SEMESTA – KARYA atau ILUSI?
Oktober 30, 2019
Sahabatku… kita pasti pernah
mendengar ada sebagian ilmuan yang berpendapat bahwa semesta ini hanyalah
ilulsi. Ada juga yang membuat hipotesis bahwa kita hanya hidup didalam dunia
holografik. Mereka yang menentang habis materialisme juga mengatakan bahwa
semua materi semesta hanya mengada-ada di otak kita dan tidak pernah nyata.
Kami akan terus menghargai
berbagai pendapat, karena segala pendapat adalah hasil olah pikiran manusia
yang mana adalah semesta. Setiap semesta berhak memberikan pendapatnya. Semacam
sepetak tanah yang akan pucat kalau bunganya hanya berwarna putih, perbedaan
pendapat bukanlah perdebatan, namun harmonisasi hidup. Tidak perlu ada yang
merasa dikalahkan atau dijatuhkan, karena semesta memiliki jalur tersendiri
untuk memberi tahu kita apa yang sebenarnya.
Izinkan semesta meluruskannya
melalui artikel sederhana ini. Jadi bagian kebenaran pertama yang mau diungkap
adalah tidak benar kalau materi tidak ada atau ilusi. Tidak pula benar kalau
materi itu hanya mengada-ada di kepala kita. Sementara holografik pun harus
memiliki unsur materi agar bisa membentuk hologram. Jadi sebenarnya betul
materi itu ada dan nyata.
Namun kenyataan memiliki lapisan.
Dilapis mana kita mampu melihat dan menyaksikan itulah materi. Tentunya ini
bukan hal yang sulit bagi SANG PENCIPTA untuk menciptakan berbagai lapis
kenyataan, meski sangat sulit bagi kita, bahkan untuk memahaminya.
Bagian tersulitnya adalah melepas
ego untuk menyakini lapisan kenyataan yang berbeda. Itulah kenapa kita harus
senantiasa berendah diri dengan segala keterbatasan kita menyaksikan kenyataan.
Jadi sederhananya apakah semesta itu karya atau ilusi, jawabannya relatif. Tergantung bagaimana kita mampu menyaksikan kenyataannya.
Bayangkan diri kita duduk
dihamparan safana hijau yang membentang. Ada semilir angin yang menghembus. Kicauan
kecil burung-burung yang menari dan semerbak bunga-bungi kecil khas safana. Bayangkan
diri kita menyentuh lembutnya rumput-rumput itu sambil menyaksikan birunya
bentangan langit, awan yang menari-nari dan kilauan matahari yang beranjak tenggelam.
Sangat damai kita duduk disana
sampai matahari benar-benar tenggelam, dan langit biru itu mendadak menghitam
dengan lebih banyak kilauan. Berjuta-juta bintang kecil menyinarinya. Bulan pun
muncul disudut yang sama. Angin bertambah sejuk kita pun menjadi dingin. Meraih
selembar selimut dan tertidur pulas ditengah safana itu.
Sahabatku…? Apakah ini ilusi?
Membayangkannya adalah ilusi,
karena kita tidak bisa menyaksikannya langsung. Kita butuh menyaksikan sebelum
berkata kalau ini adalah karya. Hanya saja jarak penyaksian kita terbatas. Kita
ini makhluk semesta yang dengan sengaja sangat membatasi diri.
Sahabatku… Mari membuka dan
melepas batas-batas diri, hanya agar kita mampu menyaksikan kebesaran tak
terhingga dari penciptaan.
Menyaksikan sendiri kalau semesta
ini memanglah karya terindah dan terbaik dari SANG PENCIPTA. Sebuah keindahan
dan kebaikan yang tidak akan mampu terdefinisikan.
Dilapis manapun kita menyaksikan
kenyataan tetap keindahan dan kebaikan SANG PENCIPTA tidak akan pernah
terdifinisikan. Kenapa? Jawabannya simpel, meski masih berat.
Pikirkan begini: Bagaimana
SESUATU itu membutuhkan definisi saat segalanya adalah definisi dari SESUATU
itu sendiri. Bagaimana kalau SANG PENCIPTA sudah mendefinisikan diriNYA untuk
segalanya. Masih perlukah kami mendefinisikan SANG PENCIPTA atau masih perlukah
SANG PENCIPTA meminta definisi dari diriNYA sendiri?
Silahkan kita berpikir untuk
menemukan jawaban dari jiwa terdalam kita. Jelas jawabannya sudah tertanam,
karena jiwa itu pun adalah ciptaan SANG PENCIPTA.
Akhir kata sahabatku…
Kalau segalanya adalah diriNYA
dan SESUATU yang menggerakkan semesta itu adalah diriNYA –SANG PENCIPTA YANG
menciptakan semesta. Lalu kenapa kita masih mencari definisi?
atau sebenarnya, dilapis kenyataan mana kita berada sampai kita masih mencari difinisi?
Salam Semesta
Copyright © www.PesanSemesta.com
SAAT MANUSIA BERTANYA ‘SIAPA SAYA….?
Oktober 22, 2019
Ada begitu banyak pengertian
tentang manusia, dari mulai manusia adalah mamalia, manusia adalah makhluk
sosial, manusia adalah makhluk ciptaan, manusia adalah organisme bersel banyak,
dan lain-lainya.
Tapi pengertian-pengertian itu menjadi bias apabila kita
bertanya ulang kedalam diri sendiri, tentang :
“Siapa saya?”
“Siapa saya yang berpikir?”
“Siapa saya yang hidup, bernafas,
dan yang sadar telah mengalami kehidupan?”
“Siapa ‘kita’ yang sekarang
sedang membaca paragraf ini?”
Jelas kita menyadari dengan betul
kalau kita ini adalah manusia. Tapi saat kita bertanya tentang “siapa saya?”
bagian terdalam kita seakan mencari jawaban yang lebih dari sekedar
pengertian-pengertian tekstual seperti diatas.
Meski pengertian-pengertian yang
beredar sangat masuk akal dan sama sekali tidak salah. Tapi kalau mau jujur,
sebenarnya kita menginginkan jawaban yang lebih. Kenapa? Karena bagaimanapun
definisinya, manusia akan lebih nyaman kalau dirinya disebut sebagai sebuah
masterpiece, wujud karya cipta kebaikan SANG PENCIPTA.
