#LGBT – Transgender Berbeda Dengan Orientasi Seksual


Saat kita berbicara LGBT mau tidak mau kita akan masuk kedalam dunia transgender dan dunia orientasi seksual. Dimana kedua dunia ini adalah dunia yang berbeda, namun sering disamakan. Membahas LGBT memang seperti mengupas bawang bombai. Apa yang kita lihat dan kita ketahui sekarang hanyalah lapisan terluarnya saja, kita belum sampai kedalam intinya. Sementara untuk sampai kedalam lapisan inti bawang bombai kita harus mengupas satu persatu lapisannya. Dalam lapisan-lapisan ini kita akan masuk kedalam dunia yang penuh warna.

Kenapa kita tidak langsung kepada point intinya saja? Jawabannya adalah karena masalah ini hadir bukan untuk kita hakimi,  melainkan kita pelajari. Tugas kita sekarang adalah mencari sebab akibat dari apa yang berlangsung, karena dari sana lah kita bisa mencegah, lalu memperbaiki. Kita harus meng-unlock lapis-perlapisnya terlebih dahulu agar menjadi paham. Sehingga tidak terjadi lagi relaita seperti realita kita sekarang. Dimana kita hanya bisa menghakimi tanpa bisa memahami, apalagi memperbaiki. Akhirnya yang terhakimi merasa terdiskriminasi, memberontak dan membentuk kekuatan untuk menormalkan ketidakberesan yang sedang berlangsung didalam dirinya dengan meng-atas-namakan takdir SANG PENCIPTA. Padahal itu sama sekali bukan.

Sahabatku… LGBT tidak pernah menjadi garis takdir seseorang ataupun kelompok. LGBT adalah murni sebuah kompleksitas sebab akibat. LGBT adalah hasil akhir. Ada banyak penyebab yang mengakibatkan seseorang akhirnya terjerumus kedalamnya.

Manusia itu bukan hanya paket ‘saya’ atau ‘dia’. Manusia adalah kesatuan tritunggal yang sangat kompleks, antara jasad – jiwa dan ruh. Apabila kita membahas jasad, berarti kita bukan hanya membahas satu tubuh, namun kita juga membahas seluruh komponen didalamnya dan kita juga membahas programnya yaitu jiwa. Karena LGBT muncul akibat ketidakberesan antara kedua sistem ini. Jadi apabila ada yang bertanya apa itu penyebab LGBT? Maka jawaban singkatnya adalah ketidakberesan antara sistem jasad dan jiwa. Ada sebab-akibat yang berlangsung, sehingga jasad dan jiwa beroperasi secara tidak benar didalam dirinya.

Karena alasan inilah, kami lebih senang menyebut LGBT sebagai korban, bukan pelaku. Karena jujur sebenarnya mereka hanyalah korban dari ketidakberesan sistem diri mereka sendiri, dan bagian menyedihkannya mereka tidak menyadari apalagi memahami ketidakberesan ini. Para LGBT lebih nyaman berpikir apa yang mereka lalui adalah takdir, padahal itu sama sekali tidak.

Kembali lagi ke dunia transgender dan orientasi seksual. Disini kami mau meluruskan dahulu cara pandang kita yang sedikit keliru tentang kedua masalah ini. Jujur selama ini kita terlalu takut dengan dunia ini, akhirnya ketakutan kita menutup mata kita untuk memahami apa yang sebenarnya berlangsung.

Sudah menjadi keniscayaan kalau manusia hanya memiliki dua jenis seks, yaitu perempuan dan laki-laki. Ini dilihat berdasarkan alat kelamin kita. Penentuan jenis kelamin terjadi saat pembuahan. Setiap sperma memiliki kromosom X atau Y di dalamnya. Semua telur memiliki kromosom X. Ketika sperma membuahi sel telur, kromosom X atau Y-nya bergabung dengan kromosom X sel telur. Seseorang dengan kromosom XX biasanya memiliki jenis kelamin perempuan dan seseorang dengan kromosom XY biasanya memiliki jenis kelamin laki-laki.

Seharusnya susunan kromosom yang normal ini cukup untuk membuat manusia terlahir normal menjadi perempuan atau laki-laki ‘sejati’. Tapi ternyata ini saja tidak cukup. Ada beberapa faktor hormonal yang ketidak normalan kadarnya akan mempengaruhi identitas gender seseorang. Dari sinilah awal masalah muncul. Apa itu identitas gender?  

