TIGA KIAT BERGUNA BAGI MEREKA YANG INGIN MERASAKAN KEDEKATAN & KEBERSAMAAN TAK TERBATAS BERSAMA-NYA


Seorang sahabat bertanya “Mohon bimbingan, saran serta petunjuk agar saya dapat merasakan durasi kebersamaan itu dapat lama kalau dapat 24jam... Agar kapan saja dimana saja selalu merasakan KeTunggalanNya...?” Melalui izinNYA kami menjawab.

Sahabatku… Awalnya kebersamaan ini terasa sebagai sebuah rasa. Namun selanjutnya bukan lagi tentang rasa, melainkan totalitas kebersamaan. Dimana kita memang terikat denganNYA. Baik jasadi ataupun jiwawi.

Saat kita terikat maka sudah tidak ada lagi yang namanya kedekatan. Kita tidak lagi berkata “DIA adalah DEKAT” Ini terjadi karena kita memang sudah bersama DZAT YANG MAHA DEKAT.

Ketunggalan itu bukan  rasa melainkan kesatuan yang total. Tidak ada lagi garis yang memisahkan. Tidak ada ke-akuan. Tidak ada diri yang merasa. Hanya ada kami. Dimana DIA dan seluruh buatanNYA ini adalah satu.

Namun sahabatku… Totalitas kesatuan bukan angka pasti. Kadarnya pasti berbeda. Setiap manusia sebenarnya mampu merasakan lalu mengikatkan diri dengan inti dirinya, sesuai dengan porsi kerelaan yang rela mereka jalin.

Semua nanti akan terletak dengan seberapa rela kita menyatu denganNYA yang TUNGGAL?

Tidak ada paksaan atau keharusan disini, ini hanya tentang seberapa rela kita membersamaiNYA. Disinilah letak kenetralan DZAT MAHA yang luput kita pahami. Disinilah bukti wujud DZAT MAHA pemberi rahmat bagi semesta alam. Tidak masalah, apakah kita mau merasakan kedekatan atau tidak, tetap DIA senantiasa DEKAT.

Jadi sekarang mari kita fokus terlebih dahulu belajar untuk menjalin rasa kedekatan. Sebuah awal sebelum nantinya kita akan senantiasa merasakan kebersamaan kita bersamaNYA tanpa putus.

Disini kami memiliki beberapa kiat untuk memulainya. Semoga kiat-kiat ini berguna bagi mereka yang ingin merasakan kedekatan dan kebersamaan tak terbatas denganNYA :

 

Kiat  Pertama : Cobalah menghilangkan gelap dari terang dan terang dari gelap.

Sahabatku… Cobalah melihat gelap sebagai DZAT MAHA dan terang sebagai  DZAT MAHA. Belajarlah melihat wujud DZAT MAHA didalam segala rasa, tanpa pernah menilainya.

Selama ini agama kita mendidik kalau Dzat Maha itu hanya berada disisi baik, sementara buruk bukan dari sisiNYA. Hanya saja nilai baik dan buruk menurut siapa? Bagaimana bisa kita tahu apa itu baik dan dan apa itu buruk menurutNYA. Bagaimana bisa kita mendikte DZAT yang telah membuat baik untuk buruk dan buruk untuk  baik?

Jadi latihan pertamanya adalah menetralkan diri. Setelah kita mampu menetralkan diri, maka kita perlahan-lahan akan mampu melihat segala wujudNYA di segalanya. Melihat segala baik dan segala buruk.

Ingat saja kenetralan adalah wajah ikhlas yang utama. Tidak ada kejahatan saat kita sudah berada didalam titik kenetralan. Begitu pula dengan kebaikan. Kebaikan bisa ada karena kejahatan ada. Tidak ada jahat kalau tidak ada baik. Malam bisa muncul karena siang muncul terlebih dahulu. Si cantik bisa menjadi cantik, karena ada si jelek. Mahal tidak pernah menjadi mahal, kalau murah tidak ada.

