Pesan Semesta.
melampaui batas menjadi satu

BACALAH SAAT DIRI GUNDAH GULANA DENGAN KEADAAN

 




Seorang sahabat bertanya "Mohon solusi yang harus dilakukan saat gundah gulana karena keadaaan?" BersamaNYA kami menjawab.

Sahabatku… Hidup adalah sebab akibat. Sebuah kondisi tertentu akan selalu mengakibatkan hasil tertentu. Lalu dalam pergerakan sebab-akibat ini, kadang kita harus berada dalam kondisi tertentu untuk menerima hasil yang tidak sesuai keinginan.

Ketidaksesuaian keinginan dengan hasil memang akan selalu membuat diri gundah gulana, dan ini rasa yang wajar. Manusia selalu butuh sebab yang tepat untuk hasil yang tepat.  Kalau manusia tidak bisa merubah sebab, maka jangan mengharapkan hasil berubah. Karena ini jelas akan terus membuat kegundahan.

Kenapa?

Karena kegundahan harus hadir sebagai respon pemicu agar diri, supaya mau merubah sebab yang ada, untuk menghasilkan akibat yang sesuai keinginan. Itulah kenapa kegundahan jangan pernah ditolak.

Kebanyakan kita menolak kegundahan. Padahal seharusnya tidak! Kegundahan hadir tidak untuk ditolak. Tetapi untuk dinikmati. Dengan menikmati kegundahan, maka kita akan mengobati hidup kita, memperbaikinya untuk menepatkannya dalam posisi yang lebih baik dan kuat.

Kenapa? Karena justru kegundahan itu bisa menjadi alasan terbesar bagi diri untuk mampu membentuk sebab terbaik. Kita harus menggaris bawahi kata membentuk sebab. Karena disinilah kita akan belajar hidup.

Manusia sering berpikir kalau segalanya dalam hidupnya sudah terbentuk untuk dirinya begitu saja. Akibatnya mereka sering menempatkan diri mereka sebagai korban. Padahal dirinya hanyalah pemain yang sengaja menempatkan dirinya sebagai korban.

Sahabatku… Hidup adalah sebab akibat yang kompleks dan besar. Apapun sebabnya selalu ada, begitu juga apapun akibatnya selalu ada. Pertanyaannya: Akibat apa yang Anda inginkan sahabatku? Apapun itu, maka bentuklah sebabnya.

Sementara dalam membentuk sebab kita akan selalu berbenturan dengan dua rasa yang harus kita kendalikan :

Rasa Pertama Adalah Rasa Takut

Jadi begini, meski manusia itu makhluk yang paling pintar membentuk keinginan. Namun kita adalah makhluk yang penakut untuk mewujudkan keinginannya sendiri. Kita berharap situasi berubah untuk keinginan kita. Tapi kita sendiri takut untuk merubah situasinya.

Sebenarnya rasa takut ini muncul karena diri sudah mulai melihat tantangan-tantangan yang terbayang dipikiran mereka sendiri. Disini kami tidak bilang rasa takut ini buruk. Justru rasa takut ini sangatlah baik kalau bisa dikendalikan.

Untuk mengendalikan rasa takut, maka izinkan kami memberi satu rahasia kecilnya “Untuk mengendalikan rasa takut tidak dibutuhkan keberanian”.

Ada dua gunung yang terpisah jurang. Dua gunung ini terhubung dengan seutas tali. Keinginan Anda berada di jurang yang harus Anda lewati. Biasanya seseorang akan menunggu keberanian hadir. Namun tidak dengan Anda.

Anda tidak akan menunggu yang tidak akan datang. Tapi Anda akan mewaspadai diri Anda untuk melangkah. Anda akan mengendalikan diri untuk melangkah perlahan-lahan dan teratur. Anda akan mengendalikan diri untuk tidak melakukan gerakan yang sembrono. Anda akan mengendalikan rasa panas yang terasa saat Anda harus istirahat melangkah. Anda akan mengendalikan diri saat angin menampar. Anda juga akan mengendalikan rasa gembira karena Anda semakin mendekat. Sampai akhirnya Anda sampai pada keinginan Anda sambil disambut oleh keberanian.

Sahabatku… Kita butuh mengendalikan rasa takut bukan untuk berani, tetapi untuk waspada. Rasa takut yang terwaspadai akan menghadirkan keberanian.

Keberanian adalah hadiah bagi mereka yang berhasil mewaspadai rasa takut. Jadi jangan pernah mengharapkan keberanian kalau diri tidak pernah mau mengendalikan rasa takut.

Sekali lagi, untuk mengendalikan rasa takut tidak dibutuhkan keberanian, tetapi dibutuhkan kewaspadaan. Waspada itu bukan berarti berhenti. Waspada itu berhenti untuk sampai.

 

Rasa Kedua adalah rasa terburu-buru

Iya, itulah kita. Kita begitu ingin keinginan ini buru-buru terwujud. Saking buru-burunya kita selalu menempatkan keinginan sebagai keinginan. Sampai akhirnya keinginan tetap menjadi keinginan. Kegundahan pun tetap menjadi kegundahan.

Jasad pun mulai terkikis, jiwa pun semakin melemah, energy pun hanya terbuang percuma. Itukah kita sahabatku…? Kalau bisa jangan. Jangan menempatkan diri untuk terburu-buru dalam proses.Karena salah satu tanda kalau sebuah doa terwujud adalah, diri menjadi khidmat dan khusyu pada proses.

Hidup di bumi adalah pelajaran bagi mereka yang mau mengambil pelajaran. Harapan dan keinginan yang muncul adalah salah satu gerbang pembelajaran. Lalu ‘proses’ itu adalah pembelajaran itu sendiri. Semakin kita terfokus kepada proses, semakin kita banyak belajar.