“Manusia harus mengenal dirinya
sebagai Maha karya terindah kebaikan SANG PENCIPTA”
Sebagai maha karya terindah yang
dibuat dari kebaikanNYA, pastinya manusia membawa kebaikan-kebaikanNYA didalam
dirinya. Tinggal bagaimana sekarang sebagai manusia kita menemukan
kebaikan-kebaikan, dan melepaskan kebaikan-kebaikan itu dengan melakukan banyak
kebaikan-kebaikan juga, bagi dan sebagai semesta. Inilah yang akan kita lakukan
sekarang, kita masuk ke dalam diri, untuk mengenal diri dan untuk menemukan
kebaikan-kebaikanNYA.
Kebaikan itu sifatnya momentum.
Jadi kebaikan itu sangat relatif tergantung dengan jawaban ‘siapa saya?’.
Tentunya untuk menjawab ini aksi paling mendasar adalah dengan mengenal diri.
Seorang Socrates dalam hidupnya
pernah berkata “Manusia hendaknya mengenal diri dengan dirinya sendiri, jangan
membahas yang diluar diri, hanya kembalilah kepada diri. Manusia selama ini
mencari pengetahuan di luar diri. Kadang – kadang dicarinya pengetahuan itu di
dalam bumi, kadang – kadang diatas langit, kadang – kadang di dalam air, kadang
– kadang di udara. Alangkah baiknya kalau kita mencari pengetahuan itu pada
diri sendiri. Dia memang tidak mengetahui dirinya, maka seharusnya dirinya
itulah yang lebih dahulu dipelajarinya, nanti kalau dia telah selesai dari
mempelajari dirinya, barulah dia berkisar mempelajari yang lain. Dan dia tidak
akan selesai selama – lamanya dari mempelajari dirinya. Karena pada dirinya itu
akan didapatnya segala sesuatu, dalam dirinya itu tersimpul alam yang luas ini.”
Pemikiran Socrates menunjukan
bahwa mengenal diri dapat dilihat dari berbagai perspektif. Dimulai dari
mengenal komponen dasar manusia, mengenal akal dan hati, mengenal ego diri,
mengenal keterhubungan diri dengan semesta, mengenal pembuat dan pencipta diri.
Sampai nanti memahami dengan penuh penyaksian kalau memang diri ini hanyalah
SANG PENCIPTA dan diri ini hanyalah bagian dari kesadaran yang dibuat.
Ini berarti mengenal diri
merupakan sebuah perjalanan untuk menyelami diri sampai mengetahui diri pada hakikat
yang sebenarnya. Dengan apa kita mengali diri?Jawabannya: Kenalilah dirimu
dengan dirimu sendiri.
Sahabatku….
Kita tidak akan menemukan
pengertian manusia dari luar diri kita, melainkan dari dalam diri kita sendiri.
Kita sendirilah yang akan mendefinisikan pengertian tentang siapa ‘kita’
sebenarnya.
Setiap kita pasti akan memegang
definisinya masing-masing, dan itu bukan hal yang keliru, karena begitulah diri
kita yang sebenarnya sebagai wujud manusia. Tentunya ada rahasia besar dari
mengenal diri. Kekaguman kita dalam mengenal yang di luar diri bukanlah hal
yang buruk. Tapi kalau diri kita menjauh dari diri sendiri, maka pahamilah kita
hanya menjauh dari kehidupan.
Kehidupan dimulai dari diri kita,
lalu kita membawa kehidupan kita kemanapun kita pergi dan berada. Diri kita
adalah awal kehidupan dan akhir kehidupan. Seberapa jauh kita mengarungi hidup,
tetap kehidupan kita lah yang kita bawa. Buktinya apapun yang terlintas di
depan mata, hanya bisa dilihat dari dalam mata kita, bukan melalui mata orang
lain.
Realita selalu tentang apa yang
kita alami, bukan apa yang dialami orang lain. Sama halnya dengan bulan, bagi
mereka yang berada di atas gunung bulan itu dekat, tapi kalau bagi kita yang
berada di pinggiran bulan itu sangat jauh. Menandakan kehidupan bukan apa yang
di luar, melainkan apa yang di dalam.
Masalahnya sekarang kita malah
berlari menjauh. Kita selalu mengagumi yang di luar sampai melupakan yang di
dalam. Kita mengejar penilaian orang lain, kita mengejar impian orang lain,
kita memahami pemahaman orang lain.
Tapi di waktu yang bersamaan kita lalai untuk mengagumi diri,
kita lalai dengan nilai diri, kita lalai dengan tugas diri, dan kita juga lalai
untuk memahami diri. Sadarkah kita akan kekeliruan yang nyata ini ?
Saat kita berbicara kita menyakini betul bahwa itu diri kita, padahal itu belum tentu. Belum tentu diri kita yang sekarang adalah diri kita yang seharusnya bergerak sesuai dengan penciptaannya.
Kita ini adalah bentukan dari
orang tua dan lingkungan. Kita ini terlalu takut untuk menjadi diri sendiri dan
melampaui batasnya. Kita ini terlalu malu untuk mengenal dan menjadi diri
sendiri sesuai dengan apa yang dibuat oleh SANG PEMBUAT.
Padahal bagaimana kita mengelola
yang diri dari dalam selalu akan menjadi modal utama kita dalam mengelola yang
di luar. Apa yang berlangsung di dalam hidup manusia tidak lain hanya terbentuk
dari dalam dirinya sendiri.
Karena meski secara biologis,
manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens. Bahasa Latin yang memiliki arti
sebagai “manusia yang tahu". Dimana kita dikatakan sebagai sebuah spesies
primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi.
Tapi otak hanyalah organ yang
hanya akan berfungsi kalau digunakan? Bagaimana kalau tidak digunakan,
mungkinkah manusia menjadi manusia yang tahu? – pertanyaan kikuk lain, yang
mana artinya kapan kita benar-benar tidak mengingkari akal? Kapan terakhir kali
kita hanya mendengar yang wajib kita dengar? Kapan kita hanya mengikuti
pelajaran yang wajib kita pelajari?
Faktanya selama ini kita hanya
mendengar yang kita takuti bukan yang wajib kita dengar. Mempelajari yang umum
dipelajari bukan yang wajib dipelajari diri. Kita biarkan akal kita diisi dan
dipenuhi oleh yang bahkan diingkari oleh akalnya sendiri. Sadis memang. Selama
ini kita memang telah sadis dengan diri kita sendiri.
