BACALAH SAAT DIRI GUNDAH GULANA DENGAN KEADAAN
Oktober 29, 2021
Seorang sahabat bertanya "Mohon solusi yang harus dilakukan saat gundah gulana karena keadaaan?" BersamaNYA kami menjawab.
Sahabatku… Hidup adalah sebab
akibat. Sebuah kondisi tertentu akan selalu mengakibatkan hasil tertentu. Lalu dalam
pergerakan sebab-akibat ini, kadang kita harus berada dalam kondisi tertentu untuk
menerima hasil yang tidak sesuai keinginan.
Ketidaksesuaian keinginan dengan
hasil memang akan selalu membuat diri gundah gulana, dan ini rasa yang wajar. Manusia
selalu butuh sebab yang tepat untuk hasil yang tepat. Kalau manusia tidak bisa merubah sebab, maka
jangan mengharapkan hasil berubah. Karena ini jelas akan terus membuat
kegundahan.
Kenapa?
Karena kegundahan harus hadir
sebagai respon pemicu agar diri, supaya mau merubah sebab yang ada, untuk
menghasilkan akibat yang sesuai keinginan. Itulah kenapa kegundahan jangan pernah
ditolak.
Kebanyakan kita menolak
kegundahan. Padahal seharusnya tidak! Kegundahan hadir tidak untuk ditolak.
Tetapi untuk dinikmati. Dengan menikmati kegundahan, maka kita akan mengobati
hidup kita, memperbaikinya untuk menepatkannya dalam posisi yang lebih baik dan
kuat.
Kenapa? Karena justru kegundahan
itu bisa menjadi alasan terbesar bagi diri untuk mampu membentuk sebab terbaik.
Kita harus menggaris bawahi kata membentuk sebab. Karena disinilah kita akan
belajar hidup.
Manusia sering berpikir kalau
segalanya dalam hidupnya sudah terbentuk untuk dirinya begitu saja. Akibatnya mereka
sering menempatkan diri mereka sebagai korban. Padahal dirinya hanyalah pemain
yang sengaja menempatkan dirinya sebagai korban.
Sahabatku… Hidup adalah sebab
akibat yang kompleks dan besar. Apapun sebabnya selalu ada, begitu juga apapun
akibatnya selalu ada. Pertanyaannya: Akibat apa yang Anda inginkan sahabatku? Apapun
itu, maka bentuklah sebabnya.
Sementara dalam membentuk sebab
kita akan selalu berbenturan dengan dua rasa yang harus kita kendalikan :
Rasa Pertama Adalah Rasa Takut
Jadi begini, meski manusia itu
makhluk yang paling pintar membentuk keinginan. Namun kita adalah makhluk yang
penakut untuk mewujudkan keinginannya sendiri. Kita berharap situasi berubah
untuk keinginan kita. Tapi kita sendiri takut untuk merubah situasinya.
Sebenarnya rasa takut ini muncul
karena diri sudah mulai melihat tantangan-tantangan yang terbayang dipikiran
mereka sendiri. Disini kami tidak bilang rasa takut ini buruk. Justru rasa
takut ini sangatlah baik kalau bisa dikendalikan.
Untuk mengendalikan rasa takut,
maka izinkan kami memberi satu rahasia kecilnya “Untuk mengendalikan rasa takut
tidak dibutuhkan keberanian”.
Ada dua gunung yang terpisah
jurang. Dua gunung ini terhubung dengan seutas tali. Keinginan Anda berada di
jurang yang harus Anda lewati. Biasanya seseorang akan menunggu keberanian hadir.
Namun tidak dengan Anda.
Anda tidak akan menunggu yang tidak
akan datang. Tapi Anda akan mewaspadai diri Anda untuk melangkah. Anda akan mengendalikan
diri untuk melangkah perlahan-lahan dan teratur. Anda akan mengendalikan diri
untuk tidak melakukan gerakan yang sembrono. Anda akan mengendalikan rasa panas
yang terasa saat Anda harus istirahat melangkah. Anda akan mengendalikan diri
saat angin menampar. Anda juga akan mengendalikan rasa gembira karena Anda
semakin mendekat. Sampai akhirnya Anda sampai pada keinginan Anda sambil
disambut oleh keberanian.
Sahabatku… Kita butuh
mengendalikan rasa takut bukan untuk berani, tetapi untuk waspada. Rasa takut
yang terwaspadai akan menghadirkan keberanian.
Keberanian adalah hadiah bagi
mereka yang berhasil mewaspadai rasa takut. Jadi jangan pernah mengharapkan
keberanian kalau diri tidak pernah mau mengendalikan rasa takut.
Sekali lagi, untuk mengendalikan rasa
takut tidak dibutuhkan keberanian, tetapi dibutuhkan kewaspadaan. Waspada itu bukan
berarti berhenti. Waspada itu berhenti untuk sampai.
Rasa Kedua adalah rasa
terburu-buru
Iya, itulah kita. Kita begitu
ingin keinginan ini buru-buru terwujud. Saking buru-burunya kita selalu
menempatkan keinginan sebagai keinginan. Sampai akhirnya keinginan tetap
menjadi keinginan. Kegundahan pun tetap menjadi kegundahan.
Jasad pun mulai terkikis, jiwa
pun semakin melemah, energy pun hanya terbuang percuma. Itukah kita sahabatku…?
Kalau bisa jangan. Jangan menempatkan diri untuk terburu-buru dalam proses.Karena
salah satu tanda kalau sebuah doa terwujud adalah, diri menjadi khidmat dan
khusyu pada proses.
Hidup di bumi adalah pelajaran
bagi mereka yang mau mengambil pelajaran. Harapan dan keinginan yang muncul
adalah salah satu gerbang pembelajaran. Lalu ‘proses’ itu adalah pembelajaran
itu sendiri. Semakin kita terfokus kepada proses, semakin kita banyak belajar.