Dengan berproses kita akan mengenal kemampuan diri dengan baik. Mengetahui kelemahan yang harus diperbaiki. Lalu menghargai tiap titik pencapaian diri. Inilah yang ingin diajarkan oleh DIA, yaitu pelajaran dan pengalaman berharga yang akan terlewat begitu saja, kalau kita berhenti berproses.

Jadi sahabatku… Proses, proses dan proses. Terus saja ikuti alur proses itu, meski hasil akhir sama sekali belum tampak. Pahami kalau alasan betapa banyak orang yang senantiasa mengulang harapan dan keinginan mereka setiap hari, adalah karena sebenarnya mereka malas untuk mengikuti proses. Padahal proses yang mereka jalani adalah pengabulan doa dariNYA.

Percayalah! Energi yang kita curahkan sepenuhnya dalam proses, akan menguatkan jasad dan jiwa. Kita pun akan semakin mendekatkan diri kepada wujud utuh pengabulan doa.

Saat ini kita hanya perlu mematuhi alur kalau DOA itu adalah Dinamis, Optimis dan Aksi. Dengan kata lain doa itu adalah proses. Kalau Anda berproses berarti Anda sudah menjadi DOA Anda sendiri. DOA tidak berada diluar Anda tetapi bersama Anda. Sehingga Anda mulai bisa menempatkan diri bersamaNYA yang sudah mengabulkan segala doa.

 

Akhir kata sahabatku…

Saat kita gundah gulana dengan alasan apapun. Maka pahami kalau kegundahan hanyalah alarm yang mengingatkan posisi kita. Seperti cermin, kegundahan itu adalah pantulan dari apa yang harus diperbaiki. Satu hal yang harus diperbaiki adalah justru diri yang masih merasakan kegundahan itu.

Jadi pertanyaan yang harus kita tanyakan ke dalam diri adalah “Kenapa masalah/kondisi/sikap ini masih membuat saya gundah?”

Coba tanyakan, dan dalam kondisi netral cobalah menerima jawabannya. Mohon jujurlah, dan janganlah membuat pembenaran. Terima segala alasan kekurangan diri saat jawaban itu terjawab.

Mungkin butuh beberapa hari atau musim untuk menerima jawabannya. Namun semesta itu baik, pertanyaan itu pasti akan terjawab. Kalau sudah, maka terimalah.

Apakah kalau sudah diterima, maka kegundahan hilang? Tidak! Kegundahan itu tidak hadir dari kondisi yang diluar. Kegundahan itu hadir dari diri Anda sendiri. Kegundahan tidak akan hilang sampai Anda merubah alasannya.

Tapi itu dahulu, sekarang kita akan merangkak untuk TIDAK menjadi korban. Anda sudah menerima jawabannya bukan? Kalau begitu, mari kita menikmatinya lagi.

 

 

Salam Semesta

Copyright 2021 © www.pesansemesta.com

  • 0
  • Oktober 29, 2021
admin16 admin16 Author

BLENDING – BLESSING – MEDITASI


 

Seorang sahabat bertanya “Apa beda nya blending, blessing, meditasi?” BersamaNYA kami menjawab dan bersamaNYA juga kita me-raih blending, untuk me-nerima blessing dengan meng-aksikan meditasi.

 

MERAIH BLENDING

Sahabatku… Pastinya kita paham arti kata blending yang secara bahasa artinya adalah penyatuan atau pencampuran. Jadi yang menjadi fokus pelajaran kita adalah penyatuan apa? Kalau bahasannya adalah me-raih blending, maka penyatuan apa yang diraih?

Ada dua penyatuan PENTING yang seharusnya diraih oleh kesadaran generasi umat manusia kita saat ini:

Pertama, penyatuan dengan diri sendiri. Kedua, penyatuan dengan luar diri. Dua urutan ini sudah apa adanya terbentuk. Jadi dengan sopan kita tidak bisa merubah urutannya.

Lalu, apa yang dimaksud dengan penyatuan dengan diri sendiri ?

Menyatu dengan diri sendiri artinya, kita mengenal siapa diri kita sendiri. Sederhana, tapi siapa diri yang sedang membaca tulisan ini sahabatku? Apakah betul kita mengenalnya – atau kita hanya berpura-pura saja?

Seseorang yang sudah menyatu dengan dirinya sendiri pasti akan menyadari jawaban dari tiga pertanyaan terbesar umat manusia, yaitu: Kenapa dia dihidupkan? Untuk apa dia dihidupkan? Dan SIAPA penghidup dirinya?

Jadi mereka yang meraih blending adalah mereka yang bukan sekedar tahu. Tetapi sadar tentang alasan dan tujuan kehidupannya. Sama seperti dia juga sadar Sang Penghidup yang harusnya dia tuhankan dalam hidupnya.

Sekali lagi sahabatku… Bukan sekedar tahu, tetapi sadar. Pengetahuan bisa menjadi triger kesadaran. Namun itu bisa saja tidak berpengaruh apa-apa kalau tidak pernah dilakukan. Ilmu semesta adalah ilmu yang menyerap untuk membangun, kalau sudah terbangun berarti sudah terserap.

Begitu juga saat penyatuan dengan diri sendiri sudah terbangun, maka biasanya diri mulai aktif menyaksikan hal-hal diluar dirinya untuk memperbaiki dan bukan untuk menilai.

Tidak akan ada penilaian, karena diri paham setiap manusia dan makhluk semesta alam memiliki alasan dan tujuan hidup yang diembannya masing-masing. Lalu dalam pergerakan mereka ini muncul tantangan-tantangan yang perlu diperbaiki untuk kemakmuran bersama.  

Hal-hal yang perlu diperbaiki inilah yang terus terlihat oleh mereka yang berhasil me-raih blending. Jadi mereka yang sudah me-raih blending akan sangat sibuk untuk terus memperbaiki dalam porsinya masing-masing demi kemakmuran semesta.

