6 Sikap Spiritual Terbaik Dalam Menghadapi Hidup










Kata “menghadapi” bisa menghasilkan berbagai macam sikap. Kenyataan hidup boleh sama. Tapi, cara masing-masing individu menghadapinya bisa berbeda.  Seperti seorang guru yang mengumumkan jadwal ulangan harian dadakan. Diantara muridnya ada yang menghadapinya dengan tenang karena dia tahu dia bisa. Diantara yang lain ada yang santai karena mereka tidak peduli dengan ulangan. Ada yang kecewa karena dia tidak suka ulangan, dan ada juga yang ketakutan karena dia merasa bodoh dalam ulangan. Kenyataan yang dihadapi siswa-siswa itu hanya satu, yaitu ulangan harian dadakan. Tapi sikap masing-masing siswa menghadapi kenyataan itu yang berbeda-beda.

Apakah ada sikap yang salah dan benar? Tidak juga. Tidak ada manusia yang sama persis. Semua memiliki keunikan berbeda baik yang tampak diluar ataupun yang diolah didalam seperti pikiran dan perasaan.  Sikap menghadapi sesuatu itu bersifat relative, yang paling pasti apapun kenyataan hidup yang terjadi. Baik suka ataupun duka. Baik terang ataupun gelap. Kita tidak akan bisa lari darinya. Karena itu adalah bagian dari sistem ketentuan dan kehendak SANG PENCIPTA. Jadi apapun yang terjadi didalam hidup ini memang untuk kita hadapi. Menghadapi hidup berarti menghadapi apapun kenyataan yang disuguhkan didepan mata tanpa mengeluh apalagi berlari.

Jadi bagian terpentingnya adalah bagaimana kita menyiapkan sikap terbaik dalam menghadapi kenyataan hidup. Bukan kenyataan hidup seperti apa yang ingin kita hadapi. Bukankah sekarang berbeda? Sekarang sebagian manusia selalu mendikteNYA untuk hidup yang diinginkan; Ya Tuhan lariskanlah daganganku... ya Tuhan luluskanlah ujian ku.. ya Tuhan semoga aku naik pangkat supaya naik gaji.. ya Tuhan jadikanlah dia mencintaiku, dan seterusnya.

Bagi mereka yang seperti diatas hidup adalah apa yang tampak enak dimata dan nyaman dirasa. Sedikit saja ada yang tampak tidak enak dihidupnya mereka akan langsung komplen. Sedikit saja muncul rasa tidak nyaman dihidupnya mereka akan langsung mengeluh. Padahal kalau mereka mau berpikir dan menghadapi hidup, maka didalam kenikmatan itu ada pelajaran begitu juga didalam ujian terdapat juga pelajaran. Kenikmatan dan ujian hanyalah label yang kita semaikan. Sementara tujuanNYA memberikan kenikmatan dan ujian hanyalah satu, yaitu agar manusia belajar dan mengambil pelajaran.

Sesuai judul tulisan ini sekarang mari kita berbicara tentang sikap. Sikap terbaik apa yang harus kita siapkan sehingga sikap kita menjadi cerminan iman kepadaNYA dan agar kita bisa mengambil pelajaran dari segala apapun yang dihadapan mata.

Sahabatku… Minimalnya ada 6 sikap pokok yang harus kita miliki agar bisa menghadapi segala sesuatu yang dihadapan mata dengan baik dan benar sesuai dengan tuntunan SANG MAHA PENCIPTA yaitu : 



1.       Sikap Takwa (Ketaatan)

Apa itu sikap ketaatan? Takwa adalah menjadikan kehendakNYA sebagai kehendak kita. Takwa adalah menjalani hidup kita sesuai dengan ajaran-ajaranNYA. Takwa adalah menjadikan DIA seutuh-utuhnya Tuhan bagi kita. Takwa adalah tidak menduakanNYA dengan apapun, apalagi dengan diri sendiri.

Saat harus menghadapi kenyataan hidup yang tidak menyenangkan, yang menghantam jiwa, yang bertolak belakang dengan keinginan, yang menjadikan kita sangat tersudut. Ketakwaan akan membuat kita mampu menghadapinya. Seakan itu bukan apa-apa lagi. Segala rasa manusiawi yang tidak enak seakan sirna. Kita tetap menghadapinya. Kita tetap menjalani apapun itu tapi kita tidak tersabotase dengan rasanya. Baik itu cobaan yang tidak menyenangkan, ataupun cobaan yang menyenangkan.

