Sahabatku… harusnya memang setiap
detik kita belajar mengendalikan nafsu tanpa putus pada bulan atau kondisi
tertentu saja. Karena nafsu juga tidak pernah putus. Nafs selalu ada dan selalu
butuh dikendalikan.
Kami tidak membuat statement
kalau berpuasa dengan menahan lapar atau haus itu tidak baik. Kami hanya
mengajak kita bersama untuk mulai lebih menerima manfaat yang lebih besar
ketimbang menahan lapar dan haus.
Jadi disini kita akan
meng-upgrade kualitas puasa kita bersama dengan mulai belajar menjadi
pengendali nafsu. Belajar adalah istilah yang sangat tepat dan sopan bagi kita,
karena diri adalah pelajaran yang tidak akan pernah habis dan tidak akan pernah
sempurna untuk dipelajari.
# mengapa nafs butuh dikendalikan?
Nafs itu adalah program ego yang
tidak digunakan sebagaimana keniscayaannya dibuat. Nafsu adalah ego yang
condong kepada perkara yang tidak baik bagi diri dan bagi semesta.
Apabila tidak dikendalikan, maka
sebuah ujian akan terus bermunculan, dimana seakan-akan ujian muncul dari luar
kedalam. Padahal ujian itu muncul dari dalam diri kita sendiri yang belum
berhasil mengendalikan egonya sendiri.
Ego itu sendiri awalnya adalah
program yang baik. Ego adalah alert system manusia. Fungsi awal kenapa ego
dibuat adalah untuk menyelamatkan dan agar manusia memenuhi kebutuhannya.
Jadi ego bukan sesuatu yang
negatif. Manusia membutuhkan ego untuk bertahan hidup. Contoh sederhana saat
kita merasa lapar. Lapar adalah indikasi awal bahwa jasad kita membutuhkan
asupan energy. Akhirnya ego memaksa manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
Sehingga manusia makan saat lapar. Minum saat haus. Berlari saat dikejar. Dan
saat dalam perkelahian, ego akan mencoba menyelamatkan manusia dengan melawan
balik.
Jadi singkatnya ego itu ibarat
bodyguard manusia. Ego sangat waspada dan senantiasa memproteksi manusia untuk
memenuhi kebutuhannya, baik itu kebutuhan jasmani atau rohani. Namun ego
memiliki sifat bawaan.
Sifat bawaan ego adalah pemenuhan.
Tidak peduli apakah kebutuhan itu adalah kebutuhan baik atau buruk,
menguntungkan atau merugikan, diperlukan atau tidak diperlukan. Ego akan terus
merongrong pemenuhan.
Akibatnya, niat awal ego baik ini
bisa berubah tidak baik. Segala kebaikan butuh pengendalian. Manusia dihidupkan
dengan kemampuan untuk mengendalikan. Termasuk mengendalikan nafsunya sendiri.
# Jadi, apa itu mengendalikan
nafs?
Sahabatku… dalam pengendalian
akan terbentuklah keteraturan dan keseimbangan. Saat kebaikan itu sudah teratur
dan seimbang. Maka kebaikan itu bergerak sesuai fitrah. Dan saat segalanya
sudah sesuai fitrah. Maka segalanya bisa kita kembalikan. Akhirnya kita bisa
menjadi khalifah yang menjadi gerbang kebaikannya bagi semesta alam. Itulah
kenapa banyak agama mengajarkan berpuasa.
Melalui menahan lapar dan haus
diharapkan seseorang bisa bergerak untuk mau mengendalikan dirinya sendiri. Jadi
gol akhirnya tidak hanya tentang nafs.
Hal yang perlu kita teliti secara
netral bahwa segala hukum, tata cara, konsekuensi, aturan gawe manusia atau agama
itu hanya bisa membuat manusia menahan nafsu dan bukan mengendalikannya.
Menahan jauh berbeda dari
mengendalikan. Nafsu yang di dalamnya ada ego, adalah salah satu komponen
penggerak hidup kita. Manusia yang menahan hawa nafsu, ibarat menjadi
bendungan, dan nafsu adalah airnya.
