RAHASIA PENTING KENAPA AFIRMASI TIDAK PERNAH BERHASIL?

 


Seorang sahabat bertanya “Kenapa kalimat afirmasi yang saya ucapkan tidak pernah berhasil? Padahal kalimatnya sudah sesuai, dan diucapkan pada waktu yang sesuai” Melalui izinNYA kami menjawab.

Banyak praktisi spiritual yang mengajarkan tentang kekuatan afirmasi untuk membentuk energi baru dan merubah keadaan. Sayangnya mereka tidak gamblang berkata kalau :

Sebagus apapun kalimat afirmasi atau sesering apapun kalimat afirmasi diucapkan. Afirmasi tidak memiliki kekuatan super kompleks untuk mewujudkan energi yang Anda inginkan. Kecuali Anda mau melakukan dua hal ini secara berbarengan.

Lalu apa yang harus kita lakukan agar afirmasi berhasil?

HAL PERTAMA : MEMBENTUK EMOSI YANG SESUAI

Jadi begini sahabatku…

Afirmasi sering dikaitkan dengan membentuk energi melalui pengucapan kalimat positif yang diucapkan. Apapun kalimatnya. Setiap kalimat itu mengandung unsur getaran energi. Baik diucapkan, tidak diucapkan, atau pun hanya ditulis diatas kertas seperti yang sedang Anda baca sekarang, tetap saja unsur getaran energinya akan selalu ada.

Energetic field itu nyata dan bukan sebuah kerangka teoritis yang menyeliputi atom. Penemuan ilmiah fisika kuantum membuktikan bahwa medan energi itu memanglah ada. Medan itu mengandung segalanya dan menghubungkan segala sesuatu dengan yang lainnya.

Contohnya manusia. Manusia adalah energi, apapun yang dihasilkannya adalah energi yang bergetar dan terhubung dalam frekuensi yang selalu membentuk. Baik dalam wujud energi yang terbentuk dalam bentuk fisik (materi) ataupun terbentuk non fisik, salah satunya seperti emosi.

“Emosi adalah getaran energi yang kadang tidak terwaspadai”

Sudah menjadi hukum energi, kalau setiap getaran energi akan menarik frekunsi yang sama. Semakin kuat getaran energi, maka akan semakin kuat frekuensi yang ditarik. Lalu semakin kuat pula energi terbentuk.

Hanya saja dari mana sebuah kalimat memiliki unsur getaran energi BUKAN dari kalimatnya. Melainkan dari bagaimana kalimat itu ditulis atau diucapkan. Dengan kata lain kesadaran seseorang yang menulis atau mengucapkannya lah yang terpenting.

Saat kita berbicara tentang kesadaran, maka kita akan berbicara tentang totalitas keberadaan diri kita saat ini. Kesadaran itu bukan drama yang penuh manipulasi.

Kesadaran adalah kejujuran yang kita hasilkan dari jiwa raga yang kita operasikan saat ini. Rahasianya: Emosi membentuk energi kesadaran. Apapun yang kita ucapkan sebagai afirmasi tidak akan membentuk energi-energi apa-apa. Tetapi kesadaranlah, termasuk didalamnya emosi kita lah yang membentuk energinya.

Pertanyaannya: Seperti apa itu emosi kita saat mengucapkan afirmasi? ---- DISINILAH KUNCI KEBERHASILANNYA BERADA!

Kebanyakan kita mengucapkan afirmasi dalam kondisi emosi tidak memiliki. Masuk akal memang; kita tidak memiliki kebahagiaan. Maka itu kita menginginkan kebahagiaan, bukan begitu?  Lagi pula, kalaulah kita memiliki kebahagiaan atau apapun itu tentu kita tidak akan menginginkannya.

Betul sahabatku! Tidak ada yang salah dengan keinginan. Namun kalau kita ingin membentuk energi, maka hal utama yang harus kita hindari adalah KEINGINAN. Anda boleh membaca tulisan kami yang sebelumnya karena ini sangat berhubungan.

Disini kami akan mengulang saja kalau energi kebahagian terbentuk dari emosi kebahagian, dan bukan dari ‘keinginan’ untuk bahagia.

Saat seseorang ingin kebahagiaan, maka seseorang itu sadar kalau dirinya tidak memiliki kebahagian. Emosi tidak memiliki kebahagiaan pun terbentuk ke dalam sebuah energi.