Lalu disaat perbaikan dan kemakmuran terbentuk, maka disaat itulah mereka yang meraih blending tersenyum, menengadah hormat, untuk menerima blessing yang tidak pernah dipikirkannya.

 

MENERIMA BLESSING

Sahabatku… Tidak memikirkan blessing adalah rahasia menerima blessing.

Manusia Bumi biasanya mengartikan blessing sebagai “sesuatu yang sangat baik atau keberuntungan”. Hanya saja sahabatku… Bukankah segalanya memang sudah menguntungkan?

Ada tiga keberuntungan yang jarang sekali kita anggap. Mari kita membahasnya sebentar saja, sebagai sebuah pengingat yang sedih.

Pertama adalah nyawa. Jujur saja kita jarang menganggap nyawa atau lebih detailnya energy penghidup yang sedang menghidupi kita saat ini sebagai blessing.

Kedua adalah jasad dan jiwa. Sama halnya dengan nyawa, kita jarang berpikir kalau tubuh dan sistem-sistem yang beroperasi otomatis di dalamnya sebagai blessing.

Dan ketiga adalah kesempatan. Dengan nyawa, tubuh dan jiwa maka kita memiliki kesempatan untuk apapun. Sayangnya kita juga jarang berpikir kalau kesempatan adalah blessing.

Jadi memang kita harus mengakui ketamakan diri kita sendiri. Inilah mungkin alasan kenapa kita tidak pernah merasa menerima blessing. Karena kita bahkan tidak menyadari blessing yang sudah kita terima. Mungkin kita sudah tahu. Hanya saja penyadaran adalah hal yang berbeda.

Jadi untuk saat ini pikirkan saja kalau segalanya sudah menjadi blessing dariNYA dan bersamaNYA kita akan terus membuka kado-kado manis blessingNYA, selalu.

Sebenarnya tulisan ini tidaklah rumit untuk dipahami. Kerumitan yang utama dari tulisan ini muncul karena kita tidak mau mengakui pembenaran-pembenaran yang sedang kita pertahankan. Kita ingin berada di tahap menerima blessing, karena kita berpikir blessing adalah gerbang kemudahan instan.

Tidak sahabatku… Blessing adalah segalanya. Saat diri yang sudah meraih blending bisa dengan ikhlas menyadari kalau segalanya adalah blessing. Tanpa memikirkan menerima blessing. Maka itu adalah pertanda kalau dirinya justru sedang menerima blessing.

Semesta ini adalah kenetralan absolute. Kenetralan harus dibalas dengan kenetralan. Tidak ada jalan keluar lain. Jadi sampai disini, me-raih blending sudah, me-nerima blessing sudah, lalu yang terakhir atau sebenarnya ini adalah yang pertama kali harus kita lakukan, yaitu meng-aksikan meditas.

 

MENG-AKSIKAN MEDITASI

Saat mendengar kata meditasi, maka yang terbayang oleh kita adalah pose duduk, menutup mata untuk merasa damai. Tapi bukan itu sebenarnya meditasi.

Seharunya meditasi adalah salah satu bentuk latihan diri untuk memusatkan dan menjernihkan akal. Sehingga diri bisa merasa lebih fokus dan produktif. Namun tetap dalam porsi damai.

Jadi kalau saat ini Anda sedang rajin bermeditasi, bagaimanapun caranya. Pahami, kalau meditasi bukan diam. Namun beraksi dalam diam. Meditasi juga bukan berhenti berpikir. Namun berakal untuk terus berpikir. Meditasi juga bukan mampu damai dalam tenang. Namun mampu damai dalam gaduh.

Hasil dari meditasi yang benar adalah diri yang paham kalau kegaduhan diluar dirinya memang nyata. Dan tugas dirinya adalah untuk tetap fokus dengan dirinya sendiri untuk terus menjaga kedamaian hadir ditiap gerakannya.

Itulah kenapa meditasi memang bisa menjadi langkah awal yang dilakukan untuk me-raih blending dan me-nerima blessing. Asalkan saat melakukan meditasi, jangan hanya duduk, menutup mata dan mengosongkan pikiran begitu saja dalam diam. Tapi cobalah sekali-kali melakukan MOVE IN.

MOVE IN adalah mode mengkoneksikan kesadaran untuk merasakan hal-hal yang sedang berlangsung didalam diri. Dari mulai merasakan proses jantung yang berdetak, aliran nafas yang berproses, aliran darah yang mengalir, organ-organ yang bekerja, sel yang bergetar, terus sampai ke titik merasakan bagaimana SANG PENGHIDUP bervibrasi didalam tiap sudut jasad ini untuk menghidupkan.

Jadi dengan bermeditasi sambil masuk ke mode MOVE IN ini kita mulai merasakan kembali diri kita. Kembali mengenal yang didalam, agar mampu mengatur yang diluar. Bukan hanya itu, dengan meditasi mode MOVE IN kita akan mengenal kembali dengan SIAPA kita bergerak. Kita semakin mengenal lagi bahwa kasih sayang penghidupanNYA yang tidak terbatas, ada ditiap inci diri kita.

Semakin sering kita melakukan ini, maka kita semakin sadar dengan SIAPA kita bergerak. Akhirnya bisa muncul percik-percik penyatuan dan ini adalah rahasia kecil kalau kita ingin meraih blending. Sementara untuk menerima blessing, hal kecil yang perlu kita lakukan adalah membuat diri sadar kalau segalanya sudah menjadi blessing.

Sungguh tiga hal luar biasa bukan? Iya, ini benar-benar luar biasa. Terimakasih untuk pertanyaan yang mempesona.

Akhir kata sahabatku… Amanah harus disampaikan bukan? Kalau begitu sampaikanlah amanah yang dibawa oleh diri ini. Meraih blending bisa menjadi pembuka awal.  Tidak ada pengakuan saat meraihnya. Ini hanya tentang amanah yang tersampaikan dengan hormat.