Identitas gender adalah bagaimana perasaan seseorang di dalam dan bagaimana seseorang mengekspresikan perasaan itu. Misalnya begini; seorang perempuan sejati merasa dan menyakini bahwa dirinya adalah perempuan. Begitu juga seorang laki-laki sejati merasa dan menyakini bahwa dirinya adalah laki-laki. Namun ada sebagian orang mengalami kenyataan yang berbeda, dimana antara jenis kelamin dengan apa yang diarasakan dan diyakini didalam dirinya berbeda.

Jadi apabila dia berjenis kelamin laki-laki tetapi didalam dia memiliki rasa dan keyakinan diri bahwa dia adalah perempuan. Dan apabila dia berjenis kelamin perempuan, maka didalam dia memiliki rasa dan keyakinan diri bahwa dia adalah laki-laki. Intinya tidak ada kecocokan antara perasaan yang dia bawa, dengan jenis kelamin yang dia miliki. Orang-orang yang merasakan ketidakcocokan ini disebut “transgender”. Sementara keadaan mereka disebut denga istilah “disforia gender”.

Disforia gender adalah suatu kondisi di mana seseorang mengalami ketidaknyamanan atau kesusahan karena ada ketidaksesuaian antara seks biologis (jenis kelamin) dan identitas gender. Kadang-kadang dikenal juga sebagai ketidaksesuaian gender.

Beberapa orang dengan disforia gender memiliki keinginan kuat dan gigih untuk hidup sesuai dengan identitas gender mereka, daripada jenis kelamin biologis mereka. Orang-orang ini kadang-kadang disebut waria atau trans. Beberapa orang trans bahkan benar-benar melakukan perawatan untuk membuat penampilan fisik mereka lebih konsisten dengan identitas gender mereka.

Untuk mempersingkat tulisan kita akan membahas utuh tentang disforia gender pada lain artikel. Nanti kita akan membahas tentang penyebab, ciri-ciri dan penanganannya, silahkan tulis di comment apabila Anda setuju mau membaca utuh tentang topik ini.

Selanjutnya sahabatku…

Jujur kita sering mencampuradukkan kedua dunia transgender dengan dunia orientasi seksual. Misalnya saat kita melihat seseorang transgender, banyak dari kita secara otomatis menganggap mereka juga homoseksual. Namun, sebenarnya tidak seperti itu. Gender dan seksualitas berbeda, dan merupakan perbedaan penting untuk dipahami.

Orientasi seksual adalah "ketertarikan emosional, romantisme atau seksual kepada orang lain." Pada dasarnya orientasi seksual adalah hasrat ‘kebinatangan kita’. Dengan siapa seseorang tertarik untuk berhubungan seks Itulah orientasi seksual. Jadi memang tidak perlu menjadi transgender untuk memiliki orientasi seksual yang menyimpang. Setiap orang bisa menjadi heteroseksual, homoseksual, biseksual, panseksual atau bahkan aseksual.

Jadi maksudnya seorang waria bisa memilih menjadi heteroseksual, homoseksual, biseksual atau aseksual. Begitu juga seorang perempuan yang memegang penuh identitas gender kelaki-lakian dia bisa memiliki orientasi seksual heteroseksual, biseksual atau homesksual. Pertanyaan kritisnya adalah : APA HAL YANG MEMPENGARUHI SESEORANG UNTUK MEMILIH ORIENTASI SEKSUAL MENYIMPANG?

Sahabatku… Tentu ada banyak alasan dibalik sebuah pilihan. Sebagian besar ilmuwan saat ini sepakat bahwa orientasi seksual adalah hasil dari kombinasi faktor lingkungan, emosional, hormonal, dan biologis. Dengan kata lain, ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap orientasi seksual seseorang, dan faktor-faktor itu mungkin berbeda untuk orang yang berbeda.

Ada banyak teori untuk menjawabnya. Masing-masing teori membawa bukti ilmiahnya sendiri-sendiri. Bukti ini sangat berkaitan dan tidak bisa kita kesampingkan begitu saja. Meski penelitian ilmiah tentang orientasi seksual masih terus berlanjut, dan belum sampai pada titik kesimpulan utuh. Namun sedikit informasi dibawah ini setidaknya bisa memberi kita gambaran tentang apa yang harus kita lakukan.


