THE POWER OF BELIEF – CARA MERUBAH LIMITED BELIEF MENJADI POWERFULL BELIEF
Januari 28, 2022
Sahabatku… Apa kekuatan terbesar
yang tanpa modal, hampir 100% gratis, tidak meminta syarat apapun. Tapi sering
tidak kita pilih? Iya, jawabannya adalah BELIEF – KEYAKINAN.
Setiap orang memiliki kekuatan
untuk memilih keyakinannya. Kesadaran manusia mampu mengelola begitu banyak
informasi. Lalu secara bebas, tanpa ketentuan apapun, kita mengkonsepkan
keyakinan menjadi kenyataan.
Seseorang bisa memilih memiliki
LIMITED BELIEF yang akan terus menarik dirinya menjadi kecil atau seseorang
juga bisa memilih memiliki POWERFULL BELIEF yang akan terus menarik dirinya
untuk menjadi kebesaran yang secara bertahap berkembang.
Kedua pilihan ini bebas dipilih
atau dibentuk se-begitu saja. Sayangnya memang kita ini sering sembarangan membentuk
belief tanpa kendali yang sadar.
Kadang dalam hidup ini kita
sering tidak sadar kalau kita membiarkan diri membentuk pilihan besar ini
secara otomatis.
Jadi begini, secara biologis,
keyakinan adalah bagian integral dari operasi otak. Keyakinan terbentuk dari
semburan neurotransmitter.
Neurotransmitter dapat
diistilahkan dengan kata-kata yang digunakan otak untuk berkomunikasi dengan
pertukaran informasi yang terjadi secara terus-menerus, yang dimediasi oleh
pembawa pesan molekuler yang secara dramatis mempengaruhi biokimia otak.
Dengan kata lain, keyakinan
adalah ikatan molecular yang bekerja dalam tubuh. Dan ini terprogram secara
otomatis. Tapi bukan berarti program tidak bisa dikendalian.
Sudah menjadi keniscyaan kalau
apapun yang terbentuk dalam tatanan molecular selalu bisa dikendalikan. Agar
bisa dibentuk, dirubah, ditingkatkan, diturunkan atau dipertahankan begitu saja
tanpa ditingkatkan atau diturunkan.
Contoh sederhananya saat tubuh
kita sakit. Pada saat sakit sebagian tatanan molecular kita berubah dengan
alasan-alasan tertentu. Tapi pada saat yang sama kita juga memiliki pilihan untuk
memperbaiki tubuh secara benar, agar molecular tubuh kita pulih atau tidak memperbaiki
sama sekali, sehingga molecular tubuh kita terus menurun.
Ini adalah contoh sederhana kalau
sebuah pilihan bukan sekedar tentang kesadaran yang mempengaruhi bagian jiwawi
saja. Tetapi juga mempengaruhi keseluruhan fisik manusia itu sendiri. Kita adalah
komponen yang terhubung dalam ketersalingan.
Belief bukan sekedar bagian jiwa
tapi juga jasad. Memang hal yang jarang diketahui oleh kita, adalah kenyataan
bahwa biokimia tubuh kita berasal dari kesadaran kita. Kesadaran yang diperkuat
oleh keyakinan menjadi biokimia kita.
Setiap sel kecil di tubuh kita
sangat sadar dan benar-benar sadar tentang pergerakan pikiran kita, perasaan
dan tentu saja, keyakinan kita.
Itulah kenapa keyakinan seseorang
selalu bisa berubah dan berkembang berdasarkan PILIHAN. Keyakinan bukanlah
tatanan baku. Asalkan seseorang mau MEMILIH terbuka dan mau menerima informasi
lainnya, maka keyakinannya sekuat apapun bisa berubah asalkan kita tahu cara
merubahnya.
Jadi sahabatku… Bagaimana caranya
merubah LIMITED BELIEF menjadi POWERFULL BELIEF? Jawabannya, adalah dengan
kembali memilih menjadi pelajar yang netral.
Sistem kepercayaan manusia
dibentuk oleh semua pengalaman yang dipelajari dan dipraktekannya, yang lalu disaring
melalui kesadarannya.
Indera kita hanya mentransfer
informasi, membawanya ke otak lalu otak menangkap untuk mengolahnya berdasarakan
persepsi yang sudah terprogram dalam kesadaran.
Untuk merubah program kesadaran,
maka harus mau merubah pola pikirnya juga. Saat pola pikiran mulai membentuk
kesadaran yang berbeda, maka saat itulah keyakinan berubah.