Bersemangatlah, gunakanlah akhir detik ini untuk menyampaikan amanah dengan hormat.

 

Salam Semesta.

 

Copyright 2021 © www.PesanSemesta.com

 

 

 

  • 0
  • Oktober 28, 2021
admin16 admin16 Author

TIGA LANGKAH UNTUK MENJADI PENGENDALI DIRI YANG NETRAL



Sahabatku… Mari kita belajar self control sebentar. Segala kebaikan butuh pengendalian. Manusia dihidupkan dengan kemampuan untuk mengendalikan. Misalnya saja, jasad kita dibuat untuk mampu mengendalikan molekul air didalam dirinya sendiri agar seimbang.

.

Tubuh butuh molekul air untuk sel. Tapi, saat tubuh tidak bisa mengatur kadar air didalam dirinya, maka akan terjadi overhidrasi. Kelebihan air dalam tubuh menyebabkan kadar garam tubuh turun dan sel membengkak. Jadi dalam diam, tubuh kita terus mengendalikan jumlah kebutuhan air yang bisa diserap oleh tubuh kita sendiri. Agar air bisa bergerak sesuai fitrahnya.

.

Bergerak sesuai fitrah – inilah fungsinya pengendalian. Fitrah sendiri hanyalah bentuk kebaikan asal. Segalanya adalah kebaikan kalau segala kebaikan itu mampu dikendalikan. Itulah fungsi diri sebagai khalifah. Pemimpin selalu mengendalikan, bukan melepas kendali, apalagi dikendali.

Self control adalah mengendalikan diri agar menjadi kebaikanNYA yang seimbang.

Jadi bukan berarti tidak dikendalikan tidak baik. Tetap secara wujud sesuatu yang tidak dikendalikan memiliki kebaikan. Contoh, air adalah baik, tapi air tetap harus dikendalikan agar kebaikannya bisa seimbang dan sesuai dengan fitrah atau kebaikan asal.

.

Oksigen adalah baik, tapi oksigen tetap harus dikendalikan. Lapar dan kenyang itu adalah baik, tapi tetap lapar dan kenyang itu harus dikendalikan. Fungsi pengendalian adalah supaya segala kebaikan yang sudah ada bisa bergerak sesuai fitrah yang baik.

.

Dalam pengendalian akan terbentuklah keteraturan dan keseimbangan. Saat kebaikan itu sudah teratur dan seimbang. Maka kebaikan itu bergerak sesuai fitrah. Dan saat segalanya sudah sesuai fitrah. Maka segalanya bisa kita kembalikan. Akhirnya kita bisa menjadi khalifah yang menjadi gerbang kebaikannya bagi semesta alam.

.

Pikirkan seperti ini sahabatku… Kalaulah diri ini adalah wujud kebaikanNYA yang ikhlas. Maka segala kebaikanNYA harus dikembalikan dengan ikhlas juga bukan?

.

“Ikhlas harus dibalas dengan ikhlas” dalam hidup ini kita sedang belajar untuk ikhlas menjadi kebaikanNYA untuk kebaikanNYA. Mari kita membuat mudah pelajaran ikhlas ini dengan belajar mengendalikan diri dalam kenetralan. Kenapa netral? Karena hanya dengan kenetralanlah kita bisa belajar ikhlas menerima dan ikhlas memberi.

.

Jadi mari kita belajar bagaimana cara menjadi pengendali diri yang netral?

.

Pertama: Kenalilah Diri Sendiri

Kenali manusia, yaitu diri sendiri. Kenali komponennya, cara kerjanya, sistemnya, sebab akibat yang diembannya. Kenalilah diri!

.

Seseorang tidak bisa mengendalikan yang tidak dikenalinya. Diri hanya bisa mengendalikan yang dikenalinya.

.

Tentunya ini akan merepotkan memang. Selama ini kita belajar untuk menjadi unggul. Tapi bukan untuk unggul mengenal diri.

.

Salah satu contoh kita bisa mengendalikan diri apabila mengenal diri adalah seperti ini :

Misalnya saat kita berbicara tentang alasan kebahagian, maka kita sering memikirkan alasan kebahagiaan sebagai konsep keadaan, harta benda, atau orang-orang dalam hidup kita. Padahal pada kenyataannya, kebahagiaan merupakan hasil dari pengalaman kimiawi.

.

Terdapat empat neurokimia utama, hormon, dan neurotransmitter yang dihasilkan dalam otak yang pada dasarnya bertanggung jawab untuk menciptakan sensasi dan emosi yang kita asosiasikan, termasuk kebahagiaan.

.

Artinya; apabila jasad tidak bisa mengolah pengalaman kimiawi ini, maka jangan harap diri akan merasakan kebahagiaan, meskipun diri memiliki segudang alasan untuk berbahagia. Begitu juga apabila diri berhasil memerintahkan jasad untuk mengolah kimiawi ini, maka diri bisa merasakan kebahagiaan instant, tanpa memiliki satu pun alasan untuk berbahagia.

.

Nah, dengan mengenal kinerja-kinerja diri yang seperti diatas. Maka kita akan MAMPU mengendalikan diri untuk tidak terjebak pada keadaan yang tidak baik. Lalu bergegas memilih bergerak dalam fitrah kebaikanNYA.

.

Sudah menjadi fitrah kebaikanNYA adalah kita mampu berbahagia dengan mengendalikan rasa syukur dalam diri tanpa menaruh syarat dari luar. Karena tahukan Anda kalau bersyukur adalah pikiran positif yang mampu meledakkan kadar dopamin tinggi di otak? 

.