Sementara sudah menjadi keniscayaan kalau energi bergetar menarik frekuensi yang sesuai dengan frekuensi yang dipancarkan. Karena frekuensi yang Anda pancarkan adalah frekuensi tidak bahagia, maka itulah yang Anda tarik. Dan ini berlaku untuk energi-energi lainnya.

Disinilah pentingnya meletakan emosi yang tepat dalam afirmasi. Kalau Anda meletakan emosi tidak berbahagia, maka afirmasi apapun TIDAK AKAN PERNAH bisa membentuk energi yang Anda inginkan. 

Apapun isi dan tujuan afirmasi Anda, maka afirmasi itu tidak akan pernah terwujud kalau masih menjadi keinginan.

Itulah kenapa, saat seseorang sedang merasa sengsara, tidak bersyukur, sedih, depresi, tertekan lalu mengucapkan afirmasi “Saya bahagia” maka afirmasi itu justru bukan berbalik otomatis sebagai rasa kebahagiaan. Justru perasaan bersalah kalau dirinya memang sedang tidak berbahagia, dan sangat ingin berbahagia.

Frekuensi hanya menarik frekuensi yang sama.  Sementara kesadaran manusia adalah energi getarannya, dan emosi membentuk energi kesadaran.

Sekarang Anda paham bukan, kalau meletakkan emosi yang tepat dalam afirmasi, satu juta kali lebih penting dari afirmasi itu sendiri. Ini adalah bukti kalau semesta tidak pernah tuli – semesta hanya mendengar sebelum terdengar.

Tapi perhatikanlah sahabatku… Bukankah ada aksi yang harus kita lakukan disini? Iya, aksi itu adalah mengendalikan. Dan inilah hal kedua yang harus kita lakukan agar afirmasi berhasil.

HAL KEDUA : MENGENDALIKAN DIRI

Mampukah kita mengendalikan kesadaran diri membentuk emosi kecukupan untuk membentuk kecukupan? Mampukah kita mengendalikan kesadaran diri membentuk emosi kedamaian untuk membentuk kedamaian? Mampukah kita mengendalilan kesadaran diri membentuk emosi kebahagian untuk membentuk kebahagiaan?

Kita boleh mengucapkan afirmasi untuk mewujudkan keinginan, tidak ada yang salah dengan ini.

Hanya saja, bagian paling salahnya adalah, saat kita hanya membiarkan kesadaran berlari tanpa pengendalian. Karena saat seseorang mengendalikan, maka seseorang akan paham sebab akibat dari segala tindakannya. Akhirnya bukan hanya ucapannya saja yang penuh afirmasi. Melainkan seluruh tindakannya selaras dengan afirmasinya. Kesadarannya pun menjadi kompak dan selaras.

Contoh sederhana mereka yang paham sebab akibat tidak berharap menjadi pintar. Melainkan mereka hanya fokus belajar untuk menjadi pintar. Betul pintar menjadi keinginan mereka. Tetapi mereka mengendalikan diri untuk tidak hanya fokus pada keinginannya, melainkan juga pada sebabnya.

Masalahnya seseorang yang selalu membiarkan diri didikte oleh keinginan tanpa pengendalian justru cenderung melakukan yang sebaliknya. Mereka cenderung fokus pada keinginan agar cepat terpenuhi tetapi menutup akal untuk menganalisa sebabnya.  

Padahal apabila afirmasi dilakukan berbarengan dengan pengendalian, maka segala keinginan tidaklah menjadi hal yang mustahil. Jadi sahabatku cobalah belajar untuk menjadi pengendali yang mengendalikan keinginan dan bukan sebaliknya.

Akhir kata sahabatku…

Sekali lagi, Kalimat afirmasi tidak memiliki kekuatan super kompleks untuk mewujudkan apapun. Energi yang kita bentuklah yang mampu mewujudkannya. Energi tidak dibentuk dengan kalimat, melainkan dengan kesadaran.

Ini tidak rumit sahabatku… Ini hanya sebuah tanda bagi akal untuk paham kalau dirinya adalah gerbang Sang Pembentuk. Renungkanlah…

 

Salam Semesta

Copyright © www.PesanSemesta.com

Lebih baru Lebih lama