Dengan berproses kita akan
mengenal kemampuan diri dengan baik. Mengetahui kelemahan yang harus
diperbaiki. Lalu menghargai tiap titik pencapaian diri. Inilah yang ingin
diajarkan oleh DIA, yaitu pelajaran dan pengalaman berharga yang akan terlewat
begitu saja, kalau kita berhenti berproses.
Jadi sahabatku… Proses, proses
dan proses. Terus saja ikuti alur proses itu, meski hasil akhir sama sekali belum
tampak. Pahami kalau alasan betapa banyak orang yang senantiasa mengulang
harapan dan keinginan mereka setiap hari, adalah karena sebenarnya mereka malas
untuk mengikuti proses. Padahal proses yang mereka jalani adalah pengabulan doa
dariNYA.
Percayalah! Energi yang kita
curahkan sepenuhnya dalam proses, akan menguatkan jasad dan jiwa. Kita pun akan
semakin mendekatkan diri kepada wujud utuh pengabulan doa.
Saat ini kita hanya perlu
mematuhi alur kalau DOA itu adalah Dinamis, Optimis dan Aksi. Dengan kata lain
doa itu adalah proses. Kalau Anda berproses berarti Anda sudah menjadi DOA Anda
sendiri. DOA tidak berada diluar Anda tetapi bersama Anda. Sehingga Anda mulai bisa
menempatkan diri bersamaNYA yang sudah mengabulkan segala doa.
Akhir kata sahabatku…
Saat kita gundah gulana dengan
alasan apapun. Maka pahami kalau kegundahan hanyalah alarm yang mengingatkan
posisi kita. Seperti cermin, kegundahan itu adalah pantulan dari apa yang harus
diperbaiki. Satu hal yang harus diperbaiki adalah justru diri yang masih
merasakan kegundahan itu.
Jadi pertanyaan yang harus kita
tanyakan ke dalam diri adalah “Kenapa masalah/kondisi/sikap ini masih membuat
saya gundah?”
Coba tanyakan, dan dalam kondisi
netral cobalah menerima jawabannya. Mohon jujurlah, dan janganlah membuat
pembenaran. Terima segala alasan kekurangan diri saat jawaban itu terjawab.
Mungkin butuh beberapa hari atau musim
untuk menerima jawabannya. Namun semesta itu baik, pertanyaan itu pasti akan
terjawab. Kalau sudah, maka terimalah.
Apakah kalau sudah diterima, maka
kegundahan hilang? Tidak! Kegundahan itu tidak hadir dari kondisi yang diluar.
Kegundahan itu hadir dari diri Anda sendiri. Kegundahan tidak akan hilang
sampai Anda merubah alasannya.
Tapi itu dahulu, sekarang kita
akan merangkak untuk TIDAK menjadi korban. Anda sudah menerima jawabannya
bukan? Kalau begitu, mari kita menikmatinya lagi.
Salam Semesta
Copyright 2021 © www.pesansemesta.com
BLENDING – BLESSING – MEDITASI
Oktober 28, 2021Seorang sahabat bertanya “Apa beda nya blending, blessing, meditasi?” BersamaNYA kami menjawab dan bersamaNYA juga kita me-raih blending, untuk me-nerima blessing dengan meng-aksikan meditasi.
MERAIH BLENDING
Sahabatku… Pastinya kita paham
arti kata blending yang secara bahasa artinya adalah penyatuan atau
pencampuran. Jadi yang menjadi fokus pelajaran kita adalah penyatuan apa? Kalau
bahasannya adalah me-raih blending, maka penyatuan apa yang diraih?
Ada dua penyatuan PENTING yang seharusnya
diraih oleh kesadaran generasi umat manusia kita saat ini:
Pertama, penyatuan dengan diri
sendiri. Kedua, penyatuan dengan luar diri. Dua urutan ini sudah apa adanya
terbentuk. Jadi dengan sopan kita tidak bisa merubah urutannya.
Lalu, apa yang dimaksud dengan
penyatuan dengan diri sendiri ?
Menyatu dengan diri sendiri
artinya, kita mengenal siapa diri kita sendiri. Sederhana, tapi siapa diri yang
sedang membaca tulisan ini sahabatku? Apakah betul kita mengenalnya – atau kita
hanya berpura-pura saja?
Seseorang yang sudah menyatu
dengan dirinya sendiri pasti akan menyadari jawaban dari tiga pertanyaan
terbesar umat manusia, yaitu: Kenapa dia dihidupkan? Untuk apa dia dihidupkan? Dan
SIAPA penghidup dirinya?
Jadi mereka yang meraih blending
adalah mereka yang bukan sekedar tahu. Tetapi sadar tentang alasan dan tujuan
kehidupannya. Sama seperti dia juga sadar Sang Penghidup yang harusnya dia
tuhankan dalam hidupnya.
Sekali lagi sahabatku… Bukan
sekedar tahu, tetapi sadar. Pengetahuan bisa menjadi triger kesadaran. Namun
itu bisa saja tidak berpengaruh apa-apa kalau tidak pernah dilakukan. Ilmu
semesta adalah ilmu yang menyerap untuk membangun, kalau sudah terbangun
berarti sudah terserap.
Begitu juga saat penyatuan dengan
diri sendiri sudah terbangun, maka biasanya diri mulai aktif menyaksikan
hal-hal diluar dirinya untuk memperbaiki dan bukan untuk menilai.
Tidak akan ada penilaian, karena
diri paham setiap manusia dan makhluk semesta alam memiliki alasan dan tujuan
hidup yang diembannya masing-masing. Lalu dalam pergerakan mereka ini muncul
tantangan-tantangan yang perlu diperbaiki untuk kemakmuran bersama.