Neuroscience telah menemukan hubungan antara pikiran positif dan aktivasi neurotransmitter tertentu. Jadi dengan memusatkan perhatian pada hal-hal yang disyukuri memaksa perubahan jasad ke fase yang lebih positif. Karena tindakan sederhana ini mampu merangsang lebih banyak neurotransmiter di otak kita, khususnya dopamin dan serotonin, yang meningkatkan perasaan puas. Inilah sebabnya mengapa dopamin dan serotonin sering disebut sebagai "bahan kimia bahagia."

Bukankah ini hanya bisa terjadi dengan pengendalian?

.

kedua : jadilah waskita terus menerus

Waskita terus menerus artinya selalu waspada tanpa putus. Seseorang tidak bisa mengaplikasikan kewaspadaan kalau tidak sengaja memilih hidup dalam mode pikiran sadar (conscious).

Pikiran sadar melibatkan semua hal yang saat ini kita sadari dan pikirkan. Harusnya kesadaran kita tentang diri dan dunia di sekitar sudah menjaid bagian dari kesadaran kita. Sayangnya hidup dengan mode conscious penuh tidak terlalu mudah.

Itulah kenapa para peneliti lebih sering berkata kalau kita hanya mengakses pikiran sadar 5% dan mengakses pikiran bawah sadar 95%. Mereka juga berkata pikiran sadar mirip dengan memori jangka pendek dan terbatas dalam hal kapasitas. Padahal kewaskitaan terletak dalam mode ini.

Karena saat manusia hidup dalam pikiran bawah sadar yang 95% maka sebenarnya manusia itu tidak mengendalikan apa-apa. Karena yang mengendalikan dirinya adalah program bawaan yang mungkin saja bukan program otentik dirinya. Bisa jadi itu program dari lingkungan dan pengalaman-pengalaman yang bukan fitrah utama dirinya.

 

.

 

Jadi singkatnya untuk mengendalikan seseorang harus waspada. Kewaspadaan hanya aktif dalam mode sadar. Sementara untuk merubah dari mode pikiran bawah sadar menuju pikiran sadar, seseorang harus melakukan hal ketiga dengan netral.

.

 

KETIGA : GUNAKAN AKAL UNTUK BER-AKAL

.

Sahabatku… Apakah kita ber-akal? Kalau kami lanjut membahas ini, pastinya akan seru. Namun agak melebar. Jadi akan kami bahas jawaban ini pada kesempatan lainnya. Secara saintifik sendiri kenapa menggunakan akal untuk ber-akal bisa membuat waskita adalah seperti ini.

.

Akal yang kami maksud disini adalah fungsi dari kehadiran pikiran. Kita memiliki aliran pikiran tapi belum tentu kita memiliki akal yang berfungsi disitu. Akal adalah kecerdasan yang hadir didalam pikiran. Nah, sayangnya manusia lebih mudah kehilangan akal dibanding kehilangan pikiran.

.

Kita tidak perlu jauh-jauh menyebut kata gila untuk menyimpulkan kehilangan akal. Karena kehilangan akal pada level yang sederhana itu bukan gila, melainkan tidak menggunakan atau menfungsikan akal itu sendiri untuk membangun kesadaran diri untuk waskita.

.

Ingat! Menggunakan akal berbeda hal dengan menggunakan pikiran. Akal kita berpikir, tapi pikiran tidak berpikir. Pikiran adalah informasi energetic yang tertangkap oleh kesadaran. Sementara akal adalah milik kesadaran itu.

.

Itulah kenapa meski kita banyak pikiran kita tetap tidak pernah setingkat lebih cerdas dari semua pikiran itu, sampai akhirnya kita mau menggunakan akal untuk memikirkan semuanya.

.

Salah satu tanda kalau akal yang berpikir, maka kita tidak akan memikirkan semuanya. Karena akal kita tahu persis bagaimana memilah pikiran. Akal kita tahu pikiran mana yang harus difokuskan dan mana yang tidak. Akal tahu persis kalau ini adalah pikiran sampah yang tidak perlu diberpikirkan, sementara yang ini dan itu adalah hidayah, solusi, ide, awal perubahan, dan perlu di berpikirkan.

.

Tidak hanya mampu memberpikirkan aliran pikiran, akal juga tahu dengan sangat cerdas bagaimana caranya memberlakukan aliran pikiran yang berharga itu. Disinilah kewaspadaan aktif untuk membentuk pengendalian dimulai.

.

Kalau Anda sampai membaca sampai paragraph ini, maka bergembiralah. Kita telah belajar mengenal diri. Kita telah berhasil menjadi sadar dengan memikirkan pelajaran. Dan karenanya kita mengaktifkan kewaspadaan untuk mulai mau bergerak sesuai fitrahNYA.

.

Bagian sakralnya, kita menjadi tahu kalau kebaikan butuh pengendalian agar menjadi seimbang. Seimbang itu bukan berarti baik, bukan juga berarti buruk. Seimbang itu seperti sepotong sama yang diletakan dalam waktu yang sama.

.

Dari sini semoga kita bisa melihat kalau kebaikanNYA itu selalu berwujud netral. Jadi memang kita harus mengendalikannya juga secara netral.

.

Pengendali diri yang netral adalah diri yang bergerak sesuai fitrahnya Sang Pembentuk. Resapilah dengan netral sahabatku… Karena ini sungguhlah pelajaran seumur hidup yang mempesona.

.

Salam Semesta

Copyright 2021 © www.pesansemesta.com

 

 


  • 0
  • Oktober 26, 2021
admin16 admin16 Author

RAHASIA PENTING KENAPA AFIRMASI TIDAK PERNAH BERHASIL?

 


Seorang sahabat bertanya “Kenapa kalimat afirmasi yang saya ucapkan tidak pernah berhasil? Padahal kalimatnya sudah sesuai, dan diucapkan pada waktu yang sesuai” Melalui izinNYA kami menjawab.