Sementara satu-satu caranya untuk
merubah pola pikir, adalah dengan
menjadi pelajar yang NETRAL.
Kenapa? Karena apapun yang Anda
nilai adalah perception reality Anda
sebagai kesadaran. Tidak ada takdir yang bermain disana. Hanya ada nasib yang
bisa dibentuk.
Persepsi adalah sebuah proses
saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna
memberikan arti bagi lingkungan mereka. Ini menyangkut bagaimana kesadaran
menggerakkan pikiran lalu akhirnya pikiran membiarkan jasad mengelolanya.
Tetapi, persepsi itu bukan
sekedar keyakinan, melainkan meliputi semua sinyal dalam sistem saraf, yang
merupakan hasil dari stimulasi fisik atau kimia dari organ pengindra.
Meskipun jasad seluruh umat
manusia beroperasi dengan system yang sama. Tetapi setiap manusia memiliki
keterbatasan fisiknya sendiri-sendiri. Dan inilah yang membuat setiap persepsi
unik.
Tidak akan ditemukan persepsi
yang sama persis karena tiap kita memandang hidup berdasarkan toolsnya
(jasadnya) masing-masing.
Inilah alasan utama kenapa
tingkat kesadaran tiap manusia juga berbeda-beda. Karena tiap setiap kita
memiliki program yang bekerja secara berbeda-beda pula.
Begitulah apa adanya keniscayaan
yang terbentuk. Bahkan wajah dan sidik jari kita tidaklah sama. Dalam
perbedaan-perbedaan ini tiap diri diberi pilihan untuk merubah beliefnya
masing-masing.
Dalam proses yang berjenjang,
seluruh molecular tubuh kita akan menulis program baru untuk mendukung
kesadaran baru.
Jadi tidak ada yang perlu
dikhawatirkan. Kita selalu bisa berubah menjadi baik, dan selalu menjadi baik
pada detik yang sama selama kita mau netral merubahnya.
Nah, disinilah kita akan bertanya
lagi, kenapa harus NETRAL?
Sahabatku… Melalui dirinya
sendiri manusia menjadi makhluk semesta yang memberi makna bagi realitanya
sendiri. Tapi ternyata kenyataan yang dipersepsikan oleh kesadaran kita, tidak
pernah bisa menjadi acuan akan kebenaran hakiki dari kenyataan mutlak.
Persepsi hanya bertindak sebagai
lensa yang melaluinya kita memandang kenyataan. Tapi kalau kita jeli bertanya
“apakah sesuatu yang kita sebut kenyataan itu adalah kebenaran mutlak?” maka
untuk menemukan jawabannya kita harus berlari untuk berada di titik netral
terlebih dahulu.
Tentunya kita ingin hidup dalam
lingkaran kebenaran, bukan? Setiap hari kita memohon jalan yang lurus
(kebenaran) berkali-kali dan berulang-ulang. Jadi jelas tanpa perlu dibantah
kita mengharapkan belief yang kita tanam atau rubah ini adalah keniscayaan
sejati yang sebenar-benarnya.
Hanya saja sahabatku… bagaimana
kita bisa melihat keniscayaan semesta kalau kita masih membatasi apa yang kita yakini
dengan persepsi yang bahkan kita tidak tahu, apakah persepsi itu sesuai atau dengan
keniscayaan yang sebenar-benarnya atau tidak?
Titik perenungannya; sampai kapan
kita bisa melihat keniscayaan kalau kita masih melihatnya dengan ego pembenaran
yang selalu harus benar?
Keniscayaan bukan seperti kita
melihat angka 6 atau 9 dari sisi yang berbeda. Untuk melihat keniscayaan, kita
tidak bisa memilih berdiri pada sisi orang yang melihat angka 6 atau melihat
angka 9.
Melainkan kita harus berdiri di depan
mereka, agar kita bisa tahu kalau ternyata kebenaran hakikinya bukan tentang
angka 6 dan 9, melainkan di luar keduanya.
Itulah kenapa harus NETRAL – dalam
proses belajar kita tidak boleh menilai benar atau salah hanya untuk
memposisikan diri pada keuntungan.
Dalam proses belajar membentuk
POWERFULL BELIEF ini kita harus mau menerima pelajaran semesta bukan sebagai
gerbang penilaian.
Karena di titik netral inilah
manusia akan melihat keniscayaan untuk melihat kenyataan. Dimana kita tidak
lagi membatasi apa yang kita lihat dengan segala persepsi-persepsi lama kita. Melainkan
kita akan membiarkan semesta menyibak keniscayaan yang sebenar-benarnya.