Hal-hal yang perlu diperbaiki
inilah yang terus terlihat oleh mereka yang berhasil me-raih blending. Jadi mereka
yang sudah me-raih blending akan sangat sibuk untuk terus memperbaiki dalam porsinya
masing-masing demi kemakmuran semesta.
Lalu disaat perbaikan dan
kemakmuran terbentuk, maka disaat itulah mereka yang meraih blending tersenyum,
menengadah hormat, untuk menerima blessing yang tidak pernah dipikirkannya.
MENERIMA BLESSING
Sahabatku… Tidak memikirkan
blessing adalah rahasia menerima blessing.
Manusia Bumi biasanya mengartikan
blessing sebagai “sesuatu yang sangat baik atau keberuntungan”. Hanya saja
sahabatku… Bukankah segalanya memang sudah menguntungkan?
Ada tiga keberuntungan yang
jarang sekali kita anggap. Mari kita membahasnya sebentar saja, sebagai sebuah
pengingat yang sedih.
Pertama adalah nyawa. Jujur saja
kita jarang menganggap nyawa atau lebih detailnya energy penghidup yang sedang
menghidupi kita saat ini sebagai blessing.
Kedua adalah jasad dan jiwa. Sama
halnya dengan nyawa, kita jarang berpikir kalau tubuh dan sistem-sistem yang
beroperasi otomatis di dalamnya sebagai blessing.
Dan ketiga adalah kesempatan. Dengan
nyawa, tubuh dan jiwa maka kita memiliki kesempatan untuk apapun. Sayangnya kita
juga jarang berpikir kalau kesempatan adalah blessing.
Jadi memang kita harus mengakui
ketamakan diri kita sendiri. Inilah mungkin alasan kenapa kita tidak pernah
merasa menerima blessing. Karena kita bahkan tidak menyadari blessing yang
sudah kita terima. Mungkin kita sudah tahu. Hanya saja penyadaran adalah hal
yang berbeda.
Jadi untuk saat ini pikirkan saja
kalau segalanya sudah menjadi blessing dariNYA dan bersamaNYA kita akan terus
membuka kado-kado manis blessingNYA, selalu.
Sebenarnya tulisan ini tidaklah
rumit untuk dipahami. Kerumitan yang utama dari tulisan ini muncul karena kita
tidak mau mengakui pembenaran-pembenaran yang sedang kita pertahankan. Kita
ingin berada di tahap menerima blessing, karena kita berpikir blessing adalah
gerbang kemudahan instan.
Tidak sahabatku… Blessing adalah segalanya.
Saat diri yang sudah meraih blending bisa dengan ikhlas menyadari kalau
segalanya adalah blessing. Tanpa memikirkan menerima blessing. Maka itu adalah pertanda
kalau dirinya justru sedang menerima blessing.
Semesta ini adalah kenetralan
absolute. Kenetralan harus dibalas dengan kenetralan. Tidak ada jalan keluar
lain. Jadi sampai disini, me-raih blending sudah, me-nerima blessing sudah,
lalu yang terakhir atau sebenarnya ini adalah yang pertama kali harus kita
lakukan, yaitu meng-aksikan meditas.
MENG-AKSIKAN MEDITASI
Saat mendengar kata meditasi,
maka yang terbayang oleh kita adalah pose duduk, menutup mata untuk merasa
damai. Tapi bukan itu sebenarnya meditasi.
Seharunya meditasi adalah salah
satu bentuk latihan diri untuk memusatkan dan menjernihkan akal. Sehingga diri
bisa merasa lebih fokus dan produktif. Namun tetap dalam porsi damai.
Jadi kalau saat ini Anda sedang
rajin bermeditasi, bagaimanapun caranya. Pahami, kalau meditasi bukan diam. Namun
beraksi dalam diam. Meditasi juga bukan berhenti berpikir. Namun berakal untuk terus
berpikir. Meditasi juga bukan mampu damai dalam tenang. Namun mampu damai dalam
gaduh.
Hasil dari meditasi yang benar
adalah diri yang paham kalau kegaduhan diluar dirinya memang nyata. Dan tugas
dirinya adalah untuk tetap fokus dengan dirinya sendiri untuk terus menjaga
kedamaian hadir ditiap gerakannya.
Itulah kenapa meditasi memang bisa
menjadi langkah awal yang dilakukan untuk me-raih blending dan me-nerima blessing.
Asalkan saat melakukan meditasi, jangan hanya duduk, menutup mata dan mengosongkan
pikiran begitu saja dalam diam. Tapi cobalah sekali-kali melakukan MOVE IN.
MOVE IN adalah mode
mengkoneksikan kesadaran untuk merasakan hal-hal yang sedang berlangsung
didalam diri. Dari mulai merasakan proses jantung yang berdetak, aliran nafas
yang berproses, aliran darah yang mengalir, organ-organ yang bekerja, sel yang
bergetar, terus sampai ke titik merasakan bagaimana SANG PENGHIDUP bervibrasi
didalam tiap sudut jasad ini untuk menghidupkan.
Jadi dengan bermeditasi sambil
masuk ke mode MOVE IN ini kita mulai merasakan kembali diri kita. Kembali
mengenal yang didalam, agar mampu mengatur yang diluar. Bukan hanya itu, dengan
meditasi mode MOVE IN kita akan mengenal kembali dengan SIAPA kita bergerak.
Kita semakin mengenal lagi bahwa kasih sayang penghidupanNYA yang tidak
terbatas, ada ditiap inci diri kita.
Semakin sering kita melakukan
ini, maka kita semakin sadar dengan SIAPA kita bergerak. Akhirnya bisa muncul
percik-percik penyatuan dan ini adalah rahasia kecil kalau kita ingin meraih
blending. Sementara untuk menerima blessing, hal kecil yang perlu kita lakukan
adalah membuat diri sadar kalau segalanya sudah menjadi blessing.
Sungguh tiga hal luar biasa
bukan? Iya, ini benar-benar luar biasa. Terimakasih untuk pertanyaan yang
mempesona.