Sahabatku…
Artikel pendek ini tidak akan
pernah cukup untuk menjawab ‘siapa saya?’. Semoga melalui buku yang sedang kami
persiapkan mampu mengajak kita semua untuk mengenal diri. Percayalah, dengan
mengenal diri, kita tidak akan mendapati hal apa-apa selain manfaat yang
teramat banyak. Jujur ini bukan spoiler atau strategi marketing, ini adalah
jawaban sinkronitas dari diri yang bertanya ‘siapa saya?’ frekuensi yang
menarik frekuensi.
Akhir kata teruslah membuat
pertanyaan besar karena tiap jawabannya itu selalu hadir jauh sebelum
pertanyaan itu dibuat. Jawaban hanya sedang menunggu ter-unlock saja. Diri yang
tidak mengingkari akalnya lah kuncinya.
Salam semesta
Copyright © www.PesanSemesta.com
KOMET ANTARA KEHIDUPAN – KEMUSNAHAN & DUALITAS
Oktober 18, 2019
Menghubungkan komet dengan
dualitas terdengar sedikit aneh. Namun lagi-lagi semesta memang bisa saja mengajarkan
keseimbangan dari setiap sudutnya. Menandakan bahwa baik & buruk itu relatif,
sama seperti komet.
Dari tempat duduk atau berdri kita
sekarang, kira-kira apa yang akan terjadi apabila ada seluncuran komet dari
arah luar Bumi yang tiba-tiba melompat tepat menuju kita? Jawabannya singkat –
kepunahan. Mungkin hanya beberapa KM jaraknya atau beberapa kota tergantung
dari betapa besarnya komet itu. Tapi tetap jawabannya sama kematian, punah,
hancur, dan menghilang.
Itulah komet bagi kehidupan kita
sekarang. Masa dimana Bumi semakin menua dan tidak mengharapkan kedatangan
komet sama sekali. Bahkan Bumi melalui lapisan atmosfirnya senantiasa bekerja memastikan agar komet-komet
yang membahayakan itu memuai sebelum sampai ke Bumi.
Bersyukurnya memang kita berada
disalah satu planet yang terus dilindung. Wujud cerdas dari DZAT Maha
Pelindung. Intinya komet adalah buruk buat Bumi.
Namun sahabatku… renungkanlah
kalimat berikut, ini bukan filosofi, ini hanya rumus kehidupan.
“Kebaikan tidak memiliki kebaikan
dan keburukan tidak memiliki keburukan. Buruk dan Baik hanyalah momentum. Butuh
kebijaksanaan, kesadaran dan kejernihan untuk mengatur momentumnya”.
Sama seperti komet, dahulu saat Bumi
pertama kali dibuat. Kehidupan di Bumi dimulai pada akhir periode ini yang
disebut the late heavy bombardment. Artinya,
Bumi tidak langsung tercipta seindah sekarang ini. Dahulu dibumi air belumlah
ada. Atmosfer hampir belum terbentuk. Bumi adalah planet yang keras, panas
tanpa air dan hanya memiliki unsur-unsur yang padat.
Tidak mungkin ada kehidupan
diatas unsur sepadat itu. Sampai langit membombardir Bumi dengan komet. komet
adalah batu es. Dia adalah gabungan dari air, karbondioksida, karbon monoksida,
metana, amonia, hal-hal yang biasa kita anggap sebagai "gas" di bumi
yang membeku. Makanya, para astronom sering menyebut komet dengan nama
"bola salju kotor".
Bumi pertama kali terbentuk
terlalu panas untuk memiliki lautan. Komet sebagian besar adalah es air. Jadi dahulu
komet memang direncanakan terjun untuk membuat pengiriman air reguler ke Bumi. Ini
diperkirakan terjadi selama milyaran tahun (ukuran hitungan manusia bumi
sekarang). Pastinya dibutuhkan banyak komet untuk mengisi samudera.
Nah, begitu hujan komet dan
asteroid ke Bumi mereda, dampak selanjutnya adalah kehidupan. Setelah komet dan
asteroid mengantarkan molekul berbasis air dan karbon ke permukaan bumi – akhirnya
terbentuklah blok bangunan kehidupan itu sendiri. Dari sini mulailah terbentuk
Bumi yang 70% adalah air dan manusia yang hampir 70% adalah air.
Pada moment ini bisakah kita
berkata kalau komet itu sesuatu yang buruk atau kondisi yang membawa keburukan???
Jawabannya tidak bukan, tanpa komet lautan, tanah subur, dan bahkan manusia
tidak akan berada di Bumi.
Tapi mari kembali lagi ke posisi
kita duduk atau berdiri sekarang. Apabila komet itu datang lagi sekarang
bisakah kita berkata itu adalah kebaikan??? Pastinya kita bisa menjawab tidak
tanpa perlu berpikir ulang.
Sahabatku….
Komet datang ke Bumi membawa
dualitas aneh. Dahulu dia adalah kehidupan dan sekarang dia adalah kemusnahan. Membuat
kita mempelajari satu hal bahwa hidup itu sangat relatif. Hidup tidak
membutuhkan penilaian kita. Hidup hanya butuh kebijaksanaan, kesadaran dan
kejernihan kita untuk mengatur kapan kita bisa buruk atau kapan kita bisa baik.
Akhir kata sekali lagi, “Kebaikan
tidak memiliki kebaikan dan keburukan tidak memiliki keburukan. Buruk dan Baik
hanyalah momentum. Butuh kebijaksanaan, kesadaran dan kejernihan untuk mengatur
momentumnya”.
Kalau buruk dan baik itu masih ada didalam hidup kita,
maka biarkanlah DZAT Maha yang menuntun momentnya.
Salam Semesta
Copyright © wwww.PesanSemesta.com
Menyerah atau Berserah?
Oktober 08, 2019
Dalam satu hari dalam hidup, pasti
kita pernah merasa sangat tersudut. Segala hal tidak berjalan sesuai rencana. Seakan
berada ditengah badai ombak yang terus mengombang ambing. Seperti tidak ada lagi
jalan keluar. Semua terlihat gelap, semua terdengar hampa, semua seperti terikat
dan terbelenggu oleh kunci yang telah hilang.
Sampai disini, kita hanya bisa terdiam
untuk memilih : Menyerah atau Berserah ?
Menyerah artinya berhenti tanpa pernah
melihat ujung jalan.