Banyak praktisi spiritual yang mengajarkan tentang kekuatan afirmasi untuk membentuk energi baru dan merubah keadaan. Sayangnya mereka tidak gamblang berkata kalau :

Sebagus apapun kalimat afirmasi atau sesering apapun kalimat afirmasi diucapkan. Afirmasi tidak memiliki kekuatan super kompleks untuk mewujudkan energi yang Anda inginkan. Kecuali Anda mau melakukan dua hal ini secara berbarengan.

Lalu apa yang harus kita lakukan agar afirmasi berhasil?

HAL PERTAMA : MEMBENTUK EMOSI YANG SESUAI

Jadi begini sahabatku…

Afirmasi sering dikaitkan dengan membentuk energi melalui pengucapan kalimat positif yang diucapkan. Apapun kalimatnya. Setiap kalimat itu mengandung unsur getaran energi. Baik diucapkan, tidak diucapkan, atau pun hanya ditulis diatas kertas seperti yang sedang Anda baca sekarang, tetap saja unsur getaran energinya akan selalu ada.

Energetic field itu nyata dan bukan sebuah kerangka teoritis yang menyeliputi atom. Penemuan ilmiah fisika kuantum membuktikan bahwa medan energi itu memanglah ada. Medan itu mengandung segalanya dan menghubungkan segala sesuatu dengan yang lainnya.

Contohnya manusia. Manusia adalah energi, apapun yang dihasilkannya adalah energi yang bergetar dan terhubung dalam frekuensi yang selalu membentuk. Baik dalam wujud energi yang terbentuk dalam bentuk fisik (materi) ataupun terbentuk non fisik, salah satunya seperti emosi.

“Emosi adalah getaran energi yang kadang tidak terwaspadai”

Sudah menjadi hukum energi, kalau setiap getaran energi akan menarik frekunsi yang sama. Semakin kuat getaran energi, maka akan semakin kuat frekuensi yang ditarik. Lalu semakin kuat pula energi terbentuk.

Hanya saja dari mana sebuah kalimat memiliki unsur getaran energi BUKAN dari kalimatnya. Melainkan dari bagaimana kalimat itu ditulis atau diucapkan. Dengan kata lain kesadaran seseorang yang menulis atau mengucapkannya lah yang terpenting.

Saat kita berbicara tentang kesadaran, maka kita akan berbicara tentang totalitas keberadaan diri kita saat ini. Kesadaran itu bukan drama yang penuh manipulasi.

Kesadaran adalah kejujuran yang kita hasilkan dari jiwa raga yang kita operasikan saat ini. Rahasianya: Emosi membentuk energi kesadaran. Apapun yang kita ucapkan sebagai afirmasi tidak akan membentuk energi-energi apa-apa. Tetapi kesadaranlah, termasuk didalamnya emosi kita lah yang membentuk energinya.

Pertanyaannya: Seperti apa itu emosi kita saat mengucapkan afirmasi? ---- DISINILAH KUNCI KEBERHASILANNYA BERADA!

Kebanyakan kita mengucapkan afirmasi dalam kondisi emosi tidak memiliki. Masuk akal memang; kita tidak memiliki kebahagiaan. Maka itu kita menginginkan kebahagiaan, bukan begitu?  Lagi pula, kalaulah kita memiliki kebahagiaan atau apapun itu tentu kita tidak akan menginginkannya.

Betul sahabatku! Tidak ada yang salah dengan keinginan. Namun kalau kita ingin membentuk energi, maka hal utama yang harus kita hindari adalah KEINGINAN. Anda boleh membaca tulisan kami yang sebelumnya karena ini sangat berhubungan.

Disini kami akan mengulang saja kalau energi kebahagian terbentuk dari emosi kebahagian, dan bukan dari ‘keinginan’ untuk bahagia.

Saat seseorang ingin kebahagiaan, maka seseorang itu sadar kalau dirinya tidak memiliki kebahagian. Emosi tidak memiliki kebahagiaan pun terbentuk ke dalam sebuah energi.

Sementara sudah menjadi keniscayaan kalau energi bergetar menarik frekuensi yang sesuai dengan frekuensi yang dipancarkan. Karena frekuensi yang Anda pancarkan adalah frekuensi tidak bahagia, maka itulah yang Anda tarik. Dan ini berlaku untuk energi-energi lainnya.

Disinilah pentingnya meletakan emosi yang tepat dalam afirmasi. Kalau Anda meletakan emosi tidak berbahagia, maka afirmasi apapun TIDAK AKAN PERNAH bisa membentuk energi yang Anda inginkan. 

Apapun isi dan tujuan afirmasi Anda, maka afirmasi itu tidak akan pernah terwujud kalau masih menjadi keinginan.

Itulah kenapa, saat seseorang sedang merasa sengsara, tidak bersyukur, sedih, depresi, tertekan lalu mengucapkan afirmasi “Saya bahagia” maka afirmasi itu justru bukan berbalik otomatis sebagai rasa kebahagiaan. Justru perasaan bersalah kalau dirinya memang sedang tidak berbahagia, dan sangat ingin berbahagia.

Frekuensi hanya menarik frekuensi yang sama.  Sementara kesadaran manusia adalah energi getarannya, dan emosi membentuk energi kesadaran.

Sekarang Anda paham bukan, kalau meletakkan emosi yang tepat dalam afirmasi, satu juta kali lebih penting dari afirmasi itu sendiri. Ini adalah bukti kalau semesta tidak pernah tuli – semesta hanya mendengar sebelum terdengar.

Tapi perhatikanlah sahabatku… Bukankah ada aksi yang harus kita lakukan disini? Iya, aksi itu adalah mengendalikan. Dan inilah hal kedua yang harus kita lakukan agar afirmasi berhasil.