Akhir kata sahabatku… Amanah
harus disampaikan bukan? Kalau begitu sampaikanlah amanah yang dibawa oleh diri
ini. Meraih blending bisa menjadi pembuka awal. Tidak ada pengakuan saat meraihnya. Ini hanya
tentang amanah yang tersampaikan dengan hormat.
Bersemangatlah, gunakanlah akhir
detik ini untuk menyampaikan amanah dengan hormat.
Salam Semesta.
Copyright 2021 © www.PesanSemesta.com
TIGA LANGKAH UNTUK MENJADI PENGENDALI DIRI YANG NETRAL
Oktober 26, 2021Sahabatku… Mari
kita belajar self control sebentar. Segala kebaikan butuh pengendalian. Manusia
dihidupkan dengan kemampuan untuk mengendalikan. Misalnya saja, jasad kita
dibuat untuk mampu mengendalikan molekul air didalam dirinya sendiri agar seimbang.
.
Tubuh butuh
molekul air untuk sel. Tapi, saat tubuh tidak bisa mengatur kadar air didalam dirinya,
maka akan terjadi overhidrasi. Kelebihan air dalam tubuh menyebabkan kadar
garam tubuh turun dan sel membengkak. Jadi dalam diam, tubuh kita terus mengendalikan
jumlah kebutuhan air yang bisa diserap oleh tubuh kita sendiri. Agar air bisa bergerak
sesuai fitrahnya.
.
Bergerak
sesuai fitrah – inilah fungsinya pengendalian. Fitrah sendiri hanyalah bentuk kebaikan
asal. Segalanya adalah kebaikan kalau segala kebaikan itu mampu dikendalikan. Itulah
fungsi diri sebagai khalifah. Pemimpin selalu mengendalikan, bukan melepas
kendali, apalagi dikendali.
Self control
adalah mengendalikan diri agar menjadi kebaikanNYA yang seimbang.
Jadi bukan berarti
tidak dikendalikan tidak baik. Tetap secara wujud sesuatu yang tidak
dikendalikan memiliki kebaikan. Contoh, air adalah baik, tapi air tetap harus
dikendalikan agar kebaikannya bisa seimbang dan sesuai dengan fitrah atau
kebaikan asal.
.
Oksigen adalah
baik, tapi oksigen tetap harus dikendalikan. Lapar dan kenyang itu adalah baik,
tapi tetap lapar dan kenyang itu harus dikendalikan. Fungsi pengendalian adalah
supaya segala kebaikan yang sudah ada bisa bergerak sesuai fitrah yang baik.
.
Dalam
pengendalian akan terbentuklah keteraturan dan keseimbangan. Saat kebaikan itu
sudah teratur dan seimbang. Maka kebaikan itu bergerak sesuai fitrah. Dan saat
segalanya sudah sesuai fitrah. Maka segalanya bisa kita kembalikan. Akhirnya kita
bisa menjadi khalifah yang menjadi gerbang kebaikannya bagi semesta alam.
.
Pikirkan seperti
ini sahabatku… Kalaulah diri ini adalah wujud kebaikanNYA yang ikhlas. Maka segala
kebaikanNYA harus dikembalikan dengan ikhlas juga bukan?
.
“Ikhlas harus
dibalas dengan ikhlas” dalam hidup ini kita sedang belajar untuk ikhlas menjadi
kebaikanNYA untuk kebaikanNYA. Mari kita membuat mudah pelajaran ikhlas ini
dengan belajar mengendalikan diri dalam kenetralan. Kenapa netral? Karena hanya
dengan kenetralanlah kita bisa belajar ikhlas menerima dan ikhlas memberi.
.
Jadi mari kita
belajar bagaimana cara menjadi pengendali diri yang netral?
.
Pertama:
Kenalilah Diri Sendiri
Kenali manusia,
yaitu diri sendiri. Kenali komponennya, cara kerjanya, sistemnya, sebab akibat
yang diembannya. Kenalilah diri!
.
Seseorang tidak
bisa mengendalikan yang tidak dikenalinya. Diri hanya bisa mengendalikan yang dikenalinya.
.
Tentunya ini
akan merepotkan memang. Selama ini kita belajar untuk menjadi unggul. Tapi bukan
untuk unggul mengenal diri.
.
Salah satu
contoh kita bisa mengendalikan diri apabila mengenal diri adalah seperti ini :
Misalnya saat
kita berbicara tentang alasan kebahagian, maka kita sering memikirkan alasan
kebahagiaan sebagai konsep keadaan, harta benda, atau orang-orang dalam hidup
kita. Padahal pada kenyataannya, kebahagiaan merupakan hasil dari pengalaman
kimiawi.
.
Terdapat empat
neurokimia utama, hormon, dan neurotransmitter yang dihasilkan dalam otak yang
pada dasarnya bertanggung jawab untuk menciptakan sensasi dan emosi yang kita
asosiasikan, termasuk kebahagiaan.
.
Artinya;
apabila jasad tidak bisa mengolah pengalaman kimiawi ini, maka jangan harap diri
akan merasakan kebahagiaan, meskipun diri memiliki segudang alasan untuk
berbahagia. Begitu juga apabila diri berhasil memerintahkan jasad untuk
mengolah kimiawi ini, maka diri bisa merasakan kebahagiaan instant, tanpa
memiliki satu pun alasan untuk berbahagia.
.
Nah, dengan
mengenal kinerja-kinerja diri yang seperti diatas. Maka kita akan MAMPU mengendalikan
diri untuk tidak terjebak pada keadaan yang tidak baik. Lalu bergegas memilih bergerak
dalam fitrah kebaikanNYA.
.
