Jawaban Scientific : Perlukah Mempertanyakan Keyakinan?









Sahabatku… Toleransi terhadap keyakinan seseorang adalah sesuatu yang lebih halus dari sekedar menahan diri untuk bertanya “Apa agama Anda?”. Lebih halus karena ini adalah pilihan jiwa. Jiwa sendiri adalah software yang mengatur sistem kehidupan seseorang secara individu. Jiwa adalah sesuatu yang pribadi. Karena keyakinan adalah pilihan jiwa, jadi jelas keyakinan adalah sesuatu yang halus.

Apakah keyakinan adalah agama? Atheis, Theis, Agnostic bahkan Satanisme masing-masing memiliki keyakinan yang berbeda. Mereka bukan agama, tapi mereka memiliki keyakinan. Jadi apakah keyakinan adalah agama? Jawabannya adalah tidak. Agama adalah keyakinan yang disepakati berdasarkan kesepakatan bersama.

Sudah menjadi kelumrahan kalau seseorang hanya akan mendukung keyakinannya. Karena keyakinan pada dasarnya adalah prinsip panduan dalam kehidupan yang memberikan arahan dan makna dalam kehidupan seseorang secara individu. Keyakinan adalah preset, filter terorganisir untuk persepsi kita tentang dunia eksternal dan internal. Jadi memang kita bisa secara bersamaan meyakini bahwa sesuatu itu benar, atau juga sebaliknya.

Keyakinan berasal dari sumber-sumber kepercayaan termasuk lingkungan, peristiwa, pengetahuan, pengalaman masa lalu, visualisasi, dll. Salah satu kesalah pahaman terbesar yang sering dipahami adalah bahwa keyakinan merupakan konsep intelektual yang statis. Padahal Keyakinan adalah pilihan. Setiap orang memiliki kekuatan untuk memilih keyakinannya. Perbedaan dalam berkeyakinan adalah hak individual. Karena keyakinan seseorang menjadi kenyataan hidupnya secara individu. Dan keyakinan seseorang bisa berubah dan berkembang.

Anda percaya matahari berwarna kuning, tapi teman Anda melihat matahari sebagai warna orange. Apabila teman Anda menyakini warna matahari yang dilihat berbeda dengan Anda, maka itu menjadi keyakinannya berdasarkan pengalaman dan pemahaman mendasar dia sebagai individu. Apakah dia telah melakukan kesalahan? Secara bijak dan adil kita harus menjawab tidak. Karena itu adalah keyakinannya, begitulah cara dia mengelola informasi didalam dirinya. Sampai nanti dia memikirkan ulang tentang keyakinan yang dia pilih.

Ketika kita memilih untuk mengubah pikiran kita, maka saat itulah kita menjadi terbuka dan mau menerima informasi sensorik lainnya yang selama ini terhalang oleh keyakinan kita. Jadi ketika kita mengubah pemikiran kita, kita mengubah keyakinan kita. Ketika kita mengubah keyakinan kita, kita mengubah perilaku kita.

Perlu diketahui bahwa pikiran dan kepercayaan adalah bagian integral dari operasi otak. Pikiran adalah semburan neurotransmitter. Neurotransmitter dapat diistilahkan dengan kata-kata yang digunakan otak untuk berkomunikasi dengan pertukaran informasi yang terjadi secara terus-menerus, yang dimediasi oleh pembawa pesan molekuler yang secara dramatis memengaruhi biokimia otak.

Itulah sebabnya kita merasa terancam atau bereaksi ketika keyakinan kita ditentang oleh seseorang. Dan inilah alasan dasar kenapa seseorang sering mem-bully serta mengkritisi keyakinan yang berbeda dengan keyakinannya. Itu sebenarnya mereka lakukan karena keyakinan didalam dirinya merasa terancam. Keyakinan seseorang berhubungan erat dengan biokimia otak dan tubuh seseorang. Jadi kimia tubuh pun akan memproses inputan-inputan keyakinan yang berbeda dengan dirinya. Jadi sangat lumrah apabila sebagian mereka yang memiliki keyakinan, fanatik dengan keyakinannya. Karena ini adalah reaksi biokimia otak dan tubuh mereka.

