Sahabatku… Spiritual adalah suatu
pengalaman jiwa yang memang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Bahkan boleh
dikatakan spiritual bukanlah sesuatu yang definitif. Setiap jiwa adalah spiritual,
namun bagaimana spiritual bermakna bagi jiwa tiap-tiap orang berbeda. Masing-masing kita akan berada pada tingkat
pemahaman jiwanya masing-masing. Begitu juga masing-masing jiwa akan berada
pada tingkat pemahaman keTuhannya masing-masing. Tidak ada garis baku pencapaian
diri yang bisa diseragamakan dalam spiritual, selain sebuah pencapaian khidmat
yang luar biasa rasanya. Rasa khidmatnya pun juga berbeda-beda tergantung jiwa
yang merasakan.
Hanya sahabatku… Kadang
ke-khidmatan rasanya membuahkan satu atau beberapa hal yang keliru. Kami
berusaha merangkum beberapa kekeliruan yang sering dilakukan saat sedang
menapaki perjalanan spiritual. Tidak ada maksud kami untuk menyalahkan. Disini
kami hanya bermaksud memperbaiki kekeliruan, agar perjalanan spiritual terus berada
dijalannya yang suci dan khidmat bersamaNYA.
1# MENCARI TUJUAN AKHIR
Merupakan
kekeliruan apabila kita berpikir kalau spiritual adalah sebuah proses jiwa yang
berujung. Saat seseorang sudah mulai sadar dengan rasa spiritual yang sedang
berlangsung didalam dirinya. Lalu dia mulai menapaki langkah demi langkah
spiritualitas itu. Maka sering terlintas dibenaknya untuk bertanya proses
spiritual ini akan berakhir dimana?
Sahabatku… Tidak
ada tempat pemberhentian yang dituju dalam perjalanan spiritual seseorang. Seperti
membuat lingkaran yang tidak bersudut. Dalam perjalanan spiritual kita hanya
akan merasakan secara sadar, kalau ada yang telah berubah dan terus berubah
dari dalam jiwa kita. Perubahan ini bersifat sangat pribadi dan sama sekali
bukan pengalaman yang bisa di standarkan.
Perubahan
disini juga sangat kompleks. Lebih ke arah perubahan paradigma, sehingga cara
kita memandang kehidupan perlahan tapi pasti turut berubah. Jadi bukan sekedar perubahan-perbahan yang
bersifat style seperti; gaya berpakaian, gaya hidup dan lain-lain.
Perubahan-perubahan
yang terjadi ini tidak akan berhenti pada tujuan akhir. Setiap perjalanan jiwa
kita bersama SANG PEMILIK JIWA adalah perjalanan spiritual yang tidak memiliki
akhir. Tingkatan kebersamaan adalah selalu membersamai tanpa sesuatu yang
disebut akhir.
2# Membandingkan
dan Menilai Diri Lebih Baik
Sahabatku…
Penilaian kita ibarat boomerang. Kalau tidak tepat membidiknya, maka itu hanya
akan menjadi senjata yang menyerang tuannya. Memang sekian lama perjalanan
spiritual Anda terasah, maka hasilnya hanya akan membawa kepada diri yang semakin
baik. Kebaikan diri hanya akan membawa kita menuju dua kepintaran; Pertama,
pintarnya diri mengintrospeksi kedalam, yaitu diri sendiri. kedua, pintarnya
diri menilai-nilai keluar, yaitu menilai orang lain.
Ini merupakan
pilihan. Pahamilah, seorang spiritual tidak akan pernah merasa dirinya lebih
baik dari orang lain. Dia akan sadar bahwa segala kebaikan dirinya bukan
pencapaian yang dia raih dengan tangannya sendiri, melainkan sebuah anugerah
dari SANG MAHA. Tidak perlu kesombongan rasa saat menerima anugerah. Anugerah
tidak menjadi anugerah saat seseorang mulai membanding-banding dan
menilai-nilai ciptaan SANG MAHA.
Kalau memang kita
ingin menilai seberapa spiritual seseorang. Maka lihat sajalah seberapa
seseorang itu begitu bermakna bagi kehidupan, namun tetap menunduk dalam
kerendahan. Inilah manusia yang level spiritualnya patut dicontoh. Bukan
seseorang spiritual yang selalu membandingkan dan menilai-nilai orang lain.
Sayangnya ini
menjadi kekeliruan yang sering muncul dan menjadi bumbu dalam perjalanan
spiritual seseorang. Karena merasa lebih baik, maka seorang spiritual mulai
membandingkan pemahaman spiritualnya dengan orang lain. Lalu mulai
menilai-nilai sikap seseorang yang tidak se-spiritual dirinya.