Sudah menjadi
fitrah kebaikanNYA adalah kita mampu berbahagia dengan mengendalikan rasa
syukur dalam diri tanpa menaruh syarat dari luar. Karena tahukan Anda kalau
bersyukur adalah pikiran positif yang mampu meledakkan kadar dopamin tinggi di
otak?
.
Neuroscience
telah menemukan hubungan antara pikiran positif dan aktivasi neurotransmitter
tertentu. Jadi dengan memusatkan perhatian pada hal-hal yang disyukuri memaksa
perubahan jasad ke fase yang lebih positif. Karena tindakan sederhana ini mampu
merangsang lebih banyak neurotransmiter di otak kita, khususnya dopamin dan
serotonin, yang meningkatkan perasaan puas. Inilah sebabnya mengapa dopamin dan
serotonin sering disebut sebagai "bahan kimia bahagia."
Bukankah ini hanya bisa terjadi dengan pengendalian?
.
kedua
: jadilah waskita terus menerus
Waskita terus
menerus artinya selalu waspada tanpa putus. Seseorang tidak bisa
mengaplikasikan kewaspadaan kalau tidak sengaja memilih hidup dalam mode pikiran
sadar (conscious).
Pikiran sadar
melibatkan semua hal yang saat ini kita sadari dan pikirkan. Harusnya kesadaran
kita tentang diri dan dunia di sekitar sudah menjaid bagian dari kesadaran kita.
Sayangnya hidup dengan mode conscious penuh tidak terlalu mudah.
Itulah kenapa
para peneliti lebih sering berkata kalau kita hanya mengakses pikiran sadar 5%
dan mengakses pikiran bawah sadar 95%. Mereka juga berkata pikiran sadar mirip
dengan memori jangka pendek dan terbatas dalam hal kapasitas. Padahal kewaskitaan
terletak dalam mode ini.
Karena saat
manusia hidup dalam pikiran bawah sadar yang 95% maka sebenarnya manusia itu
tidak mengendalikan apa-apa. Karena yang mengendalikan dirinya adalah program
bawaan yang mungkin saja bukan program otentik dirinya. Bisa jadi itu program
dari lingkungan dan pengalaman-pengalaman yang bukan fitrah utama dirinya.
.
Jadi singkatnya
untuk mengendalikan seseorang harus waspada. Kewaspadaan hanya aktif dalam mode
sadar. Sementara untuk merubah dari mode pikiran bawah sadar menuju pikiran
sadar, seseorang harus melakukan hal ketiga dengan netral.
.
KETIGA : GUNAKAN AKAL UNTUK BER-AKAL
.
Sahabatku… Apakah
kita ber-akal? Kalau kami lanjut membahas ini, pastinya akan seru. Namun agak
melebar. Jadi akan kami bahas jawaban ini pada kesempatan lainnya. Secara saintifik
sendiri kenapa menggunakan akal untuk ber-akal bisa membuat waskita adalah
seperti ini.
.
Akal yang kami
maksud disini adalah fungsi dari kehadiran pikiran. Kita memiliki aliran
pikiran tapi belum tentu kita memiliki akal yang berfungsi disitu. Akal adalah
kecerdasan yang hadir didalam pikiran. Nah, sayangnya manusia lebih mudah
kehilangan akal dibanding kehilangan pikiran.
.
Kita tidak
perlu jauh-jauh menyebut kata gila untuk menyimpulkan kehilangan akal. Karena
kehilangan akal pada level yang sederhana itu bukan gila, melainkan tidak
menggunakan atau menfungsikan akal itu sendiri untuk membangun kesadaran diri
untuk waskita.
.
Ingat!
Menggunakan akal berbeda hal dengan menggunakan pikiran. Akal kita berpikir,
tapi pikiran tidak berpikir. Pikiran adalah informasi energetic yang tertangkap
oleh kesadaran. Sementara akal adalah milik kesadaran itu.
.
Itulah kenapa
meski kita banyak pikiran kita tetap tidak pernah setingkat lebih cerdas dari
semua pikiran itu, sampai akhirnya kita mau menggunakan akal untuk memikirkan
semuanya.
.
Salah satu tanda
kalau akal yang berpikir, maka kita tidak akan memikirkan semuanya. Karena akal
kita tahu persis bagaimana memilah pikiran. Akal kita tahu pikiran mana yang
harus difokuskan dan mana yang tidak. Akal tahu persis kalau ini adalah pikiran
sampah yang tidak perlu diberpikirkan, sementara yang ini dan itu adalah hidayah,
solusi, ide, awal perubahan, dan perlu di berpikirkan.
.
Tidak hanya
mampu memberpikirkan aliran pikiran, akal juga tahu dengan sangat cerdas
bagaimana caranya memberlakukan aliran pikiran yang berharga itu. Disinilah kewaspadaan
aktif untuk membentuk pengendalian dimulai.
.
Kalau Anda
sampai membaca sampai paragraph ini, maka bergembiralah. Kita telah belajar
mengenal diri. Kita telah berhasil menjadi sadar dengan memikirkan pelajaran. Dan
karenanya kita mengaktifkan kewaspadaan untuk mulai mau bergerak sesuai
fitrahNYA.
.
Bagian sakralnya,
kita menjadi tahu kalau kebaikan butuh pengendalian agar menjadi seimbang. Seimbang
itu bukan berarti baik, bukan juga berarti buruk. Seimbang itu seperti sepotong
sama yang diletakan dalam waktu yang sama.
.
Dari sini
semoga kita bisa melihat kalau kebaikanNYA itu selalu berwujud netral. Jadi memang
kita harus mengendalikannya juga secara netral.
.
Pengendali diri
yang netral adalah diri yang bergerak sesuai fitrahnya Sang Pembentuk.
Resapilah dengan netral sahabatku… Karena ini sungguhlah pelajaran seumur hidup yang mempesona.
.
Salam Semesta
Copyright 2021
© www.pesansemesta.com
RAHASIA PENTING KENAPA AFIRMASI TIDAK PERNAH BERHASIL?