Reaksi ini bisa berhenti apabila kita mau berpikir. Dengan berpikir, kita membuka diri untuk menerima masukan sensorik kedalam otak untuk merubah persepsi. Masukan sensorik yang kita terima akan menjalani proses penyaringan saat mereka bergerak melintasi satu atau lebih sinapsis, yang akhirnya mencapai area pemrosesan yang lebih tinggi, seperti lobus frontal. Di sana, informasi sensorik memasuki kesadaran kita.

Untungnya bagi kita, reseptor pada membran sel bersifat fleksibel, yang dapat mengubah sensitivitas dan konformasi. Dengan kata lain, bahkan ketika kita merasa mandek 'secara emosional', selalu ada potensi biokimia untuk perubahan dan kemungkinan pertumbuhan. Itulah kenapa disebutkan diatas bahwa keyakinan bukanlah konsep intelektual yang statis.

Jadi keyakinan seseorang memang bisa berubah. Ketika dia memilih untuk mengubah pikirannya, akhirnya dia menjadi lebih terbuka dan mau menerima informasi sensorik lainnya yang sampai sekarang terhalang oleh keyakinannya sendiri. Kalau pun tidak berubah, dia menjadi flexible dengan keyakinan-keyakinan external yang berbeda dengannya. Ini terjadi karena adanya pergeseran persepsi.

Pergeseran persepsi adalah pra-syarat untuk mengubah keyakinan dan karenanya mengubah biokimia tubuh kita secara menguntungkan. Keinginan dan kemauan bawaan seseorang untuk belajar dan tumbuh membawa pada persepsi yang lebih baru. Ketika kita secara sadar membiarkan persepsi yang lebih baru masuk ke otak dengan mencari pengalaman baru, mempelajari pengetahuan atau informasi baru dan mengubah perspektif, tubuh kita dapat merespons dengan cara-cara yang lebih baru.

Ini adalah rahasia sejati bahwa ketika kita mengubah perspektif kita, kita mengubah keyakinan kita. Ketika kita mengubah keyakinan kita, kita mengubah perilaku kita. Akhirnya kita bisa memahami dan maklum. Pemahaman dan pemakluman kita terhadap keyakinan orang lain itulah yang dikenal dengan kecerdasan spiritual.

Kecerdasan spiritual inilah yang diperlukan saat seseorang memiliki keyakinan. Sayangnya tidak semua orang memiliki kecerdasan spiritual. Padahal dengan memiliki kecerdasan spiritual kita tidak akan mempertanyakan keyakinan-keyakinan orang lain. Seseorang yang memiliki keyakinan untuk beragama, silahkan beragama. Seseorang yang memiliki keyakinan tapi tidak ber-agama, silahkanlah dengan jalurnya. Hasil akhirnya bukan hanya sikap toleransi. Tapi juga pemahaman dan pemakluman terhadap perbedaan-perbedaan keyakinan itu sendiri.

Apa yang membuat seseorang mempertanyakan keyakinan seseorang hanyalah sikap fanatisme yang tidak disertai dengan kecerdasan spiritual. Sebenarnya ini hal yang wajar, karena seseorang yang fanataik dengan keyakinannya sedang mengikuti biokimia otak dan tubuhnya yang merasa keyakinannya terancam saat melihat perbedaan. Penelitian menunjukan bahwa ada tiga struktur otak yang terlibat sebagai respons terhadap penilaian ancaman dan pertahanan diri: daerah itu adalah korteks prefrontal, ganglia basal dan bagian dari sistem limbik. Fungsionalitas daerah ini memiliki potensi besar untuk memahami mekanisme pembentukan keyakinan dan relevansinya dalam fungsi atau disfungsi neurologis. Namun manusia selalu diberi pilihan, meski didalam kewajarannya pilihan itu juga tetap berlaku.

Jadi kita bisa memilih untuk mengikuti biokimia tubuh kita yang terancam, atau mencoba membuka diri untuk menerima informasi, agar sedikitnya perspektif kita menjadi flexibel. Sehingga otak dan tubuh kita tidak merasa terancam lagi dengan yang namanya perbedaan.