Berserah artinya tetap bertahan
tanpa melihat hasil untuk sampai di ujung jalan.
Sahabatku…
Untuk menyerah cukup singkat. Cukup
geserkan kaki kita melewati deburan ombak itu dan biarkan diri kita terhempas
olehnya. Biarkan diri kita menghilang didalamnnya. Biarkan diri kita dimakan
oleh segala rasanya. Sampai kita pun akan menghilang… Tanpa pernah menemukan apalagi
melihat ujung jalan.
Sementara berserah itu lebih
perih dan lama. Kita harus merangkul semua deburan ombak itu sampai ombak-ombak
itu tidak lagi menyakiti, bukan berhenti berdebur. Sampai segala rasa itu selesai
mengajari. Sampai rasa itu sendiri berkat sendiri “kau sudah lebih kuat dari
aku… teruslah berjalan… ujung jalan ada disebelah sana”
Menyerah itu menutup pelajaran –
Berserah itu menerima pelajaran.
Sahabatku…
Tidak akan pernah ada motivator
terbaik yang mampu membuat kita memilih berserah diri, selain diri kita sendiri.
Kekuatan diri kita hadir dari bagaimana kita selalu menyadari kekuatanNYA.
Menyerah atau Berserah adalah
pilihan. Apapun pilihannya tetaplah kita bersamaNYA.
Bedanya… Saat kita memilih
menyerah kita tidak tahu. Sementara saat kita memilih berserah kita tahu, kita
tahu kita bersamaNYA.
Salam Semesta
Copyright © www.PesanSemesta.com
MENGHAPUS WAKTU
Oktober 04, 2019
“Dalam konsep quantum katanya
waktu itu tidak ada. all is happening now… Bagaimana?” Melalui anugerahNYA
izinkan kami menjawab.
Waktu muncul dari gerakan, setiap
gerakan membutuhkan energi. Energi yang berfluktuasi didalam waktu membentuk
ruang. Energi yang berfluktuasi didalam ruang lalu membentuk isi semesta. Jadi
ruang waktu adalah tempat dan momen ketika energi berubah menjadi materi.
Ruang dan waktu adalah bentuk
universal dari keberadaan materi, koordinasi objek. Seluruh pristiwa atau
kejadian semesta membutuhkan ruang dan waktu. Tidak hanya peristiwa dunia luar,
tetapi juga semua perasaan dan pikiran terjadi dalam ruang dan waktu.
Di dunia material semuanya harus
tercipta dengan memiliki ekstensi dan durasi. Ruang dan waktu memiliki kekhasan
masing-masing.
Ruang memiliki tiga dimensi:
panjang, luas dan tinggi, tetapi waktu hanya memiliki satu yaitu sekarang. Masa
lalu dan masa depan, hanyalah memori. Itu tidak bisa dihindari, tidak dapat
diulang, dan tidak dapat diubah.
Maksudnya, ruang dan waktu adalah
mutlak. Tetapi karena semesta adalah bentuk materi yang bergerak, ruang dan
waktu tidak acuh terhadap isinya. Ruang dan waktu dikondisikan oleh materi,
karena suatu bentuk dikondisikan oleh isinya, dan setiap tingkat gerakan materi
memiliki struktur ruang-waktu.
Dengan demikian sel dan organisme
hidup, di mana geometri menjadi lebih kompleks dan ritme waktu berubah,
memiliki sifat ruang-waktu khusus. Artinya, sebagai materi kehadiran kita
membawa ruang dan waktu. Tidak peduli seberapa kecil atau kolosalnya. Tidak
peduli apakah ter-isi atau tidak ter-isi.
Secara umum, ruang adalah batas
tiga dimensi tanpa batas di mana kita dapat mengukur posisi relatif dan arah
objek yang ditempatkan. Namun, ada satu definisi lagi berbicara dengan sudut
pandang teknis - Ruang mendefinisikan "kekosongan (disebut ruang
kosong)" yang ada di antara benda-benda langit atau isi semesta. Namun lagi-lagi
kita tidak bisa mendefiniskan kekosongan (akan kita bahas pada kesempatan lain)
Ruang itu adalah sesuatu yang
bisa diisi dengan sesuatu yang lain, atau bisa juga tidak diisi. Jadi baik itu
diisi atau tidak diisi, itu adalah ruang.
Hal yang tidak boleh diabaikan
adalah ruang selalui diikuti dengan waktu. Tidak ada waktu, tidak ada ruang.
Begitupun sebaliknya. Ruang dan waktu adalah bentuk universal dari keberadaan
materi, koordinasi objek. Universalitas bentuk-bentuk ini terletak pada
kenyataan bahwa mereka adalah bentuk-bentuk keberadaan semua objek dan proses
yang pernah ada atau akan ada di semesta tanpa batas.
Ini berlaku meski waktu sendiri
tidak bisa terdefinisikan dengan sebegitu jelas. Apalagi sejelas kita melihat
jam sekarang, karena memang waktu adalah aturan lain, waktu bukanlah dentingan
jam. Jam hanyalah mesin yang bergerak dalam ruang waktu sehingga kita bisa
mengukur sebuah perbahan yang terjadi didalam ruang waktu.
Itulah kenapa dalam fisika,
konsep atau koordinat waktu adalah ukuran yang menentukan durasi sesuatu yang
mengalami perubahan. Karenanya, ada tiga jenis waktu:
Pertama, waktu psikologis atau
waktu manusia adalah apa yang kita masing-masing alami - ingatan historis kita
tentang apa yang terjadi dan tidak lagi terjadi, saat ini yang sekarang terjadi
dan mengalir ke arah masa depan yang akan datang.
Kedua, waktu kosmik dikaitkan
dengan alam semesta yang dimulai pada hari penciptaan, hari tanpa kemarin dan
yang akan berakhir ketika dunia tidak ada lagi.
Ketiga, waktu termodinamika
terkait dengan peningkatan entropi.
Jadi waktu bukanlah alat, waktu
adalah kehidupan itu sendiri. Sementara ruang adalah elemen yang tidak akan
pernah terpisah dari waktu. Itu pula yang dipikirkan oleh Einstein, dia
menemukan bahwa waktu tidak absolut, tetapi relative. Dimana dua jam yang sama
yang telah disinkronkan dapat mengukur waktu yang berbeda jika satu bergerak
dengan kecepatan tinggi sementara yang lain tetap diam.