Oktober 18, 2021
Seorang sahabat bertanya “Kenapa
kalimat afirmasi yang saya ucapkan tidak pernah berhasil? Padahal kalimatnya
sudah sesuai, dan diucapkan pada waktu yang sesuai” Melalui izinNYA kami
menjawab.
Banyak praktisi spiritual yang
mengajarkan tentang kekuatan afirmasi untuk membentuk energi baru dan merubah
keadaan. Sayangnya mereka tidak gamblang berkata kalau :
Sebagus apapun kalimat afirmasi
atau sesering apapun kalimat afirmasi diucapkan. Afirmasi tidak memiliki
kekuatan super kompleks untuk mewujudkan energi yang Anda inginkan. Kecuali Anda
mau melakukan dua hal ini secara berbarengan.
Lalu apa yang harus kita lakukan
agar afirmasi berhasil?
HAL PERTAMA : MEMBENTUK EMOSI
YANG SESUAI
Jadi begini sahabatku…
Afirmasi sering dikaitkan dengan
membentuk energi melalui pengucapan kalimat positif yang diucapkan. Apapun
kalimatnya. Setiap kalimat itu mengandung unsur getaran energi. Baik diucapkan,
tidak diucapkan, atau pun hanya ditulis diatas kertas seperti yang sedang Anda
baca sekarang, tetap saja unsur getaran energinya akan selalu ada.
Energetic field itu nyata dan
bukan sebuah kerangka teoritis yang menyeliputi atom. Penemuan ilmiah fisika
kuantum membuktikan bahwa medan energi itu memanglah ada. Medan itu mengandung
segalanya dan menghubungkan segala sesuatu dengan yang lainnya.
Contohnya manusia. Manusia adalah
energi, apapun yang dihasilkannya adalah energi yang bergetar dan terhubung
dalam frekuensi yang selalu membentuk. Baik dalam wujud energi yang terbentuk
dalam bentuk fisik (materi) ataupun terbentuk non fisik, salah satunya seperti
emosi.
“Emosi adalah getaran energi yang
kadang tidak terwaspadai”
Sudah menjadi hukum energi, kalau
setiap getaran energi akan menarik frekunsi yang sama. Semakin kuat getaran
energi, maka akan semakin kuat frekuensi yang ditarik. Lalu semakin kuat pula
energi terbentuk.
Hanya saja dari mana sebuah
kalimat memiliki unsur getaran energi BUKAN dari kalimatnya. Melainkan dari
bagaimana kalimat itu ditulis atau diucapkan. Dengan kata lain kesadaran
seseorang yang menulis atau mengucapkannya lah yang terpenting.
Saat kita berbicara tentang
kesadaran, maka kita akan berbicara tentang totalitas keberadaan diri kita saat
ini. Kesadaran itu bukan drama yang penuh manipulasi.
Kesadaran adalah kejujuran yang
kita hasilkan dari jiwa raga yang kita operasikan saat ini. Rahasianya: Emosi
membentuk energi kesadaran. Apapun yang kita ucapkan sebagai afirmasi tidak
akan membentuk energi-energi apa-apa. Tetapi kesadaranlah, termasuk didalamnya
emosi kita lah yang membentuk energinya.
Pertanyaannya: Seperti apa itu
emosi kita saat mengucapkan afirmasi? ---- DISINILAH KUNCI KEBERHASILANNYA
BERADA!
Kebanyakan kita mengucapkan
afirmasi dalam kondisi emosi tidak memiliki. Masuk akal memang; kita tidak
memiliki kebahagiaan. Maka itu kita menginginkan kebahagiaan, bukan
begitu? Lagi pula, kalaulah kita
memiliki kebahagiaan atau apapun itu tentu kita tidak akan menginginkannya.
Betul sahabatku! Tidak ada yang
salah dengan keinginan. Namun kalau kita ingin membentuk energi, maka hal utama
yang harus kita hindari adalah KEINGINAN. Anda boleh membaca tulisan kami yang
sebelumnya karena ini sangat berhubungan.
Disini kami akan mengulang saja kalau
energi kebahagian terbentuk dari emosi kebahagian, dan bukan dari ‘keinginan’
untuk bahagia.
Saat seseorang ingin kebahagiaan,
maka seseorang itu sadar kalau dirinya tidak memiliki kebahagian. Emosi tidak
memiliki kebahagiaan pun terbentuk ke dalam sebuah energi.
Sementara sudah menjadi
keniscayaan kalau energi bergetar menarik frekuensi yang sesuai dengan
frekuensi yang dipancarkan. Karena frekuensi yang Anda pancarkan adalah
frekuensi tidak bahagia, maka itulah yang Anda tarik. Dan ini berlaku untuk energi-energi
lainnya.
Disinilah pentingnya meletakan
emosi yang tepat dalam afirmasi. Kalau Anda meletakan emosi tidak berbahagia,
maka afirmasi apapun TIDAK AKAN PERNAH bisa membentuk energi yang Anda
inginkan.
Apapun isi dan tujuan afirmasi
Anda, maka afirmasi itu tidak akan pernah terwujud kalau masih menjadi
keinginan.
Itulah kenapa, saat seseorang
sedang merasa sengsara, tidak bersyukur, sedih, depresi, tertekan lalu
mengucapkan afirmasi “Saya bahagia” maka afirmasi itu justru bukan berbalik
otomatis sebagai rasa kebahagiaan. Justru perasaan bersalah kalau dirinya
memang sedang tidak berbahagia, dan sangat ingin berbahagia.
Frekuensi hanya menarik frekuensi
yang sama. Sementara kesadaran manusia
adalah energi getarannya, dan emosi membentuk energi kesadaran.