Kenapa? Karena kita telah menjadikan DIA seutuh-utuhnya Tuhan bagi kita.  KehendakNYA sudah menjadi kehendak kita. Ajaran-ajaranNYA adalah hidup kita. Apa yang DIA mau ya sudah itu kemauan kita. Hidup kita tidak lain bersamaNYA. Bukankah itu seindah-indahnya kebersamaan?



2.       Sikap Teguh

Kemarin kita percaya bahwa DIA adalah segalaNya. DIA-lah nafas kita. DIA-lah sandaran hidup kita. DIA-lah alasan kita. DIA-lah Tuhan dan tidak ada Tuhan lain selain-Nya. Kita beriman dan bertakwa kepada-Nya.

Lalu bagai gelombang hitam ketakutan datang menderu-deru, kesedihan pun muncul, posisi kita berada diujung tanduk. Lalu satu tanya muncul apakah saat ujian buruk ini posisiNYA masih sama seperti hari kemarin?

Inilah arti keteguhan. Keteguhan adalah tidak menggeser sedikitpun keimanan dan ketakwaan yang ada. Apapun yang didepan mata terjadi, tidak sedikit pun rasa itu mundur. Justru, keimanan dan ketakwaan kita melejit naik. Justru, kita menjadi tersenyum dan berkata “DIA menginginkan aku agar lebih dekat denganNya melalui ujian ini” 

Keteguhan dalam menghadapi segala sesuatu yang didepan mata terjadi memunculkan hasrat. Hasrat untuk senantiasa meraih ridhaNYA. Mereka yang berteguh kepadaNYA percaya bahwa apapun yang dihadapinya adalah kehendakNYA dan karena izinNYA pula mereka menghadapinya. Karenanya mereka tetap bersungguh-sungguh dalam kebaikan bersamaNYA.



3.       Tawakal

“Pasrah” adalah lawan kata “Tawakal”. Pasrah adalah menunggu tanpa aksi apapun. Sementara tawakal adalah memaksimalkan aksi melalui potensi-potensi yang telah diberikan olehNYA dan menyerahkan hasil akhir hanya kepadaNYA.

Tawakkal dalam menghadapi segala didepan mata terjadi adalah kesadaran positif bahwa DIA sedang menunggu makhlukNYA untuk terus ber-aksi sambil total berserah diri kepadaNYA.
Orang yang bertawakal sadar persis bahwa hanya karena karuniaNYAlah dia ber-aksi. Makanya dia senantiasa memaksimalkan usahanya. Karena dia tidak mau mensia-siakan karuniaNYA. Dia malu kalau menyerah. Dia malu kalau gagal. Dia malu kalau kalah. Karena di percaya kalau DIA tidak akan membebaninya melainkan sesuai kesanggupannya.

Sikap tawakal secara langsung sudah membawa manusia menjadi pemenang sejati. Yaitu apabila menang dia tidak sombong. Karena kemenangannya adalah dariNYA, dan jikalau dia kalah maka dia akan langsung intropeksi diri. Dia sadar kekalahannya pastilah karena dia belum memaksimalkan karunia yang diberikanNYA. Sehingga, kemenangan yang harusnya dia raih belum bisa dia raih.

Jadi, tawakal yang paling benar adalah menggantungkan hasil akhir dari aksinya hanya kepadaNYA. Bukan kepada aksinya sendiri. Dia yakin bahwa SANG PENCIPTA lah alasan dia ber-aksi, dan dia tidak akan men-Tuhankan aksinya.

Inilah geloranya orang-orang yang beriman. Dia bergerak seperti roket. Maju terus pantang mundur. Dia menghadapi apapun yang terjadi. Apapun resikonya dia tidak gentar. Karena kesadarannya adalah dia maju bersamaNYA.