Karena alasan ini, Einstein lebih
suka berbicara tentang ruang dan waktu sebagai entitas tunggal, ruang-waktu.
Waktu bisa digunakan sebagai suatu konsep yang bisa ikut menerangkan konsep
ruang-materi hanya bila waktu dipahami sebagai suatu yang mengiringi kelahiran
ruang-materi.
Waktu diciptakan oleh perbedaan
kecepatan antara energi yang terus bergerak. Bagaimana asal muasalanya waktu
masih sulit untuk dijawab, hal yang pasti waktu hadir setelah keadaaan ada yang
memunculkan energi yang bersamanya membawa waktu menjadi ada. Setelahnya waktu
terus berkembang dengan sangat cepat.
Akankah ruang dan waktu bisa
dihapus dari semesta ini?
Jawabannya bisa dengan satu
konsekuensi besar, yaitu seluruh materi semesta lenyap. Meski pada prosesnya
yang terlalu cepat. kemungkinan besar kita tidak akan sadar kalau ruang dan
waktu itu telah menghilang.
Namun hal yang sebaliknya tidak
demikian. Maksudnya apabila kita menghapus seluruh materi semesta, maka ruang
waktu akan tetap ada. Sementara menurut teori relativitas menyatakan bahwa
dengan lenyapnya ruang dan waktu, maka materi juga akan lenyap.
Simpelnya, bayangkan saja lagi
kita telah mengambil hapusan untuk menghapus gambar yang telah kita gambar
diatas kertas. Gambarnya hilang, kertasnya tidak, kertasnya masih ada. Tapi
kalau kita bakar kertasnya, maka otomatis gambarnya pun ikut menghilang. Simpel
tapi mengerikan.
Jadi secara primitif kita bisa
berkata bahwa kekosongan kertas adalah waktu dan ruang. Salahkah kalau kita
berpikir bahwa inilah sebenarnya wadah kita? Dimana wadah kita bukanlah semesta
melainkan waktu dan ruang SANG PENCIPTA.
ementara kita sendiri adalah
semesta itu sendiri. Kita lah semesta hasil pena yang tergores. Penanya adalah energi
dan sesuatu yang menggerakkan pena itu adalah SANG PENCIPTA.
Mungkin bagi sebagian kita hal
ini terdengar seperti dongeng fiksi tingkat tinggi. Andai bisa ada peninggalan
sejarah yang turun langsung dari semesta untuk menjelaskan bagaimana waktu
ruang muncul. Sayangnya tidak ada naskah apapun yang tersimpan. Segalanya
tersimpan didalam memori semesta itu sendiri. Kita hanya bisa menjabarkan
sedikit tentang waktu ruang dengan teori dan pengamatan langsung akan ruang
semesta yang terus mengembang.
Observasi kita memang masih
sangat kecil. Sementara sudut penilaian kita jauh lebih besar. Apa itu akal
sehat saat Meragukan atau menerimanya itu bukan masalah. Bagaimanapun juga keberadaan
kita disini adalah salah satu wujud berkembangnya semesta. Penemuan pelanet-pelanet
baru, galaksi-galaksi baru, itu semua bukti betapa kita mengembang dalam ruang
dan waktu SANG PENCIPTA.
Jangankan itu, segala
tindakan-tindakan yang kita lakukan dalam waktu sekarang adalah semesta yang
mengembang pula. Lagi pula apa lagi itu semesta kalau seluruh energi yang membentuknya
adalah semesta. Kita ini adalah semesta bukan didalam semesta (ada penjabaran
besar dengan ini, nantikan buku kami).
Tapi setidaknya sampai disini
kita paham bahwa semua yang ada di semesta bersifat spasial dan temporal.
Sementara waktu dan ruang adalah mutlak. Apalagi keberadaan energi,
bagaimanapun perhatian kita di alihkan, tetap waktu dan ruang adalah berkat
gerakan energi.
Akhir kata sahabatku… Waktu tidak
tercipta sebagai wujud namun sebagai makna. Apalagi makna terindahnya, selain bukti
adanya gerakan energi. Lagi-lagi siapa yang memunculkan energi kalau bukan SANG
PENCIPTA?
Sebaik-baik ruang waktu yang bisa
kita gunakan hanyalah SEKARANG. Intinya, jadilah wujud gerakan terindah dalam waktu
itu sendiri. JANGAN MENGHAPUS WAKTU KITA SENDIRI.
Salam Semesta
Apa Itu Kaya Kalau Uang Tidak Pernah Ditemukan?
Oktober 04, 2019
Sahabatku… Kira-kira apakah itu kekayaan yang akan selalu membersamai
diri menuju dimensi manapun. Kekayaan abadi tanpa keterbatasan.?
Dahulu manusia hanya melakukan sistem barter untuk memenuhi
kebutuhannya. Semakin kompleksnya kebutuhan manusia, maka muncullah uang. Akhirnya
mindset kita pun beranjak ikut berubah “Uang adalah pemenuh kebutuhan”. Tidak diragukan
– tidak akan ada yang menyalahkan – tidak akan ada yang menyangkal.
Itulah kenapa kita gugup kalau harus mengakui diri telah
mentuhankan UANG diatas DZAT yang seharusnya di tuhankan. Tapi lagi-lagi bagiNYA
ini tidak terlalu penting.
Saat kita tidak lagi mentuhankan yang sebenarnya tidak
apa-apa. DZAT Maha sangat mengerti kekurangan kita dan memakluminya.
Memaklumi segala ketidakpercayaan kita yang masih belum
mempercayaiNYA
Memaklumi segala ketakutan kita yang masih menakuti
kehidupanNYA
Memaklumi segala keraguan kita yang masih meragukanNYA
Setinggi itu pemaklumannya – semampu itulah DZAT Maha ini
mampu mengatur segalanya
Mampu mengatur segala kebutuhan kita
Mampu memenuhi segala kebutuhan kita
Mampu menjamin segala kebutuhan kita
Kami yakin sekarang Anda bertanya “tapi kenapa kemampuaNYA tidak
berlaku dikehidupan saya???”
Sahabatku…
Kadang kita terkecoh dalam hidup ini. Berpikir segala gerak
kita adalah milik kita. Berpikir segala kebutuhan adalah tanggung jawab kita. Berpikir
kalau penentu kekayaan haruslah diri kita.
Karena pikiran kita seperti itu, akhirnya begitu pulalah
kita mengelola energy ini. Lalu disanalah frekuensi hidup kita berada. Persis seperti
apa yang kita pikirkan.