Karena dibangun pada aliran air,
maka bangunan bendungan harus dipastikan kuat dan bertahan dengan berbagai
kondisi. Tapi bukan berarti bendungan tidak bisa jebol. Beberapa faktor
eksternal yang melebihi kemampuan bendungan juga dapat membuat bendungan jebol.
Begitu juga manusia yang berupaya
menahan seluruh nafsu-nafsunya. Pertama yang harus dia siapkan adalah tameng
terkuat untuk menahan godaan nafsu egonya sendiri, yang pada akhirnya tidak ada
artinya pula tamengnya itu.
Apabila tamengnya tidak lebih kuat
dari godaannya. Berbeda dengan manusia yang mampu mengendalikan nafsunya.
Mengendalikan nafsu adalah mengarahkan nafsu menuju pilihan terbaiknya.
Saat nafsunya berkata iya untuk
yang buruk, dia berkata tidak. Saat nafsunya berkata tidak mungkin untuk yang
baik, dia berkata iya bisa. Saat nafsu mengajaknya terlena dengan yang buruk,
dia mengajak untuk beranjak. Apapun hal buruk yang dikehendaki nafsu dia
alihkan menuju kebaikan.
Artinya, kesadaran kita sudah mampu
mengontrol segala gejolak yang datang untuk membentuk bentuk yang selalu lebih
baik.
Jadi, ciri manusia yang berpuasa
adalah dia mampu mengendalikan nafsu dirinya tanpa merasa tertekan dan
terpaksa, tapi melakukannya berdasarkan kesadaran penuh.
Inilah yang nantinya menjadi
kemenangannya atas diri sendirinya. Saat kemenangan ini datang, maka kita mulai
bisa berpikir secara mendalam tentang seluruh hal yang kita pilih dalam hidup
ini.
Sebenarnya inilah point yang
terpenting dari berpuasa, yaitu kemampuan diri untuk mengenal diri sendiri.
# Lalu, bagaimana mengendalikan
nafs dimulai?
Jelas ini adalah pertanyaan yang
penting buat kita sekarang. Selama ini kita sudah terbiasa menahan nafsu.
Akhirnya kita kalah atau minimal menjadi kwalahan. Kita seakan mengalah, karena
harus terus menerus menerima keadaan yang berseberangan dengan kesadaran diri
sendiri. Sehingga kita terus menerus membohongi kesadaran diri.
Kalau kita sudah bisa membohongi
kesadaran, maka bagian mana lagi dari diri kita yang akan dirubah menjadi lebih
baik? Akhirnya kita tidak pernah menjadi lebih baik. Puasa hanya berlaku saat
puasa saja, setelah itu tidak berbekas. Tidak ada jejak dari hasil puasa kita. Tidak
ada yang namanya perbaikan diri. Tidak yang namanya kwaskitaan diri dan banyak
hal positif lainnya yang seharusnya kita terima kalau kita benar-benar
berPUASA.
Sahabatku…
Kembali kepada belajar menjadi
pengendali nafs. Lalu bagaimana caranya?
Karena nafs muncul dari dalam,
maka harus dikendalikan dari dalam juga. Jangan menjadi khawatir, karena sebagai
sebaik-baiknya khalifah bagi Bumi, manusia sudah dilengkapi dengan fitur yang
lengkap.
Jangan berpikir kalau ego dibuat
begitu saja tanpa ada kunci untuk mengendalikannya.
Kunci untuk mengendalikan ego
adalah akal. Ini adalah senjata yang dibuatkan secara khusus oleh Dzat Maha agar
manusia bisa menjadi pembeda.
Akal inilah yang akan membawa
kita pada kesadaran dan pengetahuan untuk menelusuri secara faktual. Sehingga
terbentuklah kesadaran yang sadar betul dengan apapun yang berlangsung didalam
egonya sendiri.
Ego bukan sekedar tentang
bagaimana program jiwa, melainkan juga hardware atau jasad fisik.
Satu bagian khusus otak manusia
yang bekerja mengatur sistem ego ini adalah basal ganglia (striatum) dan batang
otak.
