik untukmu! Dan karena itulah, qalbu seorang kekasih-NYA lebih besar daripada Singgasana-NYA” – Rumi

Harusnya bagi manusia, dirinya yang dibentuk dan dihidupkan sudahlah cukup. Sementara segala hasil yang dia dapat dari sebab-akibat yang dia lakukan, tidak dia lakukan untuk membuat dirinya cukup lagi. Tetapi dia lakukan agar dirinya bisa beraksi sebagai amanah yang dia emban.

Setiap manusia mengemban amanah untuk menjadi sebaik-baiknya khalifah bagi Bumi. Jadi seharusnya inilah tujuan akhir dari setiap aksi kita, dan bukan justru untuk memenuhi rasa cukup. Itulah kenapa disebutkan kalau rasa cukup itu tidak bisa di kejar.

Kemana lagi kita akan mengejar rasa cukup, kalau kita tidak lagi cukup dengan yang membentuk dan menghidupkan kita?

Mohon renungkanlah dengan netral sahabatku… rasa cukup tidak akan menghentikan kita untuk beraksi, tetapi justru akan terus mengajak kita untuk beraksi tanpa pamrih dan selalu kosong harapan.

Orang yang cukup, akan melakukan kebaikan tanpa memikirkan balasan atau pahala di akhirat, apalagi meninggalkan jejak pujian di dunia karena mengaku dirinya sudah menang. Mereka justru tidak ingin yang lain tahu kalau dirinya pernah berbuat hal baik. Mereka juga tidak mengharapkan keuntungan apalagi memeras keuntungan dari orang lain. Tapi justru menyebar keuntungan karena merasa dirinya sudah cukup. Tanpa perlu kemenangan apa-apa di dunia dirinya hanya menyebar rahmatNYA.

Bukankah ini adalah memakmurkan? Jadi sebelum memakmurkan kita harus CUKUP. Dan untuk cukup kita harus kembali kepada fitrah.

Sahabatku… katanya setelah berpuasa kita akan kembali kepada fitrah. Kenapa? Kalau puasa adalah belajar mengendalikan nafs, seperti yang sudah kita pelajari bersama, maka jelas tali keterhubungannya menjadi jelas, bukan?

Setelah kita mampu mengendalikan nafs yang kebanyakan datang dari mata yang selalu melihat keluar. Maka perlahan-lahan kita akan menurunkan tembok tinggi yang sengaja kita bangun itu. Sehingga kita mampu masuk ke dalam diri lagi untuk menemui fitrah diri.

Perlahan-lahan saja, bagaimanapun rasa cukup tidak bisa dipaksa. Kalau dipaksa, maka yang memaksa itu adalah nafs yang ingin diuntungkan dari rasa cukup, padahal dirinya belumlah pantas. Kepantasan inilah yang tidak bisa kita tukar dengan apapun yang ada diluar diri.

Selamat kembali kepada firah, semoga kita bisa benar-benar bisa menemui fitrah diri yang sebenarnya. Setelah fitrah diri tertemui, maka ranumnya rasa CUKUP akan bermekaran.

 

Salam Semesta

Copyright 2022 © www.pesansemesta.com

Follow : https://www.instagram.com/pesansemesta.ig

Subscribe : https://www.youtube.com/c/pesansemesta

 

Lebih baru Lebih lama