Jadi wajar kalau DZAT Maha memaklumi dengan apa yang kita pikirkan,
dan membiarkan kita dengan pilihan kita. Kami yakin kita pernah mendengar “Pikiran
kita realita kita”. Kalimat ini adalah
nyata, karena memang seberharga itu DIA menghargai kita. Padahal DZAT Maha tahu
yang lebih baik dari keterbatasan yang kita pikirkan.
“KETERBATASAN” satu kata yang kita lupakan dan kita menangis
karena melupakan kata ini. Akhirnya kita mentuhankan segala keterbatasan kita.
Melupakan KEMAHAANNYA yang melalui segala keterbatasan.
lalu Apa itu kekayaan
sahabatku….?
Kaya adalah saat kita mampu mentuhankan ketidakterbatasan. Mentuhankan
kemahaan.
MemilikiNYA utuh. MencintaiNYA utuh. Bergerak utuh
karenaNYA. MempercaiNYA utuh. Tidak pernah meragukanNYA utuh. Tidak menakuti
kehidupan, karena kehidupan kita hanya utuh bersamaNYA.
Kita hanya sudah bersama SANG MAHA PEMBUAT KEBUTUHAN itu
sendiri.
BersamaNYA itulah seharusnya kekayaan manusia. Kekayaan yang
akan selalu membersamai diri menuju dimensi manapun. Kekayaan abadi tanpa
keterbatasan.
Sahabatku percayalah… Saat kita memiliki kekayaan ini. Kita
tidak akan memerlukan segudang uang lagi untuk menjadi kaya. Meski pun kita
memilikinya. Uang hanyalah alat tukar– tapi kita tidak menTuhankan uang untuk
memenuhi kebutuhan.
Akhir kata sahabaku…
Kalau akal kita terus berpikir uang tidak mampu dibawa mati,
maka jangan mengingkarinya. Carilah dan temukan kekayaan abadi itu sekarang!
Salam Semesta
Copyright © www.PesanSemesta.com
APAKAH LOA BISA MEMBUAT KAYA?
Oktober 02, 2019
Jawabannya : LOA bisa membuat
kaya – LOA juga bisa membuat miskin. Hati-hatilah!
LOA adalah frekuensi yang menarik
frekuensi. Frekuensi yang kita pilih tergantung dengan vibrasi yang kita
pancarkan. Sementara vibrasi yang kita pancarkan tergantung dengan energy yang
kita olah.
Kita ini adalah energy yang
mengolah energy. Jasad kita adalah energy, pikiran dan perasaan kita adalah energy.
Setiap energy terus bervibrasi dalam frekuensi.
Ngomong-ngomong frekuensi. Ibaratkan
frekuensi itu seperti frekuensi radio. Ada FM dan ada pula AM. Jadi frekuensi
itu semacam bentuk dualitas. Kaya-miskin, tidak menarik-menarik, senang-sedih,
kenyang-lapar, dll.
Nah, energy yang kita olah akan membuat
kita terpusat dalam frekuensi tertentu. Adilnya, frekuensi ini bersifat
pilihan. Jadi kalau kita bisa memilih AM, maka kita bisa juga memilih FM.
Kita bisa memilih kaya, kita juga
bisa memiilh miskin. Kita bisa memilih menjadi tidak menarik, kita juga bisa
memilih menjadi menarik, dan seterusnya.
Memang ego manusia selalu akan
memilih pilihan yang menyenangkan. Tapi sayangnya tidak setiap manusia siap
mengelola energy yang memusat untuk menarik frekuensi itu.
Kalau kita mau LOA membuat kita
kaya. Maka mulailah mengelola energy kita untuk menarik kekayaan. Singkatnya; bergeraklah,
beraksilah, carilah sebab akibatnya. Ini harus kita lakukan agar kita mampu
menarik frekuensinya.
SALAH BESAR! Apabila kita
berharap LOA membuat kita kaya. Tapi kita sendiri sama sekali tidak mengelola energy
untuk membuat kaya.
Jadi wajar kalau yang berhasil
kita tarik justru frekuensi yang sebaliknya, bukannya frekuensi kaya tapi
justru frekuensi miskin.
Meski seumur hidup seseorang
tidak memahami konsep LOA. Tetap dia akan hidup dengan model LOA ini. LOA
merupakan model universal. Kita adalah energy, dan beginilah energy mengelolanya.
Kita sering bukan mendengar atau
bahkan melihat langsung kisah seorang miskin yang melakukan usaha, sehingga lambat
laun akhirnya si miskin itu berubah menjadi si kaya. Kenapa bisa?
Jawabannya karena si miskin ini
berhasil mengelola energinya selaras dengan frekuensi yang ingin dia tarik,
yaitu kekayaan.
Tidak perlu menjadi si miskin,
bahkan kalau ada seorang keturunan raja yang hidupnya penuh dengan aksi-aksi
yang menarik kekayaan, maka dipastikan dia akan terus kaya. Sampai dia menglola
energy untuk menarik frekuensi yang sebaliknya.
Makanya, sampai disini kita
jangan iri dengan kekayaan. Kita cukup mengelola energy kita untuk meraih frekuensi
kekayaan itu. Sah-sah saja juga hukumnya kalau kita mengelola energy kita untuk
meraih frekuensi kemiskinan.
Kita bebas memillih frekuensi
miskin atau frekuensi kaya. LOA membuktikannya… Itulah kenapa DZAT Maha selalu
tergantung perasangka hambaNYA. Jadi… Apa yang akan kita pilih sahabatku…? Ngomong-ngomong
apa itu kaya, kalau uang tidak pernah ditemukan?
Salam Semesta
Copyright © www.PesanSemesta.com
“Everything is Nothing – Nothing is Everything” APA MAKSUDNYA?
Oktober 02, 2019
Jawaban dalam artikel pendek ini
100% ilmiah dan juga 100% spiritual. Berusahalah memahami jawaban ini… dan
bersiaplah hidup didalam dua dimensi yang tidak pernah terpisah. Namun sayangnya
dengan sengaja kita pisahkan.
Sahabatku….
Jika kita mengambil semuanya dari
bagian semesta, apa yang tersisa? Kita akan menganggap jawabannya adalah
"tidak ada," tapi mungkin itu bukan...
“Segalanya bukan segalanya – Bukan segalanya
adalah segalanya”.