Sebagai seorang pelajar kita
hanya mempelajari kebenaran-kebenaranNYA yang tersibak tanpa setitik penilaian
apapun kecuali itu adalah bentukanNYA yang sempurna. Kesempurnaan bentukanNYA
yang melewati batas penilian manusia itulah keniscayaan.
Bukankah ini adalah belief yang
ingin kita tanam? Tanpa perlu dinilai, memang sangat menyenangkan kalau kita
bisa memiliki kesadaran yang bisa melihat kesempurnaanNYA untuk menghormatiNYA.
Dimana titik penglihatan kita
hanyalah titik penghormatan kita kepada Sang Pembentuk.
Sahabatku… Kita ini adalah
pembentuk kecil yang sedang belajar membentuk dirinya menjadi lebih baik. Sebaik
takdirNYA yang sudah membentuk kita menjadi rahmatNYA bagi semesta alam. Karenanya
mari kita membentuk POWERFULL BELIEF yang mendukung diri agar menjadi rahmatNYA
bagi semesta alam.
.
Salam Semesta
.
Copyright © www.PesanSemesta.com
Follow :
https://www.instagram.com/pesansemesta.ig
Subscribe :
https://www.youtube.com/c/pesansemesta
KENAPA MEMPERBAIKI KESADARAN RASANYA SULIT? RAHASIA BESAR AGAR MEMPERBAIKI KESADARAN TIDAK MENJADI ‘SULIT’
Januari 23, 2022Seorang sahabat bertanya “Saya berusaha keras untuk menyempurnakan kesadaran saya. Tapi kenapa segalanya jadi terasa semakin sulit? Apakah memang seperti ini rasanya?” Melalui izinNYA kami menjawab.
Sebelumnya dengan rendah diri kami
tidak bisa menggunakan kata menyempurnakan.
Kesempurnaan adalah nilai yang
tidak memiliki batas. Kesempurnaan adalah totalitas ke-mahaan yang tergabung,
menyatu dan membentuk. Batas dari kesempurnaan hanyalah batas yang tidak bisa
terdefinisikan.
Segalanya adalah sempurna. Karena
bagi diri seorang makhluk kesempurnaan itu bukan terletak pada kesempurnaan
dirinya. Melainkan terletak pada kesempurnaan Sang Pembentuk dirinya.
Sudah sesempurna itulah diri ini.
Itulah kenapa saat kita berjuang memperbaiki kesadaran – kita tidak pernah
berjuang sebagai ksatria yang bertangan kosong. Kita justru berjuang sebagai
ksatria yang sudah lengkap dengan segala kesempurnaanNYA.
Tidak peduli apapun nilainya. Segala
bentuk tetaplah sempurna. Jadi saat manusia menilai kalau ‘kesadaran yang
meningkat’ adalah sempurna – maka bukan berarti ‘kesadaran yang tidak
meningkat’ tidaklah sempurna. Keduanya sama-sama dibentuk oleh kesempurnanNYA.
Karenanya sahabatku… Memperbaiki
kesadaran akan menjadi kata yang lebih baik digunakan. Alasannya karena kita sudah
sempurna. Kita adalah kesempurnaan yang penuh kebaikan.
Jadi jangan pernah khawatir tidak
sempurna, semuanya sudah menjadi sempurna dan baik apa adanya. Perbaikan kesadaran
adalah langkah untuk membuka bungkus kado kesempurnaan yang meningkat.
Dalam semesta ini kebaikan adalah
hal paling dinamis dari sistem yang dibuat oleh Dzat Maha. Jadi, gerakan
memperbaiki kesadaran ini tidak akan pernah padam.
Terus menerus kesadaran kita akan
bervibrasi untuk memperbaiki kesempurnaan yang ada untuk menjadi bentuk
kesempurnaanNYA yang terus berdinamis.
Akhirnya diri memang tidak akan pernah
berhenti untuk terpana dan terbenam dalam kecintaan yang manis terhadapNYA. Rasa
syukur pun akan terus saja merebak tanpa mengenal syarat kesempurnaan apapun.
Akhirnya tidak ada lagi kepedihan
yang terasa bahkan dalam tetesan darah yang mengalir. Parut luka akan tetap
manis meskipun menganga. Cengkraman lelah tidak menghilang tapi tetap saja diri
seperti bersandar dalam bantalan bulu angsa.
