APA ITU MATUR NUWUN GUSTI?



Seorang sahabat bertanya “Apakah menikmati nikmat sama dengan matur nuwun gusti??” Melalui anugerahNYA izinkan kami menjawab.

Sahabatku…

Berterimakasih kepada Dzat Maha memiliki tingkatan. Tingkatan pertama adalah apa yang biasa kita lakukan sekarang, yaitu mengucapkan ‘terimakasih’.

Masing-masing agama, keyakinan kepercayaan memiliki  banyak lafadz untuk mengucapakannya. Saat kita percaya kepada Dzat Maha Mendengar maka kita tidak akan menjadi terlalu sombong dan mengakui kalau hanya lafadz kita yang diterima dan didengarNYA. Tapi ini bukan masalah penting yang akan kami bahas, karena yang terpenting justru ada pada alasan sebuah pengucapan.

Sudah kita bahas sebelumnya, kalau kita hanya terbiasa mengucapkan ‘terimakasih’ sebagai ungkapan syukur atas segala hal yang menurut kita nikmat, kalau tidak nikmat maka kita tidak mengucapkannya.

Itulah kenapa kita harus membawa ucapan berterimakasih setingkat lebih tinggi, yaitu dengan merasakan berterimakasih, yaitu saat terimakasih bukan lagi sekedar ucapan basa-basi. Namun sebuah rasa penerimaan yang nyaman dalam segala suasana dan situasi.

Merasakan berterimakasih itu diungkapkan dengan melihat bahwa segala sesuatu dalam hidup ini adalah nikmatNYA, dan kita mengucapkan terimakasih dengan menikmati nikmatNYA tanpa memilah dan mendikte, tapi menerima dengan penuh kesadaran kalau hidup ini adalah alur sebab akibat dan Dzat Maha sudah memberi kita sebuah perangkat yang cukup untuk melampaui dan memilih sebab akibat dari alur hidup kita sendiri. Dzat Maha menyertai dan terus membimbingi kita melampaui dan memilih alur hidup kita.

Masalahnya, kesadaran kita akan ini terlalu tumpul akhirnya kita belum bisa membawa merasakan berterimakasih ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Apakah tingkatan itu?

Yaitu tingkatan dimana kita tidak lagi mendikte nikmat karena kita segalanya adalah nikmatNYA. Tingkatan dimana kita sudah berwaskita, sadar betul dengan kewaspadaan akan segala tindakan kita memetakan alur hidup kita sendiri. Tingkatan dimana kita merasakan kesertaanNYA dan bimbinganNYA.

Sahabatku… Betapa sering kita lupa berterimakasih hanya karena kita lupa kalau sebenarnya Dzat Maha lah yang menyertai dan membimbing? Betapa sering kita lalai berterimakasih karena merasa ini adalah bagian yang ‘saya’ lakukan bukan yang ‘Dzat Maha’ lakukan? Betapa sering kita mengais-ngais nikmat ditengah segala nikmat yang tidak pernah bisa terhitung?

Tulisan ini hanya bahan renungan kita untuk memaknai hidup kita sendiri. Apa itu hidup kalau bukan hidupNYA? Apa itu gerakan kalau bukan gerakanNYA? Apa itu hidup kalau bukan bimbinganNYA?

Tapi sedihnya kita belum merasakan ini, padahal ini hanyalah terimakasih yang sesungguhnya. Matur Nuwun Gusti bukan sebuah ucapan namun sebuah rasa kebersamaan.

Kesadaran kita yang merasakan kebersamaan bersamaNYA. Selalu bersamaNYA dalam dekapan ikatan kasih sayang abadi, bukan ketakutan abadi… Itulah orang-orang yang bersyukur, mereka yang tidak lagi ‘mengucapkan terimakasih’ namun mereka ‘berterimakasih’ dalam kasih sayang dan dalam segala nikmatNYA. Semoga kita bisa menjadi bagian dari mereka.

Tapi kalau dipikir-pikir apakah Dzat Maha memerlukan dan membutuhkan terimakasih saat Dzat Maha dengan ketulusan yang tak lagi terucap sudah menganugerahi segalaNYA?

Sahabatku… Mungkin hanya kita yang memerlukan dan membutuhkan berterimakasih kepada-NYA untuk senantiasa terhubung.  Bukankah sebuah keterhubungan adalah sebuah kebersamaan?

Terimakasih untuk pertanyaannya…

Salam Semesta

Copyright 2019 © www.pesansemesta.com
#pesansemesta

Lebih baru Lebih lama