Sekarang Anda paham bukan, kalau
meletakkan emosi yang tepat dalam afirmasi, satu juta kali lebih penting dari
afirmasi itu sendiri. Ini adalah bukti kalau semesta tidak pernah tuli –
semesta hanya mendengar sebelum terdengar.
Tapi perhatikanlah sahabatku…
Bukankah ada aksi yang harus kita lakukan disini? Iya, aksi itu adalah mengendalikan.
Dan inilah hal kedua yang harus kita lakukan agar afirmasi berhasil.
HAL KEDUA : MENGENDALIKAN DIRI
Mampukah kita mengendalikan kesadaran
diri membentuk emosi kecukupan untuk membentuk kecukupan? Mampukah kita mengendalikan
kesadaran diri membentuk emosi kedamaian untuk membentuk kedamaian? Mampukah kita
mengendalilan kesadaran diri membentuk emosi kebahagian untuk membentuk
kebahagiaan?
Kita boleh mengucapkan afirmasi
untuk mewujudkan keinginan, tidak ada yang salah dengan ini.
Hanya saja, bagian paling
salahnya adalah, saat kita hanya membiarkan kesadaran berlari tanpa
pengendalian. Karena saat seseorang mengendalikan, maka seseorang akan paham sebab
akibat dari segala tindakannya. Akhirnya bukan hanya ucapannya saja yang penuh
afirmasi. Melainkan seluruh tindakannya selaras dengan afirmasinya. Kesadarannya
pun menjadi kompak dan selaras.
Contoh sederhana mereka yang paham
sebab akibat tidak berharap menjadi pintar. Melainkan mereka hanya fokus belajar
untuk menjadi pintar. Betul pintar menjadi keinginan mereka. Tetapi mereka mengendalikan
diri untuk tidak hanya fokus pada keinginannya, melainkan juga pada sebabnya.
Masalahnya seseorang yang selalu membiarkan
diri didikte oleh keinginan tanpa pengendalian justru cenderung melakukan yang
sebaliknya. Mereka cenderung fokus pada keinginan agar cepat terpenuhi tetapi
menutup akal untuk menganalisa sebabnya.
Padahal apabila afirmasi
dilakukan berbarengan dengan pengendalian, maka segala keinginan tidaklah
menjadi hal yang mustahil. Jadi sahabatku cobalah belajar untuk menjadi
pengendali yang mengendalikan keinginan dan bukan sebaliknya.
Akhir kata sahabatku…
Sekali lagi, Kalimat afirmasi
tidak memiliki kekuatan super kompleks untuk mewujudkan apapun. Energi yang
kita bentuklah yang mampu mewujudkannya. Energi tidak dibentuk dengan kalimat,
melainkan dengan kesadaran.
Ini tidak rumit sahabatku… Ini
hanya sebuah tanda bagi akal untuk paham kalau dirinya adalah gerbang Sang
Pembentuk. Renungkanlah…
Salam Semesta
Copyright © www.PesanSemesta.com
3 LANGKAH AGAR DIRI TERLEPAS DARI ZONA KEINGINAN
Oktober 13, 2021“Energy terbentuk dalam zona netral, bukan zona keinginan”
Mereka bilang hidup ini digerakan oleh keinginan. Kita boleh
menganggap itu betul. Meski pada keniscayaannya keinginan tidak bisa
menggerakan kehidupan.
Bukti sederhananya, cobalah berdiri di depan sepiring
makanan saat lapar. Secara logika, pastinya Anda ingin memakannya karena Anda
lapar bukan? Tapi apakah Anda akan memakannya dengan keinginan Anda, atau
dengan kesadaran Anda yang berhasil menggerakan tangan untuk mengambil makanan
dalam sepiring makanan itu dan menyuapnya?
Iya betul sahabatku…
Keinginan menjadi dasar bagi manusia untuk mau bertindak
lalu memenuhi kebutuhannya. Tetapi keinginan tidak pernah menjadi penggerak
yang alami. Kesadaran kitalah yang bertindak sebagai penggerak dan bukanlah
keinginan kita.
Disinilah letak kemulian manusia dibuat. Dimana manusia
dibuat untuk tidak menjadi budak keinginannya, melainkan pengendali
keinginannya sendiri.
Dimana meski manusia memiliki insting keinginan yang kuat
dalam dirinya. Tetapi tetap dirinya tidak diprogram untuk dikontrol oleh
keinginanya sendiri. Melainkan justru untuk mengendalikan keinginannya agar
dirinya tidak HANYA terperangkap dalam zona keinginan.
Kami sebut perangkap, karena zona keinginan adalah zona
tidak netral seseorang. Dimana seseorang dengan sengaja menempatkan dirinya
pada satu tempat yang belum dimilikinya. Bukan yang sudah dimilikinya.
Kalau kita berhasil menempatkan diri dalam zona tidak
memiliki dan mempertahankan posisinya, maka itulah energy yang kita bentuk. Padahal
sebenarnya kita mengharapkan bentuk yang sebaliknya bukan?
Disinilah pentingnya melepas diri dari ZONA keinginan. Karena
rahasia agar keinginan terwjud sebenarnya sangat sederhana namun sangat
powerfull. Rahasianya adalah, jangan hidup dalam zona keinginan. Tapi rubahlah
keinginan itu menjadi ALASAN.
Kita harus ingat kalau manusia adalah makhluk energetis yang
dibuat dengan keagungan dan kecukupan yang sempurna. Pada core yang
sebenar-benarnya kita adalah energi netral semesta yang juga membentuk energi. Sementara
sekali lagi, energy terbentuk dalam zona netral, bukan zona keinginan.
Energy terbentuk dalam zona netral berdasarkan hukum sebab-akibat.
Jadi, kalau kita berhasil keluar dari zona keinginan untuk merubah segala
keinginan menjadi sebuah sebab untuk akibat yang sesuai dengan keinginan, maka
segala keinginan akan selalu terkabul.