1# Teori Pendidikan

Sahabatku… Pahamilah homoseksualitas dan biseksualitas tidak disebabkan oleh cara seorang anak dibesarkan oleh orang tuanya.

Kita  tidak bisa "mengubah" seseorang laki-laki menjadi gay. Misalnya, dengan mengekspos anak laki-laki ke mainan atau habbit yang dibuat untuk anak perempuan seperti boneka barbie, mainan masak-masakan, baju pink. Atau kita menyibukkan anak laki-laki dengan aktifitas yang normalnya dilakukan perempuan, seperti memasak, menjahit, dan mengasuh bayi. Hal-hal ini tidak akan membuat seorang anak laki-laki tumbuh dan memiliki orientasi seksual homoseksual atau biseksual. Hal yang sama juga berlaku terhadap anak perempuan. Bukan berarti perempuan memakai celana atau bermain tinju, maka otomatis memiliki orientasi seksual yang menyimpang.

Intinya, gender yang melekat pada seorang tidak serta merta membuatnya menjadi seorang homoseksual atau biseksual. Karena bahkan laki-laki atau perempuan normal pun bisa memiliki orientasi seksual yang menyimpang. Banyak para laki-laki yang sangat macho namun memiliki orientasi seksual gay, dan wanita yang sangat feminism namun memiliki orientasi seksual lesbian. Jadi bagaimana cara seseorang dididik secara gender tidak selalu akan berbanding lurus dengan orientasi seksualnya.

Yang sangat berpengaruh pada masa anak-anak adalah apabila seorang anak mengalami pelecehan seksual, baik oleh sesama jenis atau lain jenis. Ada sebuah hubungan trauma psikologis  yang membuat  anak memilih orientasi seksual yang berbeda pada saat dia dewasa. Namun ini tidak menjadi satu-satunya faktor tunggal. Karena pada beberapa kasus, tidak semua korban pelecehan benar-benar berorientasi seksual menyimpang pada masa dewasa mereka. 


2# Teori Hormon

Hormon adalah pembawa pesan kecil dalam organisme yang mengatur berbagai fungsi dan proses. Ketidakseimbangan atau berkurangnya kadar hormon dikaitkan dengan berbagai gejala dan konsekuensi yang tidak diinginkan, terutama ketika menyangkut estrogen dan testosteron, dua hormon penting dalam tubuh wanita dan pria. Hormon mengatur libido kita, kesehatan seksual secara keseluruhan, dan kinerja seksual kita.

Perbedaan utama antara pria dan wanita adalah hormon mereka. Jadi, ketika janin terpapar hormon, hal itu dapat memengaruhi proses hormon, yang memengaruhi orientasi seksualnya. Ada penelitian ilmiah yang ingin kami bagikan disini. Para ilmuwan telah menemukan bahwa orang yang ibunya mengonsumsi progesteron saat hamil mengidentifikasi sebagai heteroseksual lebih jarang daripada mereka yang ibunya tidak menerima pengobatan progesteron.

Sebuah penelitian yang mencakup data dari 34 orang Denmark (17 pria dan wanita) yang lahir di Rumah Sakit Universitas di Kopenhagen, Denmark, antara tahun 1959 dan 1961, sebagai bagian dari Kopenhagen Perinatal Cohort. Semua dari mereka dilahirkan dari ibu yang telah dirawat dengan progesteron (dan tidak ada bentuk terapi hormon lain) selama dua trimester pertama mereka untuk menghindari keguguran.

Ketika anak-anak berusia sekitar 23 tahun, mereka diminta untuk mengisi kuesioner tentang orientasi seksual mereka dan diwawancarai oleh seorang psikolog. Hasilnya dibandingkan dengan orang-orang dari kelompok lain yang ibunya tidak diobati dengan progesteron.
Hasilnya menunjukkan kecenderungan yang lebih besar, terutama di kalangan pria, untuk mengidentifikasi sebagai gay atau biseksual jika ibu mereka telah diobati dengan progesteron. Ini sekitar 20 persen (lima pria dan dua wanita) dibandingkan dengan nol pada kelompok kontrol.