Harga sebuah nilai tidak akan bisa berdiri tanpa pembandingnya. Dzat Maha membuat seluruh nilai-nilai itu untuk sebuah keseimbangan hidup. Lalu dari sanalah kita belajar arti hidup yang sebenarnya.

Pembelajaran, semua dibuat hanya untuk pembelajaran bagi manusia-manusia yang senantiasa menggunakan akal untuk berpikir. Kenetralan pun hanya terasah dari akal yang mau berpikir.

 

KIAT KEDUA : COBALAH UNTUK MULAI BERPIKIR DENGAN AKAL

Untuk menerima jawaban kebenaran kita harus melampaui garis benar atau salah. Sementara untuk melampauinya kita perlu menggunakan akal sebagai petunjuk utama. Keinginan untuk melepas ego benar dan salah, lalu mulai berpikir hanya dengan kejernihan akal adalah senjata kita menemui jawaban kebenaran.

Kerelaan kita untuk mempertanyakan kembali jawaban yang telah kita terima seumur hidup tanpa perlu meletakkan jawabannya pada kotak benar atau salah merupakan seni kenetralan tertinggi untuk menerima jawaban kebenaran.

Jadi sahabatku… Mulai sekarang mari kita belajar untuk terlebih dahulu mengendalikan keperluan ego kita untuk menilai benar dan salah hanya agar kita mampu menikmati apa itu jawaban kebenaran.

Percayalah… Kebenaran itu nyata dan benar-benar ada. Untuk mampu menyaksikan yang ‘ada’ cobalah dahulu melepas benar dari salah dan salah dari benar. Karena hanya bermula dari sanalah kita akan benar-benar mampu menyaksikan apa itu kebenaran.

Selama persepsi manusia tantang benar dan salah masih melekat, maka selama itu pula manusia sengaja menutup mata dari nyatanya kebenaran.

 

KIAT KETIGA : COBALAH UNTUK TERUS MEMBUKA MATA MEMAHAMI WUJUDNYA DZAT MAHA

Sahabatku… Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat? Apakah sama orang yang melihat dengan orang yang menyaksikan? Apakah sama orang yang menyaksikan dengan orang yang memahami?

Kita ini sekarang sedang berada didalam lingkaran kebutaan, kita sedang memberanikan diri sedikit-sedikit mau mengintip untuk melihat. Dari keberanian diri ini akhirnya kita mampu melihat lalu menyaksikan.

Saat wujudNYA sudah begitu jelas tersaksikan, maka rasa itu pasti akan hadir dimanapun, kapanpun dan bagaimanapun suasana perasaan dan pikiran kita.

Hanya saja ketika kita benar-benar menyaksikan kita akan berenang didalam lautan pertanyaan yang tidak terbatas. Pertanyaan-pertanyaan yang menyiksa, apalagi kalau kita adalah manusia yang dibiarkan terkurung didalam dogma dan doktrin. Pasti kita akan tersiksa saat menyaksikan.

Siksaan akibat menyaksikan itu hanya akan berhenti menjadi siksaan sampai kita mampu membawa diri menuju kenetralannya. Saat kita netral, saat itulah kita mampu memahami sebuah jawaban.

Saat kita benar-benar memahami jawaban semesta dari apapun yang kita lihat, maka kita akan mampu memahami kalau wujudNYA memang berada disetiap apapun yang kita lihat. Kalau sudah begini, maka bagian mana dari kesadaran kita yang tidak bisa membersamaiNYA?

Logikanya sederhana sahabatku… Kita berkata sesuatu itu jauh karena sesuatu itu tidak dekat. Kita berkata sesuatu itu jauh karena kita tidak mampu meraih wujudnya.

Saat manusia sudah mampu meraih wujudNYA disetiap segalanya, maka masihkah manusia mampu berkata DIA jauh?

Sahabatku… Cobalah memikirkan jawaban dari pertanyaan ini dengan kenetralan agar akal kita tidak tersiksa.

 

Salam Semesta

Copyright 2020 © www.pesansemesta.com

 


Lebih baru Lebih lama