4.       Sikap Sabar

Apa itu sabar? Selama ini sabar digambarkan dengan diam dalam ketidak berdayaan. Orang sabar selalu digambarkan sebagai orang yang berdiam diri saat ditindas.
Lihatlah sinetron! Seperti itukah sabar yang diajarkan olehNYA? Lalu apakah maksud dari “bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu” Apakah DIA sedang menyuruh kita berdiam dan semakin berdiam menghadapi segala macam kenyataan hidup?

Sabar adalah suatu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan dalam situasi sulit dengan tidak mengeluh. Sabar merupakan kemampuan mengendalikan diri yang juga dipandang sebagai sikap yang mempunyai nilai tinggi dan mencerminkan kekokohan jiwa orang yang memilikinya. Semakin tinggi kesabaran yang seseorang miliki maka semakin kokoh juga ia dalam menghadapi segala macam masalah yang terjadi dalam kehidupan. Sabar juga sering dikaitkan dengan tingkah laku positif yang ditonjolkan oleh individu atau seseorang. Dalam sebuah pernyataan pendek, dikatakan bahwa sabar itu "...seperti namanya, adalah sesuatu yang pahit dirasakan, tetapi hasilnya lebih manis daripada madu." (Dikutip dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)

Diatas adalah pengertian sabar yang dikutip dari Wikipedia. Logika kita menolaknya bukan? Jujur saja jiwa kita monolak pola sabar yang seperti diatas. Siapa yang mau berdiam diri dalam kesedihan, godaan, siksaan dan hinaan seperti itu? DIA pun tidak mau makhlukNya seperti itu! Karena bukan sabar seperti itulah yang diajarkan olehNYA. Definisi diatas adalah kesalahan terbesar manusia mendefiniskan kata “Sabar” itu sendiri. Diulang lagi! Kesalahan terbesar manusia.

Mari kita mendefiniskan sabar sebagaimana yang dikehendaki olehNYA lalu berpegangan dengannya. Sebenarnya sabar erat kaitannya dengan tawakal. Saat kita bertawakal lalu ternyata usaha kita berujung kegagalan. Maka kita akan mengulang lagi dengan berbagai cara. Gagal lagi. Mengulang lagi. Gagal lagi. Mengulang lagi. Gagal lagi. Mengulang lagi... Terus dan terus sampai akhirnya DIA datang membawa pertolonganNya. Itulah sabar. Sabar adalah usaha yang dilakukan berbarengan dengan penantian ketetapanNYA.

Selama menanti (bersabar) bukan berarti berdiam diri saja tanpa ada aksi. Karena sabar adalah menahan diri untuk tidak berdiam diri. Sabar adalah tetap bersemangat dalam mencari jalan-jalan hidup dariNYA dan tidak berputus asa akan datangnya ketetapanNya.
Jadi, bersabar adalah proses merayu Tuhan dengan tidak menyerah atas keadaan apapun yang terjadi. Hasil dari sabar adalah the power of GOD to ACT!  KekuatanNYA untuk bertindak!

Itulah kenapa manusia diperintahkan untuk bersabar dengan kesabaran yang baik. Kesabaran yang baik adalah terus berusaha dengan sebaik-baiknya, lebih baik dari yang sebelumnya. Tanpa berkegalauan, tanpa bersedih hati dan ikhlas hanya karenaNYA.
Apakah saat DIA ridha dan akhirnya mau bertindak (menetapkan) sesuatu. Apakah sesuatu itu adalah sesuatu yang buruk? Pastilah tidak. Pastilah sesuatu itu jauh lebih baik dari pada apa yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Jadi, apakah kita masih mau mengartikan sabar seperti sabarnya orang-orang yang pasrah di sinetron. Sabarnya orang-orang yang tidak mau mengoptimalkan nikmat dan karuniaNYA. Sabarnya orang-orang yang tidak menjadikan imannya sebagai sumber kekuatan. Apakah kita mau? Tentulah tidak karena sabar nya orang yang beriman bukanlah seperti itu.



5.       Sikap ber-ilmu

Ilmu adalah pencerah dalam menghadapi segala sesuatu yang didepan mata terjadi. Ilmu adalah cahaya penerang. Sebelum bertakwa tentulah kita harus memilik ilmu takwa. Apa pun itu kita harus mengetahui ilmunya sebelum melaksanakannya.

Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang segala sesuatu. Ilmu adalah dasar manusia dalam bertindak. Dia meliputi pikiran dan perasaan. Jadi, bukan hanya mengontrol perilaku yang dilakukan, ilmu juga mengontrol emosi yang muncul dalam perilakunya.
Manusia yang berjalan tanpa ilmu seperti berdiri didalam sungai deras. Dia berusaha berpijak tapi tidaklah mampu. Dia terus terombang-ambing kemanapun arus air sungai membawanya. Dia tidak kuasa mengambil kendali dan tindakan. Akhirnya dia rela dikalahkan dan dikendalikan.

Bagaimana kita bisa menghadapi apapun yang terjadi didepan mata kalau kita tidak menguasai apa yang kita hadapi bukan? Kita dihadapi kenyataan bukan hanya untuk tegar menghadapinya. Namun juga untuk mencari jalan keluar dan kebaikan didalamnya.

Ini semua guna menaikkan kapasitas kita sebagai makhluk. Bukan cuma kapasitas keimanan saja yang dinilai, tapi juga kapasitas amaliyah (amal perbuatan kebaikan) kita. Dan ilmu adalah pegangan kita guna meningkatkan kapasitas amaliyah.

Dengan ini nantinya akan terjadi keselarasan hidup antara diri, SANG PENCIPTA dan makhluk sekitar. Inilah yang disebut penghambaan vertical dan horizontal. Pembuktian kita kepada NYA dan pembuktian kita ke sesama makhluk. Makhluk itu luas bukan hanya manusia, tapi alam semesta dan isinya. 

Orang yang beriman percaya kalau dia adalah makhluk universal, tindakannya bukan hanya untuk dirinya saja. Tapi juga untuk makhluk lainnya. Sebaik-baiknya tindakan adalah yang berlandaskan keilmuan dan hikmah, dan sebaik-baiknya makhluk adalah mereka yang tinggi kebermanfaatannya untuk alam semesta.



6.       Sikap Ikhlas

Ikhlas adalah perkara hati. Sangat halus dan penilai sejatinya hanyalah DIA. Ketakwaan, keteguhan dan kesabaran manusia dinilai dari keikhlasannya. Mencari ilmu pun dinilai dari keikhlasan. Ikhlas adalah meluruskan harapan. Benar-benar lurus sampai tidak ada harapan lain lagi dihati ini selain SANG PENGHIDUP. Tidak ada harapan tentang dunia, tidak ada lagi harapan tentang pahala, tentang surga atau kenikmatan apapun. Karena yang dituju hanyalah SANG PENGHIDUP. Ikhlas seperti ketulusan cinta sejati. Tidak berharap dibalas. Tapi hanya ingin yang dicintainya merasa dicintai.

Orang yang dihatinya ada ikhlas akan mudah menghadapi kenyataan hidup. Dia tidak lagi mengeluh, meratap, menggeretu atau bertanya-tanya kenapa. Keikhlasan dalam menghadapi segala sesuatu berarti secara tulus menjalani apapun kenyataan hidup karenaNYA. Dia bertakwa karenaNYA.  Dia pun berteguh hati karenaNYA. Dia bersabar karenaNYA. Dia berilmu karenaNYA. Tidak ada dihatinya harapan-harapan lain selain kepadaNYA.

Tidak ada batasan tentang keikhlasan. Tidak ada hukumnya dan tidak ada barometernya. Semua hanya bisa dikembalikan dan dinilai olehNYA. Hanya DIA-lah yang bisa menilai keikhlasan makhlukNya. Tugas kita hanyalah menjadi sepantas-pantasnya makhluk. Paling tidak sisakan satu ruang yang amat besar diantara ruang-ruang harapan kita. Lalu pastikan satu ruang terbesar itu hanyalah untukNya.


Sahabatku… Demikianlah 6 sikap pokok yang minimal harus kita miliki guna menghadapi segala kenyataan hidup yang terjadi. Resapilah, bahwa apapun kenyataan yang kita hadapi kita menghadapinya denganNYA. Dia tidak pernah menggeser dan menjauh. DIA adalah dekat dan “Nyata”.  


Salam Semesta

Copyright © www.PesanSemesta.com 

IG : @PesanSemesta.ig . FB : PesanSemesta.7
Lebih baru Lebih lama