Apabila ini
terjadi, maka alangkah baiknya agar segera dihentikan. Semua adalah pilihan,
begitu juga untuk memilih tidak pintar dalam membandingkan dan menilai orang
lain. Lagi pula spiritual tidak bisa dinilai, karena hanya SANG PEMILIK JIWA
lah sejatinya penilai. Jadi sebuah kekeliruan kalau kita ikut membandingkan
untuk memberi penilaian.
3# Menghubungkan
spiritual dengan benda, kejadian atau kegiatan supranatural
Spiritual
adalah hubungan jiwa seseorang dengan SANG MAHA PEMILIK JIWA. Bukan dengan
crystal, binatang spirit (spirit animal), kartu tarot atau benda apapun.
Spiritual adalah kembalinya jiwa yang menyatu dengan SANG MAHA PEMILIK JIWA. Sama
sekali tidak berhubungan dengan bintang jatuh, kupu-kupu yang datang, super
moon atau pun air doa. Spiritual juga tidak akan membuat seseorang mampu melihat
aura, telepati, telekinetic, membaca pikiran. Karena kebisaan-kebisaan ini,
adalah kebisaan dasar manusia yang energinya cukup. Bisa dipelajari dan
ditingkatkan, tanpa terlebih dahulu melalui perjalanan spiritual. Terakhir spiritual
bukanlah supranatural. Supranatural sama sekali tidak ada hubungannya dengan segala
hal yang bersifat spiritual. Manusia yang energinya cukup akan mampu melihat
dimensi lain. Dengan kemampuan penglihatan itu jelas dia bisa melihat makhluk-makhluk
yang hidup dimensi lain dan berkomunikasi dengan mereka, tanpa sedikitpun menjadi
spiritual.
Jadi merupakan
kekeliruan, apabila kita berpikir satu ton Kristal mampu membangun hubungan
kita denganNYA. Atau kita berpikir apabila kita menjadi spiritual maka secara
otomatis kita bisa membuat jasad lebih super. Kekeliruan yang sama, saat
percaya kedatangan kupu-kupu, super moon adalah tanda-tanda kedekatan kita
denganNYA. Sama kelirunya juga dengan menghubungkan aktifitas-aktifitas
supranatural dengan spiritual.
Untuk mencapai
spiritual hanya diperlukan satu hal; yaitu jiwa bersih yang netral dan rindu
ingin kembali bersama SANG PEMILIK JIWA. Kembali disini bukan dalam artian
meninggal. Tapi kembali membangun hubungan dengaNYA.
4# Meminta
Penghormatan
Sahabatku… Apakah
kita bisa menghormati SANG PEMILIK JIWA dengan sehormat-hormatnya? Apakah kita
telah melakukan penghormatan yang sehormat-hormatnya kepadaNYA? Lalu apa itu
yang terbersit didalam hati kita, saat seseorang tidak memberikan rasa hormatnya?
Pahamilah,
spirutal memang hanya akan membuat kita baik dan bertambah baik. Pemahaman yang
meningkat, ilmu yang bertambah, kehidupan yang makin mudah, dan pastinya
kedekatan denganNYA yang makin terasa tidak berjarak. Kekeliruan apabila kita
membawa kebaikan ini dan menggunakannya sebagai baju yang dipakai. Lalu kita
mengharap orang lain menghormati baju yang kita pakai.
Pesan kami
kepada para spiritual… Tataplah diri Anda sebagai sebuah anugerah yang tidak
akan pernah terbayarkan dengan apapun. Jangan membiarkan penghormatan dan
pujian orang lain membayar anugerah itu dengan murah. SANG PEMILIK JIWA yang
memiliki semua baju-baju kemuliaan telah mencontohkan, kalau penghormatan
terbaik adalah dengan tidak membutuhkan penghormatan.
5# Masih
Meminta-Minta & MENDIKTE
Dari kecil
Roni memiliki sahabat bernama Agus. Selama bertahun-tahun mereka bersahabat dan
saling membersamai. Sampai Agus terpilih menjadi seorang presiden. Betapa
bangganya Roni memiliki sahabat yang sekarang menjadi presiden. Dalam
perjalanan kepresidenannya sahabat Agus pun bertambah. Banyak sekali yang
mendekati Agus karena sekarang dia adalah presiden. Selesai masa
kepresidenannya, Agus pun banyak kehilangan sahabat-sahabat barunya, sementara
Roni tetap menjadi sahabatnya, meskipun Agus tidak lagi menjabat sebagai
presiden.
Sahabatku…
Kita memang memiliki segudang keinginan. Tapi apakah kita akan menjadikan
spiritual hanya sebagai sarana agar doa-doa keinginan kita terkabul. Apakah
kita membiarkan jiwa ini mendekatinya hanya karena ingin meminta-minta
kepadaNYA. MendikteNYA dengan segala keinginan-keinginan kecil kita?