Otak kita sedikit terpelintir
membacanya. Sedetik kemudian – kita mulai mengkhawatirkan segala yang kita
kumpulkan dalam hidup ini. Segalanya… segala-galanya…
Harta, karir, keluarga, pasangan,
keturunan, status, kebaikan, ibadah… Segalanya yang telah kita raih.
Bagaimana bisa itu tidak menjadi
segalanya? Kita telah bersusah payah dengannya bukan?
Mengorbankan waktu, kesehatan,
harga diri, kesenangan. Kita telah mendikte DZAT Maha karenananya. Kita telah
menghebatkan diri karenanya. Kita telah mentuhankan segala itu, dan sekarang
itu bukan segalanya??? Bagaimana bisa?
Ketakutan kita menyangkalnya…. Ketakutan
kita akan kehilangan segalanya… Segala yang terasa telah kita miliki. Padahal tak
sedikitpun itu menjadi segalanya… Karena segala tentang kita justru berada di
dimensi yang tidak ada. Dimensi yang kita anggap bukan segalanya.
Sahabatku…
Kalau jiwa dan akal kita belum
memahaminya, maka pahamilah paragraph pendek dibawah ini.
Dahulu saat semesta bukan apa-apa
selain ketiadaan. Segalanya hanyalah energy yang berfluktuasi didalam waktu dan
ruang, membentuk segala materi. Dengan kata lain semesta adalah energy yang
berubah menjadi materi dalam kontinum ruang waktu.
Waktu muncul dari gerakan, setiap
gerakan membutuhkan energy. Energy yang berfluktuasi didalam waktu membentuk
ruang. Energy lalu membentuk isi semesta. Sementara waktu ruang adalah tempat
dan momen ketika energy berubah menjadi materi.
Ruang dan waktu adalah bentuk universal dari keberadaan
materi, koordinasi objek. Seluruh pristiwa atau kejadian semesta membutuhkan
ruang dan waktu. Tidak hanya peristiwa dunia luar, tetapi juga semua perasaan
dan pikiran terjadi dalam ruang dan waktu.
Di dunia material semuanya harus tercipta dengan memiliki
ekstensi dan durasi. Ruang dan waktu memiliki kekhasan masing-masing. Ruang
memiliki tiga dimensi: panjang, luas dan tinggi, tetapi waktu hanya memiliki
satu yaitu sekarang. Masa lalu dan masa depan, hanyalah memori. Itu tidak
bisa dihindari, tidak dapat diulang, dan tidak dapat diubah.
Enstein memahami hal ini. Dia menemukan bahwa waktu tidak
absolut, tetapi relatif: dua jam yang sama yang telah disinkronkan dapat
mengukur waktu yang berbeda, jika satu bergerak dengan kecepatan tinggi
sementara yang lain tetap diam. Karena alasan ini, Einstein lebih suka
berbicara tentang ruang dan waktu sebagai entitas tunggal, ruang waktu.
Maksudnya, ruang dan waktu adalah mutlak. Tetapi karena
semesta adalah bentuk materi yang bergerak, ruang dan waktu tidak acuh terhadap
isinya. Ruang dan waktu
dikondisikan oleh materi, karena suatu bentuk dikondisikan oleh isinya, dan
setiap tingkat gerakan materi memiliki struktur ruang-waktu.
Dengan demikian sel dan organisme hidup, di mana geometri
menjadi lebih kompleks dan ritme waktu berubah, memiliki sifat ruang-waktu
khusus. Artinya, sebagai materi kehadiran kita membawa ruang dan waktu.
Sementara materi itu sendiri adalah energy. Dengan teori
relativitas umum Einstein, kita mengetahui bahwa energi dan materi dapat
ditransmisikan. Maksudnya yaitu, materi adalah bentuk energi dan energi adalah
bentuk materi.
Itulah kenapa materi tidak akan pernah dapat
direpresentasikan sebagai satu unsur yang terpisah. Setiap materi pada wujud
aslinya hanyalah energy yang terus bervibrasi dalam ruang dan waktu.
Ini adalah bagian yang ‘mengerikan’ dari segalanya :
Selama beberapa waktu manusia berpikir bahwa materi adalah
isi alam semesta yang aktif. Sementara waktu dan ruang adalah sesuatu yang
pasif.
Namun pemikiran ini tidak berlaku lagi. Teori relativitas dan
fisika kuantum datang untuk meruntuhkan pemikiran lama kita tentang
ketidakterikatan.
Membuat kita paham bahwa tidak satu pun dari ketiga elemen,
yaitu energy, waktu dan ruang bersifat pasif. Ketiganya berinteraksi satu sama
lain, dengan cara yang sangat kompleks yang membuat tak satu pun dari ketiga
unsur itu lebih penting daripada dua yang lainnya.
Materi yang adalah energy terus hidup bersama-sama dalam
waktu dan ruang yang memberi andil bagi materi itu sendiri. Satu hal lain yang
tidak boleh dilupakan adalah bahwa segalanya berawal dari satu kata yaitu ENERGI.
Waktu berawal dari energy dan ruang pun sama.
Sudah menjadi hukum baku bahwa jika semua materi menghilang
dari semesta, ruang waktu dan energy akan tetap ada. Akan tetapi teori
relativitas ikut menambahkan bahwa dengan lenyapnya ruang dan waktu, materi
juga akan lenyap. Sementara energy akan tetap kekal dalam tempatnya sendiri.
Singkatnya, semua yang ada di semesta bersifat spasial dan
temporal.
Seluruhnya yang kita pikir
segala-galanya hanyalah materi sementara dari energy yang abadi. Sesuatu yang
akan kita sebut “TIDAK ADA”.
Jadi kalau kita putar
pertanyaannya apakah kita masih percaya bahwa “TIDAK ADA” bisa menghasilkan segalanya?
Maka jawabannya adalah sebuah kepastian.
Karena diri kita sendiri adalah “TIDAK
ADA” itu. Lalu apakah kita akan mempercayai kepastian ini?
Percaya atau tidak percaya adalah
pilihan. Kita boleh tidak percaya dengan adanya DZAT Mulia yang disembah. Tapi
tidak mengakui adanya SANG PENCIPTA adalah ketidak mungkinan yang terlalu
sombong. Karena bahkan ketidak mungkinan yang terlalu sombong ini pun masih diciptakan
dan dihidupkan. SANG PENCIPTA menciptakan dan menghidupkan segalanya…
Segalanya…
Tapi sekali lagi SANG PENCIPTA
sama sekali tidak membutuhkan pengakuan kita untuk menciptakan KEADAAN. Sampai
detik ini kita bahkan tidak bisa mendefinisikan apa itu “TIDAK ADA” yang
darinya muncul segala yang ADA.
