Pagi yang menawan dari balik
jendela yang usang. Siang yang terang dari balik jendela yang usang. Sore yang
damai dari balik jendela yang usang. Malam yang gemerlap dari balik jendela
yang usang.
Jendela yang usang, apakah itu
sahabatku…. ?
Bagaimana kalau itu adalah
kesadaran yang terbingkai rapi oleh kepolosan akal dan pikir manusia.
Coba kita berpikir sejenak dalam
perenungan yang jujur, apakah kita adalah kaum yang tertinggal ataukah kita
adalah kaum yang maju?
Ketertinggalan adalah sebuah
jawaban yang malu untuk diakui. Karena kita senantiasa mengakui kelebihan diri
yang bahkan belum seberapa. Akhirnya suara derik jendela yang usang tidak
terdengar lagi. Serpihan dari kayu jendela usang yang rontok dipinggiran tidak
terlihat lagi. Kita menutupi jendela itu dengan gordyn emas hanya agar tampak
indah, namun tetap bau tuanya masih tercium.
Sahabatku… kalau jendela yang
usang itu adalah diri kita, maka apa yang akan kita lakukan?
Kalau kita tertinggal karena
kesadaran yang usang akibat akal dan pikiran yang terlalu polos karena tidak
mau digunakan lalu siapa yang akan disalahkan?
Siapa yang salah kalau ilmu
adalah nilai diatas kertas dan nilai diatas rekening?
Siapa yang salah kalau ilmu
adalah ladang harta bukan ladang kemakmuran?
Siapa yang salah kalau kita bukan
belajar, tapi hanya pamer?
Siapa yang salah saat
generasi-generasi kita harus dicetak sama persis seperti diatas. Dicetak hanya
untuk menjadi jendela yang usang?
Siapa sahabatku…?
Tulisan ini hanya sedikit
renungan agar kita sedikit bergerak untuk tidak mencetak jendela yang sama. Kesadaran
yang kokoh dalam alam pikir yang netral dan suci harus segera kita bangun
kembali.
Gordyn emas itu harus segera
dicopot, agar segala keusangannya terlihat dan nyata. Agar keusangan kita
tampil senyata itu didepan pandangan, dan membuat kita tidak nyaman. Paling tidak
ketidaknyamanan ini akan menyemangati diri kita yang usang dan tertinggal untuk
segera mengakui diri sambil terus bergerak membenahi diri.
Hidup ini senantiasa Dinamis,
Optimis dan penuh dengan Aksi. Tidak ada DOA yang tidak terkabul kalau kita mau
membuat DOA kita sendiri. Bukankah Dzat Maha bukan hanya mendengar, namun juga membersamai?
Kalau begitu, kita tentu mau
menatap kehidupanNYA, bersamaNYA dari balik jendela baru yang lebih kokoh. Kalau
begitu mari sahabatku… Masih ada waktu untuk membuat jendela yang kokoh.
Salam Semesta
Copyright 2019 © www.pesansemesta.com