Ketika ditanya apakah mereka pernah tertarik pada anggota jenis kelamin mereka sendiri, sekitar 30 persen mengatakan ya (enam pria dan empat wanita), dibandingkan dengan enam persen dalam kontrol (nol pria, dua wanita). Hampir delapan belas persen mengatakan mereka saat ini tertarik pada kedua jenis kelamin (tiga pria dan tiga wanita), dibandingkan dengan tiga persen dalam kontrol (nol pria, satu wanita).

Antara 14,7 dan 24,2 persen mengatakan bahwa mereka memiliki semacam hubungan seksual dengan anggota jenis kelamin mereka sendiri, yang dibandingkan dengan 0 hingga 9,1 persen pada kelompok kontrol. Di sini, kontak seksual berkisar dari tidak berpakaian sepenuhnya (17,6 persen), hubungan seksual (14,7 persen), tidur bersama (17,6), atau bermasturbasi di depan seseorang (24,2 persen). Sumber : sciencenordic.com

Data tentang dampak hormon pada orientasi seksual memang masih terbatas karena subjek ini masih kurang diteliti.  Tapi dari studi ini menyiratkan bahwa susunan hormon dalam pengaturan prenatal dapat menentukan seksualitas seseorang di kemudian hari. Jadi dari sini kami memberi saran agar para perempuan tidak sembarangan mengkonsumsi obat-obatan, apalagi itu obat-obat yang memiliki fungsi hormonal pada masa awal dan selama kehamilan. Karena apa yang dikonsumsi akan memiliki efek. Faktor prenatal yang memengaruhi atau mengganggu interaksi hormon-hormon ini pada otak janin yang sedang berkembang dapat memengaruhi perilaku orientasi seksual pada anak yang akan mereka bawa sepanjang hidup mereka. Ini bukan bagian dari takdir, melainkan sebab-akibat.


3# Teori Genetika

Mengapa homoseksualitas tidak hilang begitu saja dari generasi ke generasi? Ini adalah pertanyaan yang sedang dibahas dan dicari jawabannya. Faktanya angka mereka terus bertambah, bukannya berkurang. Dan mereka tidak pernah musnah. Apapun akibat dari orientasi seksual menyimpang tidak menghentikan mereka untuk memilihnya. Berarti ada alasan kuat yang membuat mereka mengesampingkan logikanya. Apakah ini ada faktor genetika?

Sayangnya para ilmuan belum bisa menjawabnya secara utuh. Meski sudah dilakukan beberapa penelitian tentangnya. Dan muncul salah satu kecurigaan para ilmuwan terhadap penyebab gay pada manusia dari kode genetik unik Xq28 yang ditemukan hampir pada beberapa gay. Meski demikian, ilmuwan belum dapat memastikan bahwa gen tersebut adalah faktor utama di balik asal usul penyebab gay.

Jadi memang belum bisa disimpulkan bahwa orientasi seksual menyimpang diturunkan oleh genetika. Karena pada kenyataanya, orang dengan orientasi homoseksual tidak mungkin memiliki keturunan langsung dengan pasangan sesama jenisnya. Hal ini terjawab oleh penelitian yang dilakukan oleh Boclandt dkk pada tahun 2006. Penelitian itu menyatakan bahwa garis turunan dari ibu yang membuat gen gay bertahan pada diri seseorang. Meski belum ada penelitian lebih lanjut, bagaimana seorang ibu bisa membawa gen itu didalam dirinya, yang nantinya diturunkan dan membawa pengaruh kepada orientasi seksual keturunannya.

Betul memang orientasi seksual heteroseksual sudah dibawa bersama saat pembentukan kromosom jenis kelamin. Namun penelitian ilmiah belum menemukan gen khusus lainnya yang benar-benar bertanggung jawab untuk membuat seseorang benar-benar berorientasi seksual homoseksual. Karena bahkan mereka yang tidak memiliki kode genetik unik Xq28 pun masih ada yang beorientasi seksual homoseksual.


4# Teori Psikologi

Orientasi seksual tidak disebabkan oleh hormon saja. Beberapa penelitian memang menunjukkan bahwa stres prenatal secara signifikan meningkatkan kemungkinan homoseksualitas atau biseksualitas, meskipun belum ada bukti spesifik yang menunjukkan pada trimester mana yang paling berpengaruh.