HAL KEDUA : MENGENDALIKAN DIRI

Mampukah kita mengendalikan kesadaran diri membentuk emosi kecukupan untuk membentuk kecukupan? Mampukah kita mengendalikan kesadaran diri membentuk emosi kedamaian untuk membentuk kedamaian? Mampukah kita mengendalilan kesadaran diri membentuk emosi kebahagian untuk membentuk kebahagiaan?

Kita boleh mengucapkan afirmasi untuk mewujudkan keinginan, tidak ada yang salah dengan ini.

Hanya saja, bagian paling salahnya adalah, saat kita hanya membiarkan kesadaran berlari tanpa pengendalian. Karena saat seseorang mengendalikan, maka seseorang akan paham sebab akibat dari segala tindakannya. Akhirnya bukan hanya ucapannya saja yang penuh afirmasi. Melainkan seluruh tindakannya selaras dengan afirmasinya. Kesadarannya pun menjadi kompak dan selaras.

Contoh sederhana mereka yang paham sebab akibat tidak berharap menjadi pintar. Melainkan mereka hanya fokus belajar untuk menjadi pintar. Betul pintar menjadi keinginan mereka. Tetapi mereka mengendalikan diri untuk tidak hanya fokus pada keinginannya, melainkan juga pada sebabnya.

Masalahnya seseorang yang selalu membiarkan diri didikte oleh keinginan tanpa pengendalian justru cenderung melakukan yang sebaliknya. Mereka cenderung fokus pada keinginan agar cepat terpenuhi tetapi menutup akal untuk menganalisa sebabnya.  

Padahal apabila afirmasi dilakukan berbarengan dengan pengendalian, maka segala keinginan tidaklah menjadi hal yang mustahil. Jadi sahabatku cobalah belajar untuk menjadi pengendali yang mengendalikan keinginan dan bukan sebaliknya.

Akhir kata sahabatku…

Sekali lagi, Kalimat afirmasi tidak memiliki kekuatan super kompleks untuk mewujudkan apapun. Energi yang kita bentuklah yang mampu mewujudkannya. Energi tidak dibentuk dengan kalimat, melainkan dengan kesadaran.

Ini tidak rumit sahabatku… Ini hanya sebuah tanda bagi akal untuk paham kalau dirinya adalah gerbang Sang Pembentuk. Renungkanlah…

 

Salam Semesta

Copyright © www.PesanSemesta.com

  • 0
  • Oktober 18, 2021
admin16 admin16 Author

3 LANGKAH AGAR DIRI TERLEPAS DARI ZONA KEINGINAN



“Energy terbentuk dalam zona netral, bukan zona keinginan”

Mereka bilang hidup ini digerakan oleh keinginan. Kita boleh menganggap itu betul. Meski pada keniscayaannya keinginan tidak bisa menggerakan kehidupan.

Bukti sederhananya, cobalah berdiri di depan sepiring makanan saat lapar. Secara logika, pastinya Anda ingin memakannya karena Anda lapar bukan? Tapi apakah Anda akan memakannya dengan keinginan Anda, atau dengan kesadaran Anda yang berhasil menggerakan tangan untuk mengambil makanan dalam sepiring makanan itu dan menyuapnya?

Iya betul sahabatku…

Keinginan menjadi dasar bagi manusia untuk mau bertindak lalu memenuhi kebutuhannya. Tetapi keinginan tidak pernah menjadi penggerak yang alami. Kesadaran kitalah yang bertindak sebagai penggerak dan bukanlah keinginan kita.

Disinilah letak kemulian manusia dibuat. Dimana manusia dibuat untuk tidak menjadi budak keinginannya, melainkan pengendali keinginannya sendiri.

Dimana meski manusia memiliki insting keinginan yang kuat dalam dirinya. Tetapi tetap dirinya tidak diprogram untuk dikontrol oleh keinginanya sendiri. Melainkan justru untuk mengendalikan keinginannya agar dirinya tidak HANYA terperangkap dalam zona keinginan.

Kami sebut perangkap, karena zona keinginan adalah zona tidak netral seseorang. Dimana seseorang dengan sengaja menempatkan dirinya pada satu tempat yang belum dimilikinya. Bukan yang sudah dimilikinya.

Kalau kita berhasil menempatkan diri dalam zona tidak memiliki dan mempertahankan posisinya, maka itulah energy yang kita bentuk. Padahal sebenarnya kita mengharapkan bentuk yang sebaliknya bukan?

Disinilah pentingnya melepas diri dari ZONA keinginan. Karena rahasia agar keinginan terwjud sebenarnya sangat sederhana namun sangat powerfull. Rahasianya adalah, jangan hidup dalam zona keinginan. Tapi rubahlah keinginan itu menjadi ALASAN.

Kita harus ingat kalau manusia adalah makhluk energetis yang dibuat dengan keagungan dan kecukupan yang sempurna. Pada core yang sebenar-benarnya kita adalah energi netral semesta yang juga membentuk energi. Sementara sekali lagi, energy terbentuk dalam zona netral, bukan zona keinginan.

Energy terbentuk dalam zona netral berdasarkan hukum sebab-akibat. Jadi, kalau kita berhasil keluar dari zona keinginan untuk merubah segala keinginan menjadi sebuah sebab untuk akibat yang sesuai dengan keinginan, maka segala keinginan akan selalu terkabul.

Lalu, bagaimana caranya keluar dari zona keinginan? Ada 3 langkah untuk keluar dari zona keingainan :

Langkah Pertama : Menerima untuk mengendalikan

Saat keinginan muncul, maka terimalah. Jangan ditolak! Keluar dari zona keinginan bukan menutup segala keinginan. Tetapi mengendalikannya. Lalu, bagaimana cara mengendalikan keinginan?