Semoga dari tulisan sederhana ini kita memilih untuk menjadi seseorang yang paham dan maklum. Kita paham bahwa manusia bergerak dengan keyakinannya masing-masing. Akhirnya kita maklum untuk tidak terus menerus mempertanyakan kewajaran berkeyakinan orang lain. Apalagi sampai menyinyir, membenci, serta meremehkan keyakinan orang lain.  

Muncul pertanyaan disini : Jadi apakah kalau begitu, kritisasi terhadap keyakinan tidak perlu dilakukan? Jawabannya, kritisasi terbaik adalah kritisasi kedalam keyakinan diri sendiri.

Coba Anda bertanya kedalam diri, kenapa saya menyakini apa yang saya yakini sekarang? Apa yang harus saya pelajari lagi? Seberapa dalam pengertian dan keilmuan saya terhadap keyakinan saya? Apakah keyakinan saya sudah mampu membuahkan jiwa yang bersih? Dimana letak ajarana-ajaran dari keyakinan yang saya bawa? Atau sampai dimana saya mempelajari ajarana-ajaran dari keyakinan itu?

Mari kita ambil contoh; Anggap kami adalah seorang muslim, tapi apakah Anda tahu seberapa muslim kami? Seberapa beriman kami? Seberapa bertakwa kami dimataNYA? Seberapa kami meyakini ke-islaman kami? Seberapa kami memahami ajaran-ajaran secara benar dalam kehidupan kami? Bukankah pertanyaan-pertanyaan ini lebih penting untuk kami cari tahu, ketimbang kami melihat-lihat keyakinan orang lain dan mempertanyakan keyakinan-keyakinan mereka yang berbeda.

Apalah artinya dari kami berkata “kami bera-agama muslim” “Anda ber-agama Budha” “Dia adalah Atheis” Karena itu hanyalah label-label keyakinan yang kami pilih atau dipilih orang tua untuk ditempel di diri kami. Begitu juga dengan yang lainnya. Apakah masalah kalau keyakinan Anda berbeda dengan kami? Apakah masalah kalau keyakinan kami berbeda dengan Anda? JAWABANNYA TIDAK.

Begitulah kira-kira contoh kritisasi kepada keyakinan diri sendiri. Kenapa kritisasi kedalam keyakinan diri lebih baik? Karena kritisasi kita keluar diri 90% adalah bentuk biokimia otak dan tubuh kita yang tidak nyaman dengan informasi keyakinan yang berbeda.

Sahabatku… Kita boleh kritis, tapi apakah kita sudah kritis terhadap keyakinan diri kita sendiri? dengan kritis terhadap keyakinan kita sendiri berarti kita membuka gerbang untuk berpikir, agar bisa bersikap lebih cerdas. Karena kalau kita sudah memiliki kecerdasan spiritual, maka kita tidak akan mempertanyakan, menyinyir, membenci atau meremehkan keyakinan orang lain. Apapun keyakinannya dan apapun keyakinan majemuk yang dia peluk. Karena keyakinan adalah sesuatu yang pribadi, seperti sidik jari yang tidak akan pernah sama bentuknya dengan orang lain.

Sesungguhnya apabila kita mau berpikir secara netral dengan SIAPA kita, dia dan seluruh umat Semesta menyakini sesuatu. Maka kecerdasan spiritual itu pasti akan muncul. Karena seseorang yang berpikir pastilah akan bersikap lebih dari sekedar bertoleransi. Tapi juga memahami dan memaklumi perbedaan-perbedaan keyakinan itu sebagai suatu bagian sistem.

Sahabatku… Perbedaan-perbedaan keyakinan kita hanyalah sistem keseimbangan yang DIA buat agar kita belajar untuk saling melengkapi. Sementara keyakinan yang berbeda itu belum tentu keyakinan yang lebih buruk, keyakinan yang lebih baik, atau keyakinan yang lebih benar. Buruk, baik dan benar hanyalah milik DIA SANG MAHA MENGETAHUI. Jadi bagaimana, masih perlukah mempertanyakan keyakinan?


Salam Semesta

Copyright © www.PesanSemesta.com

Lebih baru Lebih lama