Wanita yang menderita stres selama kehamilan meningkatkan kemungkinan anak mereka menjadi gay. Wanita hamil yang menderita stres juga lebih mungkin melahirkan anak-anak homoseksual, karena kadar hormon stres kortisol yang meningkat mempengaruhi produksi hormon seks janin. Stres mengubah produksi hormon adrenal, termasuk testosteron dan androgen lainnya.

Sebuah laporan awal menunjukkan bahwa stres prenatal juga dapat mempengaruhi orientasi seksual pada pria. Studi ini mewawancarai 200 pria tentang peristiwa stres yang terjadi selama kehamilan ibu mereka dengan mereka, dan melaporkan bahwa peristiwa stres sedang hingga parah dipanggil kembali oleh 68% pria homoseksual, dan oleh 40% pria biseksual, tetapi hanya oleh 6% pria heteroseksual. Sumber : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3296090/


Sahabatku… Dari beberapa teori ilmiah diatas tentang LGBT dapat kita buat sebuah garis lurus. Bahwa orientasi seksual seseorang bukanlah sebuah penyakit. Melainkan sebuah ketidakberesan yang terjadi didalam sistem jasad, sehingga mempengaruhi perilaku, penalaran dan hasrat seksual seseorang. Membuktikan bahwa memang LGBT bukanlah takdir, melainkan sebab-akibat yang terus bergulir.

Pastinya ada banyak penyebab dari ketidakseimbangan hormonal, kerusakan genetik dan stress berlebihan yang memicu seorang ibu menurunkan ketidakberesan ini kepada anaknya. Namun sekali lagi, meski ini bukan pilihan, namun ini adalah sebab akibat.

Semoga ada kesempatan lain, kami diberi kesempatan untuk membahas tentang penyebab utama dari ketidakseimbangan ini, sehingga kita mampu melakukan pencegahan sedini mungkin. Dan hal penting lain untuk dibahas juga adalah tentang bagaimana mengontrol orientasi seksual yang menyimpang secara sadar.

Akhir kata sahabatku… Kita tidak bisa berkata bahwa orientasi seksual adalah hal yang tidak penting. Orientasi seksual adalah fitrah yang masih dibawa oleh manusia. Tujuan utamanya sebenarnya agar manusia mau melanjutkan keturunannya. Namun fantasi manusia memang berkata lain tentang seks. Bagi sebagian kita seks bukanlah sekedar cara untuk melanjutkan keturunan, melainkan sebuah kebutuhan batin yang harus dipenuhi.

Tiap-tiap manusia memiliki cara dan pandangan tersendiri yang menentukan bagaimana ‘pemenuhan’ itu diaplikasikan. Hal yang penting adalah bagaimana manusia mampu mengontrol dirinya sendiri. Artinya memimpin dirinya sendiri. Tentunya memimpin didalam kebaikan.

Baik dan buruk memang merupakan hal yang relatif. Satu-satunya kebaikan adalah kebaikan yang membuat kita merasa baik didalam. Mata hati manusia tidak pernah salah mengartikan mana yang baik dan mana yang keliru. Itulah kenapa LGBT masih menjadi masalah sampai sekarang. Karena bahkan bagi para korban pun, jauh didalam hati mereka, mereka menyakini bahwa jalan yang sedang mereka tempuh itu bukanlah jalan yang terbaik bagi mereka.

Apabila Anda adalah korban LGBT. Maka pahamilah dan percayalah, Anda tidak pernah ditakdirkan seperti ini sahabatku… Pahamilah SANG MAHA PENYANYANG tidak pernah mentakdirkan Anda untuk menggengam erat label itu. LGBT bukanlah takdir, bukanlah sistem keseimbangan, tapi murni dari kompleksitas sebab –akibat. Percayalah Anda bisa berhenti menjadi korban. Dan bagi kita yang bukan korban, mohon bergeraklah dalam kebijaksanaan. Bukan berarti kita harus mendorong LGBT untuk berkembang. Justru kita harus membantu mereka untuk menerima kenormalan mereka kembali. Memberi dukungan dengan cara yang ‘benar’. 


Salam Semesta

Copyright © www.PesanSemesta.com


Lebih baru Lebih lama