Lalu, bagaimana caranya keluar dari zona keinginan? Ada 3 langkah untuk keluar dari zona
keingainan :
Langkah Pertama : Menerima
untuk mengendalikan
Saat keinginan muncul, maka terimalah. Jangan ditolak! Keluar
dari zona keinginan bukan menutup segala keinginan. Tetapi mengendalikannya. Lalu,
bagaimana cara mengendalikan keinginan?
Caranya sederhana, tapi jujur tidak semudah itu. Hal paling
awal, imajinasikan segala keinginan itu secara detail. Benar-benar detail dan
sangat detail. Jangan lewatkan satu apapun. Anda bisa mempraktekannya dengan
cara apapun. Boleh ditulis, dirangkai, digambar. Apapun itu yang penting
detailnya sangat jelas.
Setelah detail keinginan Anda jelas, maka Anda harus setuju
untuk menjadi pengabul keinginan itu sendiri, dan inilah bagian yang tidak
mudahnya itu.
Kebanyakan manusia terjebak dalam zona keinginan, karena
tidak mau bersusah payah menjadi pengabul keinginan dirinya sendiri. Mereka berdalih,
kalau pengabulan itu tugasnya Dzat Maha.
Padahal mereka hanya tidak mau bersusah payah. Meski Dzat
Maha sendiri sudah berUjar tidak akan merubah kaum, kecuali kaum itu mau
merubah dirinya sendiri. Tetap saja dalih itu digunakan, karena tidak mau
memaksimalkan anugerahNYA.
Jadi pertanyaannya sahabatku… Mampukah kita menerima
keinginan, membentuknya, lalu mengendalikan ego kita untuk bersusah payah?
Kalau jawabannya adalah, iya. Maka mari kita maju ke langkah
kedua.
Langkah Kedua :
Beraksi secara netral
Apa itu aksi netral? Aksi netral adalah aksi seseorang yang
tidak mendikte hasil. Tetapi aksi seseorang yang hanya waskita pada aksinya
untuk menerima akibatnya.
Disinilah posisi membentuk energy berlangsung. Dalam langkah
kedua ini seseorang akan terus berproses-berproses-berproses untuk membentuk ALASAN
agar keinginannya terwujud.
Dalam langkah ini seseorang akan memaksimalkan jasadnya,
akalnya, waktunya, tenaganya untuk sebuah ALASAN. Dengan kata lain, seseorang
sadar dengan segala perangkat yang sudah diamanahkan kepada dirinya sendiri.
Dalam posisi ini seseorang akan melihat dirinya sendiri
tumbuh dan paham betapa berharga segala amanahNYA dalam diri ini.
Akhirnya seseorang akan merasakan kalau dalam setiap proses
membentuk ALASAN selalu ada Dzat Maha yang terus membersamai. Dzat Maha lebih
dekat dari urat nadi pun menjadi kalimat yang nyata!
Sehingga seseoarang itu bisa melangkah menju langkah ketiga.
Langkah Ketiga : Berbahagia
Sahabatku… Ini adalah langkah yang berharga, yaitu saat diri
mampu merasakan kebahagian melihat dirinya berproses untuk sebuah ALASAN. Dimana
keinginan itu tidak lagi menjadi keinginan, melainkan hanyalah sebuah AKIBAT
yang sedang disaksikan untuk terwujud.
Dalam langkah ini bukan berarti Anda sedang nyaman tanpa merasa
lelah. Pasti Anda sangat lelah… Tapi yang membedakan adalah, Anda paham kalau lelah
adalah harga untuk sebuah ALASAN. Anda paham kalau lelah adalah rasa tunduk
Anda kepada Dzat pemberi amanah. Anda juga paham, kalau lelah hanyalah
gemblengan.
Jadi dalam langkah ketiga ini, lelah tidak lagi membuat Anda
sengsara atau menyengsarakan. Dalam langkah ketiga ini Anda akan dipenuhi
dengan kekuatan membentuk karena Anda telah berhasil melakukan langkah kedua,
yaitu beraksi secara netral.
Pikirkan begini : Kalau Anda bisa membersamai Sang Pembentuk
yang membentuk segalanya tentang Anda, tentang keinginan Anda, tentang
kesadaran Anda. Maka apakah Anda akan kekurangan kekuatan? Resapi pelan-pelan
sahabatku…
Percayalah … Ketiga langkah ini apabila dilakukan, maka akan
mewujudkan segala keinginan secara ramah tanpa penyiksaan ego karena harus
terjebak dalam zona keinginan. Anda akan menyadari, kalau pada malam yang begitu
lelah, Anda masih bisa tersenyum dan merasa nyaman dengan segala keinginan, dan
bukan malah sebaliknya.
Jujur saja butuh banyak waktu yang terlewati sebelum
pelajaran ini bisa tertulis apa adanya. Namun kami tidak sedang berbagi kesempurnaan
seorang penulis, kami hanya sedang membagi pelajaran semesta yang masih sedang
dipelajari. Seorang pelajar hanyalah pelajar, dan itulah kami.
Akhir kata sahabatku… Semesta adalah kecukupan yang apa
adanya. Artinya, apapun nilai yang kita tanamkan, selalu akan menjadi nilai kita.
Ini sangat kuat sahabatku… maka itu berhati-hatilah! Karena kita telah lama
meremehkan diri kita sendiri.
Kita meremehkan Dzat Maha yang sudah membentuk kita dengan
bentuk yang sempurna.
Renungkanlah! Kalau kita adalah bentukNYA yang sempurna,
maka apakah kita akan dibentuk untuk merintihi keinginan atau justru untuk mewujudkannya?
Kalau begitu, jangan meremehkan diri yang sedari awal diri
ini sudah dipersiapkan untuk menjadi gerbangNYA yang MAHA Kaya, Maha Utuh, dan
Maha cukup.
Salam Semesta
Copyright 2021 ©www.pesansemesta.com