Renungkanlah
sahabatku… Dimana letaknya hubungan jiwa kita dengan SANG MAHA PEMILIK JIWA
kalau hubungan ini hanya berlandaskan keinginan kita yang masih meminta-minta? Harusnya
spiritual membuat kita mampu menghilangkan keinginan-keinginan, karena kita
sudah menyerahkan segalanya kepadaNYA. Kita percaya DIA MENGETAHUI segala yang
tersirat. Kita berhenti meminta-minta bukan karena kita ragu DIA tidak mampu
memenuhi. Namun hanya karena kita sangat malu kepadaNYA. Malu karena
anugerahNYA kepada kita sudah jauh lebih banyak ketimbang apa yang akan kita
minta.
6# Merasa
Melakukan Hal Baik
Dalam dunia
spiritual tidak ada yang namanya perbuatan baik. Karena perbuatan baik hanya
akan menjadi baik, kalau ada perbuatan jahat sebagai penyeimbangnya. Dalam
dunia spiritual kebaikan adalah sebuah kewajaran. Misal saat kita mendapat
bangku di dalam kereta, sementara ada seorang manula yang berdiri. Lalu kita
mempersilahkan manula itu untuk duduk dibangku kita.
Maka saat
menjadi spiritual yang sebenarnya, rangkaian hal yang telah kita lakukan ini tidak
akan terasa sebagai kebaikan, melainkan sebuah kewajaran. Seseorang diluar diri
kita bisa melihat itu sebagai sebuah kebaikan yang telah kita lakukan. Namun bagi
diri kita sendiri itu sama sekali bukan kebaikan.
Artinya; jiwa
seseorang yang spiritual adalah jiwa bersih yang senantisa melakukan kebaikan
sebagai sebuah kewajaran dalam hidupnya. Jadi merupakan kekeliruan apabila
seorang yang merasa sedang melakukan perjalanan spiritual, namun masih merasa
melakukan hal-hal yang baik. Apalagi sampai men-ceremonikan kebaikannya.
Sahabatku…
Kita ini tidak pernah melakukan kebaikan. Karena kebaikan kita adalah kebaikan
NYA yang melalui kita. Kita hanyalah
penyampai kebaikanNYA.
7# Mencari
tingkatan
Sahabatku… Spiritual
adalah perjalanan dinamis yang terus berproses tergantung dari porsi spiritual
masing-masing jiwa. Tidak ada tingkatan dalam spiritualitas. Tidak ada pula
tingkatan yang akan dimenangkan dalam perjalanan spiritual seseorang.
Jadi tujuan
akhir spiritual tidak pernah untuk melampaui atau mengikuti. Misalkan seseorang
menjalani spiritual dengan tujuan akhir agar bisa melampaui atau mengikuti gurunya.
Ini sama sekali keliru. Dalam spiritualitas seorang murid bisa melesat jauh
diatas gurunya.
Guru spiritual
hanyalah suri tauladan, bukan tingkatan. Guru spiritual hanya memberikan contoh-contoh
untuk diikuti. Bagaimana nantinya penilaian SANG MAHA itu adalah ranah pribadi.
DIA menilai melalui mata yang berbeda dari mata manusia menilai. Ada dua orang
yang mengangkat dua ember air ke atas bukit. Keduanya pun berhasil. Apakah nilai
keduanya sama? Menurut mata penilaian manusia mungkin IYA. Tapi siapa yang
mampu mengetahui penilaian SANG MAHA MENILAI? Tidak ada yang mengetahuinya.
Spiritual adalah
hubungan pribadi jiwa dengan SANG MAHA PEMILIK JIWA. Jadi wajar kalau penilaianya
sangat pribadi. Sangat keliru apabila kita memberikan tingkatan-tingkatan kelas
pada perjalanan spiritual. Ini menjadi pengingat juga bagi mereka yang sudah
digelari ‘guru spiritual’. Sebaiknya gelar itu tidak dijadikan kelas atau
tingkatan. Kita tidak memiliki gelar apa-apa dalam spiritual, semua adalah
anugerah SANG MAHA. Merupakan sebuah tanggung jawab bagi yang sudah mengetahui
untuk menyampaikan kepada yang belum mengetahui. Baik itu melalui ilmu
pengetahuan atau suri tauladan.
Akhir kata sahabatku… Hanya
sedikit yang bisa kami sampaikan disini. Maafkan segala kekeliruan kami, bukan
maksud kami untuk menilai-nilai perjalanan spiritual kalian semua. Apabila salah
satu dari yang atas pernah kita lakukan. Maka jangan lah pernah berputus asa
atas RAHMAT SANG MAHA RAHIM. Kekeliruan manusia sedikit pun tidak akan pernah menyebabkan
kemurkaanNYA. Karena kasih sayangNYA meliputi segalanya. Kekeliruan dalam
spiritual adalah pendekat bagi manusia untuk senantiasa belajar kepada SANG
MAHA ALIM. Memohon bimbingan SANG MAHA MEMBIMBING. Berguru hanya kepada SANG
MAHA GURU.
Salam Semesta
Copyright © www.PesanSemesta.com