Caranya sederhana, tapi jujur tidak semudah itu. Hal paling awal, imajinasikan segala keinginan itu secara detail. Benar-benar detail dan sangat detail. Jangan lewatkan satu apapun. Anda bisa mempraktekannya dengan cara apapun. Boleh ditulis, dirangkai, digambar. Apapun itu yang penting detailnya sangat jelas.

Setelah detail keinginan Anda jelas, maka Anda harus setuju untuk menjadi pengabul keinginan itu sendiri, dan inilah bagian yang tidak mudahnya itu.

Kebanyakan manusia terjebak dalam zona keinginan, karena tidak mau bersusah payah menjadi pengabul keinginan dirinya sendiri. Mereka berdalih, kalau pengabulan itu tugasnya Dzat Maha.

Padahal mereka hanya tidak mau bersusah payah. Meski Dzat Maha sendiri sudah berUjar tidak akan merubah kaum, kecuali kaum itu mau merubah dirinya sendiri. Tetap saja dalih itu digunakan, karena tidak mau memaksimalkan anugerahNYA.

Jadi pertanyaannya sahabatku… Mampukah kita menerima keinginan, membentuknya, lalu mengendalikan ego kita untuk bersusah payah?

Kalau jawabannya adalah, iya. Maka mari kita maju ke langkah kedua.

 

Langkah Kedua : Beraksi secara netral

Apa itu aksi netral? Aksi netral adalah aksi seseorang yang tidak mendikte hasil. Tetapi aksi seseorang yang hanya waskita pada aksinya untuk menerima akibatnya.

Disinilah posisi membentuk energy berlangsung. Dalam langkah kedua ini seseorang akan terus berproses-berproses-berproses untuk membentuk ALASAN agar keinginannya terwujud.

Dalam langkah ini seseorang akan memaksimalkan jasadnya, akalnya, waktunya, tenaganya untuk sebuah ALASAN. Dengan kata lain, seseorang sadar dengan segala perangkat yang sudah diamanahkan kepada dirinya sendiri.

Dalam posisi ini seseorang akan melihat dirinya sendiri tumbuh dan paham betapa berharga segala amanahNYA dalam diri ini.

Akhirnya seseorang akan merasakan kalau dalam setiap proses membentuk ALASAN selalu ada Dzat Maha yang terus membersamai. Dzat Maha lebih dekat dari urat nadi pun menjadi kalimat yang nyata!

Sehingga seseoarang itu bisa melangkah menju langkah ketiga.

 

Langkah Ketiga : Berbahagia

Sahabatku… Ini adalah langkah yang berharga, yaitu saat diri mampu merasakan kebahagian melihat dirinya berproses untuk sebuah ALASAN. Dimana keinginan itu tidak lagi menjadi keinginan, melainkan hanyalah sebuah AKIBAT yang sedang disaksikan untuk terwujud.

Dalam langkah ini bukan berarti Anda sedang nyaman tanpa merasa lelah. Pasti Anda sangat lelah… Tapi yang membedakan adalah, Anda paham kalau lelah adalah harga untuk sebuah ALASAN. Anda paham kalau lelah adalah rasa tunduk Anda kepada Dzat pemberi amanah. Anda juga paham, kalau lelah hanyalah gemblengan.

Jadi dalam langkah ketiga ini, lelah tidak lagi membuat Anda sengsara atau menyengsarakan. Dalam langkah ketiga ini Anda akan dipenuhi dengan kekuatan membentuk karena Anda telah berhasil melakukan langkah kedua, yaitu beraksi secara netral.

Pikirkan begini : Kalau Anda bisa membersamai Sang Pembentuk yang membentuk segalanya tentang Anda, tentang keinginan Anda, tentang kesadaran Anda. Maka apakah Anda akan kekurangan kekuatan? Resapi pelan-pelan sahabatku…

Percayalah … Ketiga langkah ini apabila dilakukan, maka akan mewujudkan segala keinginan secara ramah tanpa penyiksaan ego karena harus terjebak dalam zona keinginan. Anda akan menyadari, kalau pada malam yang begitu lelah, Anda masih bisa tersenyum dan merasa nyaman dengan segala keinginan, dan bukan malah sebaliknya.

Jujur saja butuh banyak waktu yang terlewati sebelum pelajaran ini bisa tertulis apa adanya. Namun kami tidak sedang berbagi kesempurnaan seorang penulis, kami hanya sedang membagi pelajaran semesta yang masih sedang dipelajari. Seorang pelajar hanyalah pelajar, dan itulah kami.

Akhir kata sahabatku… Semesta adalah kecukupan yang apa adanya. Artinya, apapun nilai yang kita tanamkan, selalu akan menjadi nilai kita. Ini sangat kuat sahabatku… maka itu berhati-hatilah! Karena kita telah lama meremehkan diri kita sendiri.

Kita meremehkan Dzat Maha yang sudah membentuk kita dengan bentuk yang sempurna.

Renungkanlah! Kalau kita adalah bentukNYA yang sempurna, maka apakah kita akan dibentuk untuk merintihi keinginan atau justru untuk mewujudkannya?

Kalau begitu, jangan meremehkan diri yang sedari awal diri ini sudah dipersiapkan untuk menjadi gerbangNYA yang MAHA Kaya, Maha Utuh, dan Maha cukup.

 

Salam Semesta

Copyright 2021 ©www.pesansemesta.com

  • 0
  • Oktober 13, 2021
admin16 admin16 Author

OFFICIAL CHANNEL



Kontak Order Buku

Online Order


Up Kang Wahid :


Up Kang Edy :

DATABASE

COPYRIGHT

Seluruh artikel didalam website ini ditulis orisinil oleh tim penulis Pesan Semesta. Artikel yang kami share melalui website ini bukan hasil jiplakan, kutipan atau terjemahan.

Bagi pembaca yang ingin menghubungi penulis silahkan mengrim pesan melalui email : pesansemesta@yahoo.com


SALAM SEMESTA

Total Tayangan Halaman