Ringan dalam berat, itulah
rasanya bersyukur. Dan ini adalah satu rahasia besar yang akan menghilangkan
segara rasa ‘sulit’ dalam memperbaiki kesadaran.
Karena sahabatku… Mohon dipahami,
siapa yang bilang memperbaiki kesadaran itu tidak sulit? Siapa yang bilang, memperbaiki
kesadaran itu mudah dan ringan?
Tidak pernah sahabatku… Kesadaran
diri tidak pernah menjadi porsi tanggung jawab orang lain selain diri sendiri.
Memperbaiki kesadaran artinya
kita harus mau memacut diri sendiri untuk mau menjalani tugas yang tertinggal. Untuk
membetuk fungsi yang sudah sengaja dianggurkan. Untuk menjadi rahmatNYA bagi
semesta alam.
Tentunya ada proses yang sengaja harus
dipahatkan kedalam diri oleh diri sendiri. Ada pacutan yang harus sengaja
dipacutkan ke dalam diri oleh diri sendiri.
Inilah kenapa memang memperbaiki
kesadaran itu SULIT.
Apakah memaksa diri untuk terus ‘mau’
memahat dan memacut diri itu tidak sulit? Pastinya sulit. Tetapi jangan juga lupa,
kalau hanya rasa syukurlah yang akan membuat kesulitannya menjadi manis.
Tidak hilang, tapi menjadi manis.
Bayangkan kita tersenyum di depan
kesulitan. Menenggak pahitnya, melucuti lukanya, menadahi nanahnya. Tidak sambil
mengeluh. Tapi sambil tersenyum karena masih diberi kesempatan untuk BELAJAR
dan menjadi PELAJAR.
Setiap pelajar bagaimanapun
sempurna atau tidak sempurnanya, berhak menanggung manisnya rasa syukur. Karena
disinilah bentuk rahmatNYA bagi semesta alam bisa tercicipi.
Seluruhnya sudah dibentuk untuk menjadi
rahmatNYA bagi semesta alam. Kita sebagai seorang pelajar yang sedang belajar ini
adalah rahmatNYA. Kalau ini mau kita cicipi, maka semuanya akan baik-baik saja.
Selalu baik-baik saja meskipun badai menyerang.
Sahabatku… Dalam membentuk
kesadaran kita akan terus diserang badai. Sederhananya saja badai ego yang
masih merasa dirinya paling baik. Atau badai ego yang masih menilai orang lain
tidak sesadar dirinya. Misal lainnya adalah badai kegagalan yang terus menerus
terjadi agar kita bisa berfungsi – Apakah hal-hal ini bukan badai?
Tentu ini badai kalau kita terus
berpikir bahwa kita harus membentuk kesempurnaan karena kita tidak sempurna.
Tidak sahabatku… Kesadaran ini
sudah menjadi bentukNYA yang tersempurna. Kita hanya memperbaiki kesadaran yang
sempurna ini, agar kesadaran ini BELAJAR. Kita memperbaiki kesadaran ini karena
kita ingin kembali menjadi PELAJAR-PELAJAR semesta.
Detik ini maklumilah kalau sudah
menjadi wajar seorang pelajar selalu akan menerima kesulitan. Karena dalam kesulitan
akan ada pelajaran yang membuat seorang pelajar belajar.
Kesulitan adalah awalnya
kemudahan. Jadi janganlah menyusahkan diri. Janganlah membebani diri dengan bentuknya
kesempurnaan. Cukup bawalah secuil manis yang disebut syukur agar semuanya
baik-baik saja.
Akhir kata sahabatku… Dalam
perjalanan memperbaiki kesadaran ini, sudahkah dirimu mensyukur dirimu sebelum
menilainya tidak sadar atau kurang sadar?
Syukurilah dahulu – baru perbaiki
setelahnya. Perbaikan itu akan terus terlewati dengan manis, bagaimanapun
sulitnya, karena kita melewatinya bersamaNYA.
Rasa syukur itu seperti serabut
tipis dengan ikatan yang halus. Bisa dirasakan bukan karena kita mau merasakan manisnya.
Tapi karena kita sudah ikhlas menerimaNYA.
Rahasia sudah terbongkar, tapi
ternyata rahasia ini menyisakan satu PR pelajaran yang lebih besar, yaitu
bagaimana itu menerimaNYA?
Kalau kita berkata kita sudah
menerimaNYA, lalu kenapa bahkan secuil syukur pun masih terhapus dari
keharusnya.
Berhati-hatilah, jangan sampai
ego ini menghapus keharusan yang manis.
Salam Semesta