Jadi bagaimana sahabatku…
Sudahkah kita paham tentang “Segalanya bukan segalanya – Bukan segalanya
adalah segalanya”?
Kalau kita telah paham, mungkin
kita akan meringkuk dipojokan kamar. Membayangkan betapa sombongnya kita dengan
segala yang telah kita anggap segalanya.
Ternyata materi yang segalanya
itu telah banyak menipu kita… Sekarang pastikan saja kalau itu tidak akan menipu
lagi.
Salam Semesta
Kita Semua Adalah Murid
Oktober 01, 2019
Sahabatku…
Hidup ini adalah kamuflase tempat manusia untuk
belajar. Bumi adalah dimensi awal bagi kita untuk belajar. Begitu juga nanti
dalam dimensi-dimensi yang lainnya. Kita akan terus menjadi murid abadi.
Semua adalah pelajaran-pelajaran. Kita hanya
mempelajari sedikit dari ilmu yang diberikan oleh DZAT Pembuat Ilmu. Sedikit
saja dan itu sudah sangat membuat seumur hidup kita sibuk.
Dalam kehadirannya semesta ini membawa
pelajaran terindah, terlengkap dan terupdate. Hanya kekurangan kita terletak
dari bagaimana kita mengakses pelajaran itu sendiri. Untuk dapat mengakses
database semesta kita harus mampu dulu berlari kembali menjadi semesta untuk mensucikan
diri.
Dua hal utama yang harus disucikan adalah
penilaian dan ego.
Mana yang
lebih penting pembicara atau apa yang dibicarakan? Lalu kenapa kita masih
melihat pembicaranya. Mana yang lebih penting pesan dari yang ditulis atau
siapa yang menulis? Lalu kenapa kita masih melihat penulisnya?
Kita tidak mau belajar dari belatung dan
memilih belajar dari kupu-kupu. Kita tidak mau belajar dari kesalahan dan lebih
memilih belajar dari kebenaran terus. Kita tidak mau belajar dari kebodohan dan
lebih memilih belajar dari kepintaran.
Kita senantiasa menilai pelajaran kita untuk
mendapatkan nilai-nilai manusia darinya. Itulah kita. Begitulah cara kita
belajar. Untuk mengakses database semesta kita harus berhenti melihat dari sisi
penilaian manusia dan mulai masuk ke sisi kenetralan.
Begitu juga dengan ego. Betapa sering kita
melompati sebuah moment akal untuk berpikir, hanya karena merasa itu tidak
terlalu menguntungkan, atau hanya karena itu terlalu rumit untuk dibaca, atau
hanya karena itu sama sekali tidak menyenangkan dan sesuai. Padahal di moment
itu semesta ingin menyampaikan pelajarannya.
Hal pertama untuk memulainya sekarang adalah,
jangan pernah mereject apapun pesan
yang kebetulan masuk kedalam hidup kita. Karena kebetulan itu tidak pernah ada.
Selalu ada makna dibalik apapun, selalu ada perencanaan yang tersistematis dan
memiliki makna. Kebanyakan makna itu adalah pelajaran yang berharga bagi mereka
yang berpikir dengan akalnya, serta mampu mengendalikan penilaian dan ego dirinya.
Pelajaran berharga bagi mereka yang mampu mensucikan dirinya dalam kenetralan.
Manusia suci bukanlah manusia yang tidak
melakukan kesalahan sama sekali, karena kesalahan adalah salah satu gerbang
pembelajaran. Manusia suci adalah mereka yang mampu menetralkan dirinya. Kenetralan
adalah kepentingan, kalau kita memilih untuk mengambil pelajaran.
Semesta raya ini telah menyimpan database
pelajaran ditiap sudut ruangNYA, dan itu adalah persembahanNYA untuk manusia.
Mari mulai belajar kepada DZAT Pembuat Ilmu.
Tidak ada kesombongan rasa saat menerima
ilmuNYA. PengetahuanNYA bukan sesuatu yang dikejar atau diberpikirkan untuk
dinilai oleh angka-angka manusia. PengetahuanNYA adalah kebenaran bagi mereka
yang mampu menerima kebenaran. Kenyataan bagi yang mampu melihat kenyataan.
Tentunya setiap jiwa mampu menerima kebenaran.
Setiap jiwa mampu melihat kenyataan. DZAT Pembuat Jiwa akan memanggil
jiwa-jiwaNYA yang telah mensucikan diri.
Rahasia mensucikan diri itu bukan sekedar
bersuci dengan basuhan air, tapi menjadikan diri sejernih dan senetral air.
Sehingga diri kita mampu menerima sesuap demi sesuap kedalaman ilmuNYA yang
tidak bertepi. Siapapun manusia bisa mensucikan diri. Tapi harap diingat!
Manusia suci tidak perlu disucikan oleh
manusia. Karena kesucian bukan penilaian manusia. Kita mensucikan diri bukan untuk dinilai
suci, tapi agar cukup suci untuk menerima ilmuNYA. Sebuah alasan abadi dari
DZAT Pembuat Akal yang akan kekal selamanya. Ibarat anak kecil yang disuapi
setetes demi setetes air dari dalam kolam. Akankah air didalam kolam itu habis
diminumnya, sementara sumbernya terus menerus mengaliri air?
Itulah kira-kira gambaran diri kita yang
sedang duduk untuk disuapi ilmuNYA. Selama menjadi murid maka tidak ada
kepintaran, tidak ada pembuktian, tidak ada bagian diri yang bisa diberikan
untuk ditunjukkan, tidak ada apa-apa yang bisa di aku-kan selain diriNYA.
Hanya diriNYA DZAT Maha Guru. Pembimbing
Sejati Setiap Jiwa tanpa terkecuali. Tidak ada yang lain selain ke MAHA-anNYA. Bergegaslah
untuk menemuiNYA dalam sucinya kenetralan dan semesta kecil ini akan mengerti.
Mengerti bahwa diri ini selalu menjadi murid DZAT Maha Ilmu.
Salam Semesta
Copyright © www.PesanSemesta.com