Sementara untuk akal berperan
banyak di neocortex yang adalah bagian dari korteks serebral (bersama dengan
archicortex dan paleocortex - yang merupakan bagian kortikal dari sistem
limbik). Bagian otak ini boleh juga kita panggil otak logis, karena salah satu
fungsi bagian otak ini adalah memproses kesadaran manusia.
Otak logis ini belajar
berdasarkan tiap informasi yang berhasil dikelola oleh nalar akal pikiran.
Hanya saja bukan berarti otak ego juga belajar dengan cara yang sama dengan
otak logis. Bagaimana otak logis belajar ini tidak berlaku bagi otak ego
manusia.
Otak ego belajar dari urgensi
pemenuhan kebutuhan diri. Kebutuhan diri sifatnya relatif dan berubah-ubah
seumur hidup manusia, dan selama itu pula lah otak ego terus mempelajari
kebutuhan diri yang berubah.
Sejak dilahirkan, otak ego belajar
dari segala kebutuhan kita. Otak ego belajar porsi makan yang membuat kita
keyang. Otak ego belajar sikap orang lain yang membuat kita terabaikan dan
bagaimana kita bersikap untuk memenuhinya. Otak ego belajar kata-kata yang
membuat kita terhargai dan banyak hal lainnya.
Itulah kenapa ego sering
dihubungkan dengan nafsu, karena memang satu-satunya fokus otak ego adalah
diri. Mereka bergerak hanya untuk memenuhi kebutuhan diri. Tidak peduli itu
baik atau buruk.
Tapi sekali lagi, diri ini bukan
sekedar ego. Jadi seharusnya kita adalah pengendali dari ego kita sendiri,
bukan sebaliknya. Apabila kita hanya mendefiniskan diri sebagai ego tanpa
membawa serta akal, maka kita hanya akan menjadi mesin pemuas hawa nafsu.
Inilah gunanya akal ada, yaitu
untuk mengajari otak ego dan mewaspadai gerakannya, agar ego paham dan tidak
condong kepada keburukan. Ingat otak ego tidak mengenal baik atau buruk. Sementara
akal adalah pembeda. Akal mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Itulah kenapa muncul istilah aqil
baligh sudah bertanggung jawab dengan segala baik dan buruk yang dia lakukan
sendiri.
Sahabatku… baik dan buruk adalah relatif.
Tetapi kita harus paham kalau kebaikan adalah segala yang seimbang sesuai dengan
porsinya masing-masing. Apabila seseorang sudah memahi porsinya, maka segalanya
akan baik.
Melalui puasa kita belajar untuk
mengenal, lanjut memahami porsi kebaikan dari dalam diri kita sendiri. Jadi
puasa adalah langkah awal agar untuk memantaskan diri, agar bisa menjadi
gerbang kebaikanNYA bagi semesta alam.
Melalui pelajaran mengendalikan
diri ini kita bisa melihat wujud sifat netralnya kensicyaan semesta. Dimana
Dzat Maha tidak pernah menyamaratakan segalanya, bahkan menyamaratakan kebaikan
pun tidak.
Setiap manusia diberikan
kesempatan yang sama, tools yang sama, program yang sama untuk mengendalikan
tiap dirinya masing-masing. Sehingga masing-masing diri mengenal dirinya
masing-masing. Lalu keluar membawa kebaikan dari dirinya masing-masing.
Karena itu, sudah menjadi wajar
kalau melalui puasa kita tidak lagi merasa menjadi manusia yang paling baik.
Apalagi sampai-sampai merasa mejadi manusia yang paling benar, lalu tidak
menghormati manusia lain.
Justru harusnya, melalui puasa
ini kita mengenal kalau sebegitu netralNYA Dzat Maha memahami kita. Menerima
kita. Mengajari kita. Lalu kenapa kita harus mempertegas diri sebagai manusia
terbaik yang berpuasa?
Sahabatku… tidaklah kita kecuali
belajar bersamaNYA. Selamat belajar mengendalikan nafsu. Dimulai dari detik ini
sampai detik-detik yang berkelanjutan.
Salam Semesta
Copyright 2022 © www.pesansemesta.com
Follow : https://www.instagram.com/pesansemesta.ig
Subscribe :
https://www.youtube.com/c/pesansemesta